42. Kencan

8.6K 825 73
                                    

"Kak, kau sungguh nggak apa-apa?" Moren bertanya, dia menatap ragu ke arah kakaknya yang makan dengan semangat. Seperti kejadian kemarin hanya mimpi, ratapan dan tangisnya, semua lenyap hari ini.

"Mo---wenh---" Molly berkata dengan mulut penuh, dia menyelesaikan kunyahannya. "Kakak harus makan banyak, kita nggak bisa melawan Julian dengan uang. Setidaknya kakak harus cukup sehat dan kuat."

Moren mendesah, "Kak, kenapa kau nggak membiarkan Julian mengasuh Lian. Paling tidak, kita bisa menata hidup. Setelah Lian dewasa dia akan tau bahwa kau tidak pernah meninggalkannya."

Molly meneguk air putih dengan terburu-buru, "Moren, kakak nggak akan menyalahkanmu karena berpikir demikian. Tapi, sekarang kakak nggak bisa diam saja tanpa berbuat apa-apa. Setidaknya, kakak harus berjuang bukan?"

"Oke, apapun yang kakak lakukan, aku akan mendukungmu. Yang penting, jangan membiarkan dirimu terluka."

Molly mengangguk.

Moren melanjutkan, "Terus, jangan membiarkan dirimu terbuai oleh Julian."

Molly menatap ke wajah Moren, kemudian dia terdiam. Dia lanjut memakan setengah lagi isi piringnya.

"Kak, aku akan bekerja keras. Aku amat berharap kau bisa bahagia."

"Makasih adikku yang ganteng." Molly kembali tersenyum.

Molly mendapatkan pesan dari Anthony.

"Gimana kabarnya hari ini? Udah mendingan?"

Bukannya Molly tidak ingin membuka hatinya pada orang lain, di usia yang sekarang, Molly juga ingin merasakan cinta yang hangat dan membara. Sayangnya, dia telah memiliki Lian. Dia juga tidak yakin kalau bayang-bayang Julian telah sepenuhnya hilang dari pikiran.

Dia tidak ingin menjadikan orang lain sebagai pelampiasan, walaupun ada istilah yang mengatakan kalau ... cinta datang karena terbiasa, Molly merasa kalimat itu tidak sepenuhnya benar. Bagaimana kalau dia terjebak dalam komitmen dengan orang lain tanpa cinta di dalamnya? Pasti sangat sulit.

"Baik, makasih sudah khawatir." Molly membalas.

"Oke, gimana kalau Hari Minggu ini kita nonton?"

Molly membaca pesan itu lagi, dia hanya menghela nafas. Belum berniat untuk membalasnya.

🌿🌿🌿

"Apa-apaan kau, Vania!" Julian mengamuk, dia terburu-buru pulang dari kantor karena melihat di CCTV, Vania mengguncang-guncang Lian karena terus menangis. Julian melihat Lian masih di gendong oleh Vania, dengan segera mengambil Lian. Anak lelakinya itu menangis histeris dan menjerit-jerit. Dia memukuli wajah Julian.

Mendengar bentakan dari Julian untuk pertama kali dalam hidupnya, Vania seketika menangis tersedu, tidak menyangka kalau Julian akan begitu marah padanya. Lian terus menangis membuat Vania frustasi.

"---dan ke mana mamaku?" Julian juga memanggil baby sitters Lian. "Apa sebenarnya guna kalian semua?"

"K-kak Julian ...." Vania tersendat.

Nyonya Tsamara datang tergopoh-gopoh, setelah ditelepon oleh Julian. Dia tadi pulang ke rumah karena ada yang tertinggal. Karena Vania datang, Nyonya Tsamara menitipkan Lian dalam pengawasan Vania. Sayangnya, Vania terlalu terobsesi mendekati Lian hingga menggendongnya sendiri dan tidak membiarkan Lian lepas darinya.

"Julian, apa-apan ini?" Dia heran melihat Vania menangis sesenggukan dan Julian begitu marah.

"Kau ingin membunuh Lian?" Julian bertanya lagi dengan tegang pada Vania. Seluruh pelayan dan baby sitters menunduk ketakutan. Belum pernah melihat Julian semarah ini.

Suspicious WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang