DORRRR!!
"VELYN!!!" teriak Arthur tersentak kaget.
Suara nyaring yang berasal dari senjata api sukses mengundang perhatian semua orang yang ada di bandara. Suasana mendadak ricuh setelah kejadian tembakan itu. Semua yang tadinya berada di sekitar Velyn, seketika berlari terbirit-birit begitu melihat Velyn meringis pelan.
Satu peluru yang datang entah darimana berhasil mengenai telapak tangan kanan Velyn. Beruntung ia buru-buru bergerak menjauh dari Arthur. Jika tidak, mungkin dapat dipastikan peluru itu akan menembus perut buncitnya.
"Damn!" Velyn dapat melihat darah segar mengalir dari telapak tangannya yang nampak bolong akibat peluru.
Arthur pu terbelalak melihat tangan Velyn. Dengan langkah jenjangnya, ia segera mendekati Velyn. Ia meraih tangan wanita itu dan melihat satu buah peluru menancap di dalam sana.
Tangan Arthur terasa bergetar saat memegang tangan Velyn. Sedangkan Velyn, ia sama sekali tak merasa kesakitan. Ia justru memandang ke arah luar dimana terlihat seseorang berkostum serba hitam tengah berlari menjauh.
Velyn sangat yakin bahwa orang itulah pelaku yang baru saja menembaknya.
Tanpa basa-basi lagi, secepat mungkin Velyn berlari keluar untuk menghampiri orang itu. Tangannya yang berlumuran darah tak begitu membuat Velyn menyerah. Ia malah mengepal kedua tangannya itu seolah memperlihatkan bahwa ia sedang marah.
"VELYN, KAU MAU KEMANA?!!" Arthur refleks ikut berlari mengikuti istrinya. Sungguh, ia hanya khawatir dengan keadaan istrinya itu.
Velyn sama sekali tak menghiraukan Arthur. Ia tak ingin mengalihkan pandangannya dari orang yang sekarang kabur dari hadapannya.
Semakin memperhatikan orang itu, Velyn semakin menyadari sesuatu. Tiba-tiba ia seperti tak asing melihat lekuk tubuh serta kostum yang orang itu gunakan.
"Oh fuck!! Pasti dia juga yang bakar VioleTics." Velyn bergumam disela-sela larinya.
Arthur ngos-ngosan masih terus berlari mendekati Velyn. Sialnya, kehamilan Velyn tak membuat wanita itu lengah. Bahkan sekarang ia terlihat sangat anteng berlari laju seperti kuda liar.
"Huh! Sebenarnya terbuat dari apa wanita itu?! Kenapa larinya laju sekali? Dan tangannya... Ya ampun, apa dia tidak merasa kesakitan?" Arthur menggerutu, memperhatikan darah Velyn yang menetes di aspal.
"VELYN, KU MOHON BERHENTI!!" perintah Arthur dengan suara yang cukup keras.
Velyn masih tak menggubris.
"SETIDAKNYA KELUARKAN DULU PELURU ITU DARI TANGANMU, BODOH!! AKU TIDAK MAU KAU KENAPA-KENAPA," lanjut Arthur yang sudah tak kuat lari.
Usai sudah usaha Arthur. Ia tak kuasa lagi. Ia pun berhenti di tengah jalan dengan napas yang tersengal-sengal sambil memegangi dadanya. Belum lagi matahari di siang ini cukup terik. Tentu saja akan menguras energi yang cukup banyak.
"Pak, kemana perginya pelaku penembak tadi?" tanya salah seorang pengawas bandara.
"Khee... Shanahh... Chepat khau... Kejhar. Dashar bodoh! Khenpah malah... Istrikhu yang lebih cephat... Darih khalian?!" Arthur berusaha menetralkan pernapasannya.
Para pengawas bandara itu pun langsung berlari setelah Arthur menunjuk ke arah jalan sempit diantara gedung-gedung tinggi.
Arthur mengusap wajahnya yang sudah dipenuhi oleh keringat. Ia pun ikut melanjutkan langkahnya dari belakang para pengawas itu untuk menghampiri Velyn.
Di lain tempat...
Velyn semakin gregetan begitu pelaku yang menembaknya tadi sudah semakin dekat dengannya. Dengan sekali tendangan, akhirnya Velyn berhasil membuat orang itu tersungkur di atas tanah.
KAMU SEDANG MEMBACA
VELUNA [SELESAI]
Romance"Pada dasarnya, menikah dengan musuh bukanlah jalan menuju balas dendam." [𝙎𝙚𝙦𝙪𝙚𝙡 𝘽𝙖𝙮𝙞 𝘿𝙞𝙣𝙜𝙞𝙣] [𝘿𝙖𝙥𝙖𝙩 𝙙𝙞𝙗𝙖𝙘𝙖 𝙨𝙚𝙘𝙖𝙧𝙖 𝙩𝙚𝙧𝙥𝙞𝙨𝙖𝙝]