38

5.2K 665 78
                                    

Ara mengusap air matanya, semua hal tentang Fiony kini berputar bagai sebuah film di otaknya.
Ia menunduk memeluk lutut, mengabaikan gerimis yang saat ini menerpa tubuhnya.

"Aku juga sayang sama kamu Fio"

Kalimat yang mungkin sangat terlambat Ara ucapkan, tapi itu memang tulus dari hatinya, Ara sangat menyayangi sahabatnya itu.

Perlahan Matahari kembali muncul, Ara mendongkak membiarkan rasa hangat menerpa wajahnya yang sejak tadi basah oleh air mata bercampur dengan hujan yang kini telah berhenti.

Dihadapan nya membentang sebuah pelangi, tapi ini adalah pertama kali dalam hidupnya ia menangis saat melihat pelangi.

aku mau jadi pelangi, yang datang setelah hujan berhenti, seperti keindahan dibalik hal yang orang-orang benci, itu kata-kata siapa coba...?

itu kata-kata bocah ingusan yang sok bijak buat nyemangatin sahabat nya..

"Aku ga bisa jadi pelangi itu buat hidup kamu"

Tangan nya semakin kencang memeluk lutut. Ara hanya tak ingin di tinggal secepat ini, ia sangat belum siap di tinggal selamanya oleh Fiony.

Mira hanya dapat memperhatikan Ara dari jauh.
Awalnya ia tak mengerti kenapa Ara tiba-tiba datang ke panti dengan wajah sedih. Setelah dapat kabar tentang Fiony di grup chat kelasnya Mira jadi paham mungkin ini yang membuat sahabatnya itu bersedih.

"udah jangan di liatin terus, nanti juga dia masuk Mir"

"ini ujan Bun, Mira ga mau Ara sakit"

Bunda tersenyum, ia mengerti sesayang apa Mira pada Ara, ia paham betul Mira sudah menganggap Ara seperti adiknya sendiri.

"kamu tau Ara gimana kan, udah.. biarin dulu.."

Mira hanya mengangguk tapi pandangan nya tak lepas dari Ara.
Halaman belakang panti memang selalu jadi tempat Ara saat ia bersedih dan Mira selalu saja tak bisa berbuat apa-apa saat Ara seperti ini, terkadang Mira kesal sendiri, ia seperti tak pernah di anggap spesial oleh sahabat nya itu, tapi Mira tau kalau Ara bukan anak yang bisa dengan gampang menceritakan masalahnya pada siapapun.

****

"Shan, pemakaman nya udah siap"

Shani hanya mengangguk, walaupun berat tapi ia harus mengikhlaskan sepupunya itu.

Shani melihat ke arah Chika, sejak tadi Chika hanya diam tapi Shani tau, anak itu terlihat gelisah sejak tadi.

"Ada Ara ataupun ga ada, pemakaman nya harus tetap berjalan"

Chika mendongkakan kepalanya menatap Shani, ia memang sering cemburu pada Fiony tapi ia memikirkan perasaan Ara kalau tak melihat proses pemakaman Fiony.

"Apa ga bisa tunggu sebentar lagi?" pinta Chika dengan tatapan penuh harap pada Shani.

"maaf Chik, kita ga bisa nunggu Ara terlalu lama"

Chika hanya bisa menghela nafas pasrah.
Dengan di bantu Shani ia berdiri dengan tongkat nya dan ikut mengantar Fiony pada peristirahatan terakhirnya.

****

"udah cukup Ra"

Mira sepertinya sudah tak tahan, walaupun diminta untuk membiarkan Ara sendiri tapi ia tak bisa membiarkan Ara larut dalam kesedihan nya.

"lo ga ngerti Mir.."

"Apa sih yang gue ngerti dari lo, setiap masalah-masalah lo aja gua ga tau" Mira berkata Sarkas

Pelangi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang