35

5.2K 602 18
                                    

Shani menggigit kukunya, hal yang sering ia lakukan saat merasa gelisah, sementara Cio terus mengelus bahu Shani berharap Shani bisa lebih tenang, ia hanya tak mau Shani dan kandungan nya terganggu karena kejadian tadi.

"oy, ah elah malah uwu-uwuan disini, ini tangan aku gimana nasib nya"

Ara mengangkat tangan kirinya yang kini tak bisa di gerakkan.

"Sensornya jadi rusak kan, duh tangan mahal gue" Ara menatap nanar tangan palsunya.

"Hadeuh Ra.. kamu udah bikin kita hampir jantungan tau ga, lagian ngapain sih pake keluar balkon segala" protes Cio.

"ye.. aku denger kak Shani teriak ya aku kira ada apa, jadi aku keluar.. terus ini gimana weh? percuma kalau tangan nya ga bisa di gerakin, sama aja kayak ga punya tangan" Ara masih saja merengek karena tangan palsu nya rusak.

"nanti gue benerin deh"

Cio melirik kearah Chika, suara tembakan tadi memang sangat terdengar keras, hingga Chika pun terbangun dari tidurnya, tapi saat ini Chika tak pernah mengalihkan pandangan nya dari Ara, ia terus menatap datar tanpa ekpresi pada adiknya itu.

"Ra gue sama Shani ke dapur dulu ya, haus" ucap Cio, ia paham situasi Chika saat ini dan Cio sengaja memberi ruang untuk dua kakak beradik ini.

Sementara Shani yang awalnya tak mengerti langsung paham saat Cio memberinya isyarat dan akhirnya Shani hanya mengikuti saja kemana Cio pergi.

Bodoh nya Ara, ia masih tak peka dengan situasinya, Ara justru hanya fokus pada tangan palsu nya yang setengah koyak itu karena tertembak tadi.

"kamu hutang banyak penjelasan sama aku" Chika sudah tak tahan lagi, ia benar-benar marah pada Ara saat ini.

"Aku pasti jelasin tapi ga sekarang"

"terus kapan!, aku ini kamu anggep apa Ra? bahkan untuk hal sebesar ini yang mengancam nyawa kamu, aku ga tau sedikit pun"

"Tenang dulu.."

Chika langsung menepis tangan Ara yang hendak menyentuhnya, bahkan tatapan Chika semakin buram karena air mata yang menggenang di pelupuk matanya.

Ara semakin merasa bersalah, tapi ia bingung harus berbuat apa, ia tak mungkin menceritakan semuanya di saat genting seperti ini.

Tiba-tiba salah seorang penjaga datang menghampiri Ara.

"Maaf Non, mereka berhasil melarikan diri tapi kita sempat foto plat nomor mobilnya jadi non bisa lapor polisi"

Ara terdiam, saat ini mungkin nyawa Maminya yang jadi taruhan nya, ia tak mau gegabah mengambil sikap.

"ga perlu pak, simpan dulu aja foto nya" Ucap Ara dan tentu itu semakin membuat Chika heran.

"baik non, permisi"

Ara menganggukan kepalanya lalu kembali hanyut pada pikirannya yang cukup kacau saat ini.

"Kenapa kamu ga lapor polisi, kalau mereka datang lagi terus ngelukain kamu gimana? kamu ini kenapa sih?!"

Ara sudah tak tahan lagi, ia sedang pusing saat ini tapi Chika terus saja meminta penjelasan padanya.

Tak ada cara lain, tanpa berkata sedikitpun Ara langsung mendorong kursi roda Chika dan membawa Chika kembali ke kamarnya tak peduli jika Chika terus melayangkan protes padanya.

Ara menutup pintu kamar Chika, Chika masih menatap tajam kearahnya, Ara tau kakak nya itu sedang marah padanya.

"mereka suruhan Om Gito, kak Chika tau kan sejahat apa dia, tapi kakak tenang aja, aku dan kak Cio akan terus berusaha buat jaga kakak" Ara berucap lembut pada Chika, berharap Chika bisa sedikit lebih tenang dan mengerti dengan keadaan nya.

Pelangi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang