5 bulan kemudian...
Malam ini, kota Bontang diguyur hujan. Di dalam kamar, terlihat sosok wanita berbadan dua tengah duduk termenung ditemani oleh teh hangat serta berbagai jenis gorengan.
Velyn memandangi rintik hujan lewat jendela kamar. Sesekali wanita berdaster kuning itu mengusap lembut perut buncitnya. Sudah lima bulan Velyn meninggalkan Los Angeles. Selama itu juga Velyn tak ada lagi berkomunikasi dengan keluarga bahkan teman-temannya.
Semakin lama, Velyn semakin merasa bahwa dirinya adalah seorang pecundang. Seorang pecundang yang penakut dan memilih bersembunyi dari lawan.
"Oh Velyn, ada apa denganmu? Kalau kau takut kehilangan Arthur, seharusnya kau melawan. Bukan bersembunyi seperti wanita bodoh!" gumam Velyn pada dirinya sendiri.
Setelah Arthur menceritakan semua masa lalunya pada Velyn, rasa benci Velyn pada Luna juga semakin menjadi-jadi. Persetanan Luna adalah saudara kandungnya. Wanita itulah yang membuat Arthur jadi begini.
Dan Kevin, Velyn berjanji bahwa nyawa pria gila itu akan mati di tangannya.
"Hey, ku kira kau sudah tidur." Mendengar suara tak asing dari arah belakang refleks membuat Velyn menoleh.
Terlihat sosok pria berkaos oren serta celana hitam selutut sedang berdiri di depan pintu. Rambutnya pun terlihat basah dan berantakan seperti orang yang baru habis mandi.
"Kau sudah selesai mancing?" tanya Velyn saat Arthur berjalan menghampirinya.
Hanya sekadar info, selama tinggal di sini, Velyn menyuruh Arthur untuk membantu Pak Agus memancing di laut. Hal itu dikarenakan Velyn tak mau membebani Pak Agus dan Bu Lastri. Dua orang tua itu sudah terlalu baik pada mereka.
Arthur pun hanya mengangguki perkataan sang istri sebelum mengubah posisinya menjadi duduk di hadapan Velyn yang berada di atas kursi.
Tangan Arthur kemudian bergerak untuk memeluk pinggang istrinya. Ia membenamkan wajahnya diperut Velyn sambil sesekali mencium perut buncit wanita itu.
"Arthur," panggil Velyn dan dijawab deheman oleh Arthur.
"Aku ingin pulang."
Perkataan Velyn barusan sukses membuat Arthur mendongakkan kepalanya. Ia mengerutkan keningnya pertanda heran.
"Aku tak mau terus bersembunyi seperti ini," resah Velyn.
Arthur menghela napas panjang. Ia meraih tangan Velyn, lalu mengelus lembut punggung tangan itu.
"Kita masih dalam bahaya, Sayang."
"Arthur, semakin lama kita lari dari masalah, semakin lama juga masalahnya akan selesai. Setidaknya jika tidak mau melawan, kita harus berani menghadapinya."
"Aku masih belum siap."
"Kenapa, Arthur? Kau selalu mengatakan bahwa kau belum siap. Kalau kau takut, aku berjanji akan membantumu. Kebetulan Daddy ku juga sangat tau bagaimana seluk beluk Tifon. Ku rasa dia bisa membantu."
KAMU SEDANG MEMBACA
VELUNA [SELESAI]
Romance"Pada dasarnya, menikah dengan musuh bukanlah jalan menuju balas dendam." [𝙎𝙚𝙦𝙪𝙚𝙡 𝘽𝙖𝙮𝙞 𝘿𝙞𝙣𝙜𝙞𝙣] [𝘿𝙖𝙥𝙖𝙩 𝙙𝙞𝙗𝙖𝙘𝙖 𝙨𝙚𝙘𝙖𝙧𝙖 𝙩𝙚𝙧𝙥𝙞𝙨𝙖𝙝]