"Apa tujuanmu datang ke sini?" tanya Arthur langsung pada intinya.
"Tentu aku ingin menjemput kakakku."
Arthur tertawa remeh melihat keberanian Luna. "Kau tak ada hak mengambil Velyn dari suaminya."
"Tapi aku berhak menyelamatkan kakakku dari musuhnya," tekan Luna sukses membungkam mulut Arthur.
"Aku yakin, Velyn pasti akan membencimu jika dia tau kalau kau adalah musuh terbesarnya," lanjut Luna menatap Arthur tajam.
"Asal kau tau-- uhuk!" Lantas perkataan Luna terpotong begitu tangan kiri Arthur berhasil mencengkram kuat lehernya.
Masih dengan tangan yang mencekik leher Luna, Arthur kemudian menghentakkan punggung wanita itu hingga menubruk dinding. Hal itu refleks membuat Luna mengerang kesakitan. Sama halnya dengan wajah Luna yang memerah akibat menahan sakit, wajah Arthur pun tak kalah merah akibat amarah yang semakin membara.
Dengan susah payah Luna memukul-mukul tangan Arthur, berharap agar si empunya melepaskan cengkraman itu. Nyatanya, Arthur sama sekali tidak peduli. Ia justru semakin mengeratkan cengkraman tangannya di leher Luna.
"Akh... A-Arthur, le-lepaskan." Dengan sekuat tenaga, kedua tangan Luna berusaha menarik tangan kiri Arthur.
Melihat wajah tersiksa Luna membuat Arthur tersenyum miring.
"Kau mengatakan hal itu seolah kau orang baik saja," ucap Arthur tanpa melepaskan tangannya dari leher Luna.
"A-aku khkk—" Lagi-lagi perkataan Luna terpotong kala Arthur menarik lehernya dan mendekatkan bibir Luna ke telinganya.
"Katakan dengan jelas," pungkas Arthur seraya mengerutkan keningnya.
"L-lepaskan b-brengsek!"
Detik itu juga Arthur langsung melepaskan cengkraman tangannya dari leher Luna. Ia terkekeh pelan melihat wajah merah Luna.
"Sebenarnya bisa saja kau mati di sini. Tapi aku masih tak mau berurusan dengan Daddy sialanmu itu. Pasti dia akan menghabisiku setelah aku membunuh anak kesayangannya," sindir Arthur diselingi tawa ringan.
"I don't give a fuck!" celetuk Luna seraya mengibaskan rambutnya ke belakang.
(Aku tidak peduli)
Baru saja Luna hendak melangkah pergi, dengan cepat Arthur menarik rambutnya dari belakang membuat langkah itu kembali terhenti. Perlahan Arthur berjalan mendekati Luna. Ia sedikit membungkukkan badannya agar bibirnya bisa sejajar dengan telinga wanita itu.
"Kau ingin kita main bongkar-bongkaran sekarang? Apa tidak terlalu cepat?" bisik Arthur bertanya.
Tanpa basa-basi lagi, Luna langsung menarik rambutnya dari tangan Arthur. Dengan begitu, barulah ia bergegas menuju lift yang akan membawanya turun.
Dan lagi, langkah Luna sontak terhenti saat tiba di depan pintu lift yang terbuka. Ia berpapasan dengan pria paruh baya yang mengenakan mantel hitam beserta topi fedora dengan warna yang senada.
Luna memutar bola matanya malas ketika pria itu menatapnya lama.
Selang beberapa detik, Luna kemudian melangkah masuk ke dalam lift itu.
Sambil berjalan tergopoh-gopoh dengan tumpuan satu kaki serta tongkat, pria itu pun langsung keluar dari lift tersebut.
Spontan mata Arthur membola ketika melihat pria yang baru saja keluar dari lift itu.
"Paman Kevin?!! Oh shit, dia datang di waktu yang salah."
Sontak Arthur buru-buru masuk ke dalam penthouse nya, lalu menutup dan mengunci pintunya rapat-rapat. Secepat mungkin ia berlari menuju kamar mandi, berniat menghampiri sang istri.
KAMU SEDANG MEMBACA
VELUNA [SELESAI]
Romance"Pada dasarnya, menikah dengan musuh bukanlah jalan menuju balas dendam." [𝙎𝙚𝙦𝙪𝙚𝙡 𝘽𝙖𝙮𝙞 𝘿𝙞𝙣𝙜𝙞𝙣] [𝘿𝙖𝙥𝙖𝙩 𝙙𝙞𝙗𝙖𝙘𝙖 𝙨𝙚𝙘𝙖𝙧𝙖 𝙩𝙚𝙧𝙥𝙞𝙨𝙖𝙝]