"ARTHUR FUCKIN HANDERSON!!" teriak Velyn dari dalam kamar.
Melihat isi lemari yang ada di depannya membuat napas Velyn memburu. Ia mengepal kuat tangannya hingga menampakkan urat. Rahangnya pun sudah mengeras pertanda akan adanya peperangan setelah ini.
"ARTHUR!!!" Sekali lagi Velyn berteriak, namun sayangnya tak ada sahutan dari Arthur.
Hal itu membuat Velyn semakin naik pitam. Masih dengan jubah mandi serta rambut yang basah, Velyn bergegas keluar dari kamar.
Matanya kemudian tertuju ke arah ruang tamu yang berada di lantai satu. Velyn bisa melihat jelas sosok pria berbaju piyama yang tengah duduk di sofa sambil bermain laptop. Tak mau berlama-lama, Velyn pun segera menuruni anak tangga untuk menghampiri pria yang tak lain adalah Arthur.
Tepat saat berdiri di samping Arthur, Velyn langsung menarik telinga pria itu tanpa ampun.
"ARGH!! APA YANG KAU LAKUKAN?!!" Arthur menjerit sembari memegang telinganya yang sedikit memerah.
"Kau tuli? Daritadi aku memanggilmu di kamar!" bentak Velyn.
Acuh tak acuh, Arthur kembali mengalihkan pandangannya ke layar laptop nya. "Kamar itu kedap suara. Mana mungkin suaramu terdengar sampai luar."
Kesal karena diabaikan, Velyn pun langsung menutup layar laptop milik Arthur.
Mulut Arthur spontan terbuka lebar melihat benda yang tadinya menyala kini mati. Perlahan wajahnya mendongak ke atas, menatap Velyn geram.
Detik selanjutnya Arthur bangkit berdiri, lalu mengguncangnya pundak Velyn. "Kenapa kau tutup, bodoh! Apa kau tidak lihat aku sedang bekerja?!"
"I DON'T CARE," tekan Velyn setelah menyingkirkan tangan Arthur dari pundaknya. "Kau tau apa yang lebih penting?"
"Tak ada yang lebih penting dari pekerjaan," balas Arthur tak mau kalah.
Velyn menghela napas panjang. Selanjutnya, ia mengangkat tangannya naik untuk menjambak rambut Arthur membuat pria itu tertunduk ke bawah. Dengan tingkat keberanian di atas rata-rata, Velyn menarik rambut Arthur dan membawa pria itu menuju kamarnya.
Jangan tanyakan semarah apa Arthur sekarang. Ia membenci siapapun yang berani memegang rambutnya. Tak hanya itu, bahkan sekarang Arthur merasa harga dirinya sedang diinjak-injak oleh seorang wanita.
Dan sialnya, wanita yang sedang menarik rambutnya sekarang bukanlah wanita biasa.
Arthur, kenapa kau tidak melawan, bodoh?!! Mafia macam apa kau ini. Batin Arthur geram pada dirinya sendiri.
Sesampainya di kamar, Velyn langsung melepaskan tangannya dari rambut Arthur.
"Baju macam apa ini?!" Velyn menunjuk lemari yang berisi beberapa lingerie serta lipatan-lipatan pakaian wanita feminim pada umumnya.
Sungguh Velyn sangat anti dengan pakaian seperti itu.
Arthur mengernyit heran seolah tak paham maksud Velyn. "Apa salahnya?"
"Ck! Mana mungkin aku memakai baju seperti ini. Lihat!" Velyn memperlihatkan baju atasan tanpa lengan kepada Arthur.
Lanjut, Velyn mengambil hotpants juga rok pendek dari dalam lemari nya. "Dan ini?"
"Damn it!!" Velyn melemparkan celana itu ke lantai. "Aku tidak mau memakainya."
"Tak usah pakai baju kalau begitu," ucap Arthur santai.
"Apa kau gila? Aku tau ini semua hanya akal-akalan mu. Dengan begitu aku bisa memakai baju pendek dan kau terpancing dan kita akan melakukan hal yang menjijikkan. Aku tau isi otak mesum mu itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
VELUNA [SELESAI]
Romance"Pada dasarnya, menikah dengan musuh bukanlah jalan menuju balas dendam." [𝙎𝙚𝙦𝙪𝙚𝙡 𝘽𝙖𝙮𝙞 𝘿𝙞𝙣𝙜𝙞𝙣] [𝘿𝙖𝙥𝙖𝙩 𝙙𝙞𝙗𝙖𝙘𝙖 𝙨𝙚𝙘𝙖𝙧𝙖 𝙩𝙚𝙧𝙥𝙞𝙨𝙖𝙝]