Suara jarum jam yang bergerak setiap detik mengisi kesunyian ruang kamar Arthur dan juga Velyn. Kini jam sudah menunjukkan pukul tiga dini hari, namun Velyn masih belum merasakan kantuk sama sekali.
Saat ini Velyn tengah duduk di kursi yang menghadap langsung ke dinding kaca bening yang tak tertutupi oleh tirai. Biasanya tirai itu akan ditutup jika malam hari, namun kali ini Velyn memilih untuk membukanya. Walau terlihat transparan dari dalam, akan tetapi dinding kaca tersebut terlihat hitam jika dilihat dari luar.
Lewat dinding kaca itulah Velyn dapat memandangi hamparan luas kota Los Angeles dan ditemani sebungkus batang rokok.
Bisikan Kevin semalam benar-benar membuat Velyn tak bisa tidur.
"Jangan asal menuduh, Nak. Pelakunya tak jauh dari orang-orang terdekatmu."
Awalnya Velyn mengira bahwa perkataan Kevin saat itu hanyalah akal-akalan saja agar Velyn terperdaya. Tetapi, di sisi lain Velyn juga merasa ada sesuatu yang janggal. Ia baru Ingat terkait pesan Daren sewaktu dirinya masih berada di Rotterdam. Kurang lebih seperti ini :
| Velyn, cepat pulang.
| Kau dalam bahaya.
| Dimana lokasimu sekarang?
| Akan aku jemput.Beruntung saat itu Velyn dapat mengambil kartu teleponnya dari genggaman Arthur. Itu sebabnya ia bisa membaca pesan yang Daren kirim.
"Apa yang sebenarnya Daren tau?" gumam Velyn sebelum menghisap rokoknya.
Velyn ingin berprasangka buruk pada Daren, akan tetapi ia juga tak yakin. Dia tau bahwa Daren memang sangat tertutup sejak dulu. Walau begitu, bukan berarti Daren jahat padanya. Daren memiliki cara tersendiri untuk melindungi Velyn.
Velyn sangat kenal Daren. Pria itu rela menyembunyikan segala fakta yang dia tau dan memilih menghadapinya seorang diri demi melindungi Velyn.
Tak lama kemudian, Velyn menoleh ke belakang. Memperhatikan wajah damai Arthur yang sedang tertidur pulas di atas kasur.
Entah kenapa, tiba-tiba dia juga jadi curiga pada suaminya sendiri.
Soal pernyataan Kevin saat itu, hanya Velyn lah yang tau. Velyn tak mau memberitahu orang disekitarnya karena ia takut ada salah satu diantara teman atau bahkan keluarganya yang memang benar berkhianat.
Velyn menghela napas berat memikirkan itu semua.
"Huh! Kenapa jadi ribet begini? Seharusnya dari awal aku cukup menikahi pria miskin saja. Dengan begitu aku akan mendapatkan perusahaan yang aku impikan dan aku bisa hidup menjadi wanita berkarir dan sukses. Bukankah itu sangat menyenangkan?"
Sekali lagi Velyn menghisap rokoknya. Sejak awal kehamilan, Velyn tak pernah lagi menyentuh benda itu. Baru sekarang ia dapat merasakannya lagi.
Persetanan dengan kehamilan. Ia tak peduli, mau paru-parunya hitam atau sejanin-janinnya juga. Intinya dengan rokok ia bisa menenangkan diri dan melepaskan semua beban pikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
VELUNA [SELESAI]
Romance"Pada dasarnya, menikah dengan musuh bukanlah jalan menuju balas dendam." [𝙎𝙚𝙦𝙪𝙚𝙡 𝘽𝙖𝙮𝙞 𝘿𝙞𝙣𝙜𝙞𝙣] [𝘿𝙖𝙥𝙖𝙩 𝙙𝙞𝙗𝙖𝙘𝙖 𝙨𝙚𝙘𝙖𝙧𝙖 𝙩𝙚𝙧𝙥𝙞𝙨𝙖𝙝]