22. Semakin Dekat

7.8K 686 16
                                    

Molly mendorong trolley bayi menuju minimarket dekat rumah, tidak mungkin meninggalkan Lian di rumah. Molly membutuhkan beberapa barang sedang Moren sibuk bekerja di kantor. Dia tak ingin mengganggunya. Molly mengambil beberapa barang di rak, sekalian berbelanja barang kebersihan rumah. Susu Lian, biskuit bayi. Banyak sekali yang ingin dia beli.

Hanya saja, Molly harus berhemat sedikit. Setelah bekerja di perusahaan berkat nepotisme dari Bella, Moren mendapat gaji lumayan dan jabatan yang cukup tinggi. Hidup lurus memang sulit. Hanya saja Molly tidak ingin menghabiskan uang Moren, karena dia bukanlah yang menghasilkan uang itu. Molly berpikir untuk kembali bekerja, hanya saja Lian masih bayi. Sulit mendapatkan baby sitter yang baik, bisa dilepas begitu saja.

Molly menghela nafas saat melihat total belanjaan sesuai dengan estimasinya, dia menyerahkan kartu debit. Molly berjalan pulang dengan riang. Eh, kenapa ada mobil Moren di garasi rumah mereka? Sebenarnya itu mobil perusahaan, Moren sekarang jabatannya adalah manajer. Keren sekali, semua karena beking.

"Moren, kau pulang?"

"Kak Molly!" Moren terengah-engah saat mendekatinya. Dia bertanya, "K-kau nggak apa?"

Molly menatap dengan heran, "Moren, bukannya kau di kantor?"

"Kenapa kau nggak angkat ponselmu?" Moren terlihat cemas, bulir-bulir air terlihat di keningnya.

"Kakak ke minimarket, hp-nya tertinggal."

Moren mengangguk, dia mengambil kantung belanjaan Molly. Dengan cekatan meletakkan di meja makan.

"Kenapa sih?" Molly mengerutkan kening, dia mengambil Lian dari kereta bayi. Lian tertidur sambil menghisap jempolnya, Molly membawa ke kamar. Moren mengikuti.

"Kak, lain kali kau harus bawa ponselmu. Dan kalau perlu apa-apa suruh aku saja."

"Moren, Lian dan kakak butuh jalan-jalan."

"Aku telepon-telepon juga tidak angkat, bahkan aku mengecek di cctv kakak nggak ada. Aku cemas, bagaimana kalau Julian menangkapmu."

Benar juga, Moren memasang CCTV di teras dan dalam rumah. Katanya karena Molly kerap sendirian bersama Lian dia cemas kalau ada maling. Eh, Molly mengerutkan kening. Ada yang aneh dari kalimat Moren.

"Apa maksudnya Julian menangkap kakak?"

Moren terdiam, wajahnya pucat. Molly melihat perubahan ekspresi itu.

"Moren?" Dia memicingkan mata.

"I-itu." Moren tergagap. "Yah kak, kau tau, aku kerap merasa dia ingin menangkap kita."

Molly merasa ada yang aneh dari ucapan Moren. Ada apa?

"Oke, aku balik ke kantor lagi." Moren menyunggingkan senyum. Dia berlalu dengan cepat dari hadapan Molly, seperti tidak ingin ditanya lebih jauh. Molly menyusun belanjaan sambil terus berpikir.

Julian ingin menangkap dia? Kenapa? Molly selama ini memang berjuang untuk tidak mengecek pemberitaan. Setiap mendengar nama Julian dia menangis, itu nggak baik untuk kesehatan. Terutama dia tidak ingin stres karena harus memberi ASI terbaik untuk Lian. Tapi, ucapan Moren tadi menganggunya.

Molly berjalan menuju kamar lagi, mengambil ponsel yang masih terisi daya sebanyak 73 %. Dia mencabutnya.

Dengan ragu Molly membuka pencarian internet. Molly menguatkan hatinya, dia takut melihat wajah Julian yang tampan akan mempengaruh dirinya.

Molly menoleh pada Lian, kemudian dia menguatkan hatinya.

Juliandra Decio. Molly mengetikkan nama itu di google.

Suspicious WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang