53

9.6K 654 36
                                    

Tak ada lagi rasa, hatinya seolah telah beku dan tak bisa merasakan apapun.
Di dalam diam nya, ia seperti benda mati yang tak merespon apapun yang terjadi di sekitar nya.

"Ra..."

Barulah kini wajahnya sedikit bergerak, ia menatap seorang lelaki yang memakai baju berwarna orange khas tahanan kepolisian.

"waktu nya udah hampir habis, dan kamu dari awal sampai sekarang cuma diem ga jelas" Cio berucap sebal.

Kini Cio ditahan karena menembak Shani sampai tewas, dan jelas saat ini ia hanya punya waktu sebentar untuk bertemu dengan siapapun, tapi sekarang Ara justru hanya diam menatap kosong Cio dari sejak awal ia datang.

"kamu sebenarnya mau apa Ra" Cio terlihat fruatasi. Jujur saja ia sangat khawatir pada Ara saat ini.

"aku ga mau apa-apa, bahkan aku ngerasa semuanya udah berakhir kak"

Baru saja Cio hendak berbicara, tapi salah seorang polisi langsung menghampiri nya karena waktu berkunjung sudah habis.

"dengerin gue Ra, lo bisa tanpa gue, lo  ga boleh gini terus, tunggu gue, setelah hukuman gue berakhir, lo orang pertama yang akan jadi tempat gue pulang"

Polisi pun membawa Cio untuk kembali ke sel nya, menyisakan Ara yang masih diam dengan tatapan sayunya.

Di usianya saat ini mungkin orang sebayanya tak akan kuat menerima masalah hidup serumit ini.
Ara memang lahir dari keluarga kaya raya, tapi Tuhan memberinya fisik yang tak sempurnya, di buang oleh Ayahnya sendiri, berjuang hidup dengan segala kekurangan yang ia terima dan saat sudah besar ia terjerumus kedalam sebuah cinta yang salah.

***

Ara menghela nafasnya.  Di hadapan nya kini terbaring lemah wanita yang sangat ia cintai, kulit nya yang putih terlihat pucat. Matanya masih terpejam sejak kejadian itu, dan ia teramat sangat membuat hati seorang Ara hancur berkeping-keping.

Diraihnya tangan lentik yang lemah itu, Ara menggenggam kuat jemari Chika dan sesekali mengecup punggung tangan nya.

Mata Ara terpejam kuat bahkan air matanya yang terus keluar seolah tak ia rasa sama sekali.

"Bangun kak, aku bener-bener ga kuat" isak Ara, Ia terus menerus menyalahkan dirinya sendiri, Seharuanya ia yang tertusuk tapi Chika rela mempertaruhkan nyawanya hingga kini ia koma seperti ini.

"aku udah ga punya siapa-siapa lagi, aku mohon bangun kak"

Aya yang melihat itu dari balik kaca hanya bisa menangis, disampingnya Putra terus memberikan ketenangan lewat elusan di punggung Aya.

"aku ga bisa liat anak-anak kayak gini, aku ga bisa" lirih Aya.

"berdoa Ay, cuma Tuhan yang bisa kasih akhir yang bahagia buat mereka"

Aya mengangguk dengan pasrah, ia tentu sama sakitnya, baginya Ara atau Chika hanya anak-anak yang harus merasakan dampak dari kesalahan orang dewasa.

****

Sore itu, cuaca mungkin juga mendukung suasana hati Ara yang sedang sendu.

Ia masih duduk di samping Chika yang masih betah memejamkan matanya.

"hujan" gumam Ara sambil memandang alur yang di ciptakan air hujan di kaca jendela.

"kak.. aku mau berubah, aku mau kita bahagia sesuai takdir yang Tuhan berikan, aku juga mau liat kak Chika bahagia" Ara tersenyum tipis, hatinya masih terasa sangat sakit.

Cukup lama Ara memandang wajah Chika, air matanya tak lagi mengalir, entah sudah benar-benar habis atau ia sudah mulai ikhlas dengan semuanya.

Ara beranjak, mengecup kening Chika cukup lama seolah sedang melepaskan rasa sesak lewat kecupan terakhir yang ia berikan untuk orang yang dicintainya itu.

"aku sayang kakak, tapi aku menyerah" ucap Ara. wajahnya masih berada sangat dekat dengan wajah Chika hingga ia bisa dengan jelas melihat ada air mata yang keluar dari sudut mata Chika.

Ara tau Chika pasti mendengarnya, ia sudah siap dengan semua kemungkinan yang akan terjadi.

Tangan Chika bergerak dengan perlahan dan Ara sadar akan itu.

tangisan nya kembali pecah, melihat mata Chika yang perlahan terbuka.
Bukankah ini yang Ara mau?
Bukankah ini yang Ara tunggu-tunggu?, tapi rasanya semakin sakit saat melihat Chika terbagun dan menatap kearahnya seperti ini.

"tidurnya nyenyak banget ya? sampe lama banget" gurau Ara, ia tersenyum dengan air mata yang terus saja menetes.

"jangan nangis" ucap Chika dengan sangat lemah.

"engga, aku ga nangis" Ara mengusap kasar air matanya dan kembali tersenyum.

"kakak mau apa sekarang? bilang sama aku"

Chika menggelengkan kepalanya tapi tangan nya menggenggam erat tangan Ara dengan sisa tenaga nya.

"aku ga pernah nyenyak, aku bahkan denger semua yang selalu kamu ucapin"

Ara memalingkan wajahnya, ia tau pasti kata-katanya selalu melukai hati Chika.

"Araa.."

Ara masih saja memalingkan wajahnya, menahan air matanya agar tak lagi menetes.

"Ra.."

"Hmm?"

Ara menoleh, tapi matanya tetap enggan menatap wajah Chika.

" makasih udah selalu jaga aku, makasih udah jadi pelangi di hidup aku yang abu-abu, aku bersyukur banget punya adek kayak kamu"

Ara mengangguk pelan, kini ia cukup berani menatap wajah Chika yang masih terlihat lemah.

"baru sadar, jangan dulu ngoceh"

Ara mencolek pelan hidung Chika hingga Chika menampakan wajah kesalnya dan itu justru sukses membuat Ara tertawa, walaupun terlihat miris untuk siapapun yang melihatnya saat ini.

"mulai sekarang, aku akan jaga kakak kesayang aku yang satu ini, jadi kalau nanti ada cowok yang mau deketin kak Chika, harus aku ospek dulu"

Chika tertawa, ia merasa sangat gemas pada Ara saat ini.

"iyaa, tapi adek aku ga boleh pacaran dulu ya"

"ih kok gitu?"

"aku belum siap liat kamu gede, tetep jadi bocil nya aku ya, hmm... sampai aku nikah deh"

"iih curaaang"

Chika kembali tertawa, walaupun masih terlihat sangat lemah.
ia pun kini sudah ikhlas dengan semua nya. Baginya mencintai Ara bukanlah kesalahan karena ia tak pernah bisa memilih untuk menjatuhkan cintanya kepada siapa.
Tapi sekarang mencintai Ara adalah sebuah cerita indah yang cukup untuk di kenang saja, membiarkan semuanya tersimpan rapi di dalam ingatan nya.

Ara bisa bernafas lega saat ini, mungkin masih banyak hal yang belum Chika tau. Tapi terlepas dari setiap masalah rumit yang sempat mereka lewati, itu sudah lebih dari cukup.

Mulai saat ini dan seterusnya ia tetap akan menjaga Chika  walaupun harus dengan cerita yang berbeda, menjaga nya hanya sebatas seorang adik yang menyayangi kakak nya.

Ini bukan akhir yang menyedihkan, tapi ini akhir yang bahagia dari setiap perjalanan cinta yang memang tak di takdirkan untuk bersatu tapi mereka tetap bisa bersama walaupun dengan cara yang berbeda.

Mereka berdua hanyalah bukti betapa Tuhan lebih bisa mengerti apa yang mereka butuhkan, bukan yang hanya sekedar mereka mau.

****Tamat****

Pelangi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang