Rasa mual di perut Velyn seketika membuatnya terbangun dari tidur. Detik selanjutnya ia terkesiap begitu membuka matanya. Hal yang pertama kali ia lihat adalah dada bidang Arthur yang tak tertutupi oleh kain.
"Ngh... Dimana ini?"
Dengan berhati-hati Velyn melepaskan tangan Arthur yang melingkar di pinggangnya, lalu mengubah posisinya menjadi duduk.
Velyn meringis pelan saat merasa sedikit pening, tetapi perlahan ia berusaha beradaptasi dengan kondisinya.
"Sshh, sudah malam?"
"Ugh—" Refleks Velyn membekap mulutnya saat merasa ingin memuntahkan sesuatu.
Buru-buru ia melompat turun dari kasur, berlari menuju toilet yang kebetulan ada di kamar itu. Tiba di sana, secepat mungkin Velyn berlutut menghadap kloset dan langsung memuntahkan semua isi perutnya.
"HUEK... HUEK...."
Mendengar suara Velyn dari toilet berhasil membangunkan Arthur. Dengan mata setengah tertutup serta nyawa yang belum sepenuhnya terkumpul, Arthur bergegas menghampiri istrinya di toilet.
"Kau sudah tak mabuk lagi?" tanya Arthur dengan suara khas bangun tidur.
"Sial, jadi tadi aku mabuk?" balas Velyn ikut bertanya.
Arthur mengangguk samar-samar.
"Ck! Buang-buang waktu saja." Setelah dirasa perutnya sudah agak enakan, barulah Velyn beralih membasuh seluruh wajahnya.
"Aku harus pergi," lanjut Velyn melangkah keluar dari kamar Arthur.
Spontan mata Arthur terbuka lebar. Seketika rasa kantuknya menghilang begitu saja.
"Kemana?"
"Aku ada urusan penting."
"Kau bisa melakukannya besok, Velyn. Ini sudah malam. Kau baru saja pulih setelah minum alkohol terlalu banyak."
Velyn menampakkan senyum selebar mungkin dan dalam hitungan detik wajahnya kembali datar. "Aku baik-baik saja."
"Huh! Kau ini keras kepala." Arthur segera memalingkan wajahnya acuh seakan memperlihatkan bahwa dirinya merajuk.
Perlahan, tangan Velyn bergerak merengkuh wajah Arthur agar menoleh ke arahnya. Dengan begitu, kedua wajah mereka pun kini saling berhadapan.
Cup...
Velyn mengecup bibir Arthur cukup lama membuat tubuh Arthur seketika menegang. Sebisa mungkin Arthur menahan bibirnya agar tidak tersenyum.
Bagi Arthur, tak ada yang lebih menyenangkan dibandingkan mulut Velyn yang menyosor lebih dulu.
Ibu jari Velyn pun bergerak lembut, maju mundur di rahang Arthur. "Nanti aku akan pulang."
"Pulang kemana?"
"Ke apartemen ku."
Kesal, Arthur sontak menggendong tubuh Velyn membuat wanita itu refleks memegang pundaknya.
"Kau benar-benar ingin pulang ke apartemen mu?" tanya Arthur sambil mendongakkan kepalanya menatap Velyn.
"Kalau kau mengizinkan," jawab Velyn.
Lagi-lagi perkataan Velyn sukses membuat Arthur tersenyum kecil. Baru kali ini ia merasa dihargai sebagai suami.
"Kalaupun kau tidak mengizinkan, aku akan tetap pulang ke apartemen ku. Siapa kau yang harus ku turuti," lanjut Velyn anteng.
Wajah Arthur pun seketika kembali datar. "Kau pandai membolak-balikkan perasaan."
Velyn cekikikan pelan. "Aku hanya bercanda, honey."
KAMU SEDANG MEMBACA
VELUNA [SELESAI]
Romance"Pada dasarnya, menikah dengan musuh bukanlah jalan menuju balas dendam." [𝙎𝙚𝙦𝙪𝙚𝙡 𝘽𝙖𝙮𝙞 𝘿𝙞𝙣𝙜𝙞𝙣] [𝘿𝙖𝙥𝙖𝙩 𝙙𝙞𝙗𝙖𝙘𝙖 𝙨𝙚𝙘𝙖𝙧𝙖 𝙩𝙚𝙧𝙥𝙞𝙨𝙖𝙝]