Huhuhuu.... Maaf ya baru bisa update sekarang ಥ‿ಥ Kemarin² sibuk banget di rl, jadi ga sempet nulis. Mknya baru bisa up tengah malam gini.
Yaudah yuk tekan bintang dulu sebelum baca!!
Biar author nya makin semangat nulis:*•••
"Bagaimana keadaan Kakek ku, Marko? Dia masih hidup kan?" tanya Velyn yang tengah duduk di atas ranjang kasurnya, tepat di samping kepala Dirga.
Marko melepaskan stetoskop dari lehernya sebelum membuka suara, "Ah, dia hanya pingsan, Nyonya. Mungkin sebentar lagi Tuan Dirga akan bangun."
"Huft... Ternyata hanya pingsan." Velyn menghapus keringat yang membasahi keningnya.
"Kau belum memasukkan eartips nya ke telingamu, Bodoh!" timpal Arthur.
Menyadari kebodohannya, sontak Marko memukul jidatnya sendiri. "Hahaha astaga... Aku lupa."
Ia pun kembali memeriksa detak jantung Dirga. Tak lupa Marko memasukkan eartips stetoskop itu ke dalam telinganya terlebih dahulu. Dengan begitu, barulah ia mulai memeriksa detak jantung Dirga.
Selang beberapa detik kemudian, mata Marko seketika membola. Dengan panik ia menempelkan ujung stetoskop itu ke semua bagian dada Dirga.
Namun, hasilnya masih tetap sama.
Melihat kepanikan Marko tentu saja membuat Velyn ikut merasa khawatir. "Bagaimana bagaimana?!" tanyanya.
Selesai memeriksa Dirga, Marko menghela napas panjang. Ia memperhatikan Velyn dan Arthur secara bergantian dengan tatapan yang sangat sulit untuk diartikan.
"Huh! Sudah ku bilang dia hanya pingsan biasa, Tuan, Nyonya."
Velyn mengelus dadanya, merasa lega setelah mendengarkan perkataan Marko.
"Tapi, kenapa tadi aku tak mendengar detak jantungnya?" tanya Velyn kemudian.
"Detak jantung seorang lansia seperti Tuan Dirga ini memang ritme nya lebih lambat, Nyonya. Kondisi ini bukanlah sesuatu yang berbahaya. Nyonya tenang saja. Mungkin Tuan Dirga hanya kelelahan," jelas Marko membuat Velyn mengangguk paham.
"Jadi, Kakek ku belum meninggal kan?" tanya Velyn lagi.
"Belum, Nyonya. Tetapi, umur Tuan Dirga tak menjamin dia bisa hidup lebih lama lagi. Bisa saja besok pagi dia sudah—"
PLAK!!
•••
Setelah kejadian semalam, Luna memutuskan untuk tidak pulang ke apartemennya. Ia merasa malu menggunakan semua fasilitas yang diberikan Arsean.
Sebenarnya bisa saja Luna pergi menemui Kevin, namun ia tak sudi. Ia sangat menyesal pernah mempercayai perkataan pria gila itu.
Dan kekasih nya? Ah, jangan lupakan bahwa Jae sudah memutuskan hubungan diantaranya dan Luna. Alhasil, sekarang Luna tak memiliki apa-apa lagi.
Sejak malam hingga pagi, ia senantiasa berdiri di pinggir jembatan penyeberangan. Dari sana ia dapat memandangi sungai yang mengalir di bawah jembatan itu.
"Hidupku sudah tidak berguna lagi," gumamnya merasa hampa.
Entah tarikan darimana membuat wanita itu seketika menaikkan kakinya di pembatas jembatan yang terbuat dari besi. Tatapannya kosong menatap arus sungai yang mengalir laju di bawahnya.
Baru saja satu satu kakinya hendak keluar dari pembatas jembatan itu, tiba-tiba saja ada tangan yang menarik pinggangnya membuat kaki Luna sontak terpeleset. Alhasil, tubuhnya pun refleks jatuh ke belakang hingga menubruk dada seseorang.
KAMU SEDANG MEMBACA
VELUNA [SELESAI]
Romance"Pada dasarnya, menikah dengan musuh bukanlah jalan menuju balas dendam." [𝙎𝙚𝙦𝙪𝙚𝙡 𝘽𝙖𝙮𝙞 𝘿𝙞𝙣𝙜𝙞𝙣] [𝘿𝙖𝙥𝙖𝙩 𝙙𝙞𝙗𝙖𝙘𝙖 𝙨𝙚𝙘𝙖𝙧𝙖 𝙩𝙚𝙧𝙥𝙞𝙨𝙖𝙝]