Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul satu malam. Di dalam kamar, Arthur tak kunjung menutup matanya. Ia sudah mencoba berbagai jenis posisi tidur. Bahkan ia sampai menutupi wajahnya dengan bantal agar bisa segera menutup mata. Namun, hasilnya tetap sama. Setelah kejadian tadi, ia benar-benar tak bisa tidur.
Pikirannya dikuasai oleh bayang-bayang bibir Velyn.
Ngomong-ngomong soal Velyn, kemana perginya wanita itu sejak tadi? Di rumah ini pun hanya ada satu kamar. Tak mungkin ia memilih tidur di ruang tamu.
Shit!
Menyadari hal itu, Arthur buru-buru bangkit dari kasurnya. "Apa jangan-jangan dia kabur dari rumah?"
Arthur diam sejenak tampak memikirkan sesuatu. Ia pun berdecak pelan sebelum akhirnya memutuskan untuk kembali naik ke atas kasur. "Ah, mana mungkin dia berani kabur jam segini."
"Tapi dia wanita yang nekat." Segera Arthur melompat dari atas kasur, lalu berlari keluar dari kamarnya.
Ia berhenti tepat di bagian pagar tangga. Mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruang tamu yang berada di lantai bawah. Sayangnya, Arthur tak melihat keberadaan Velyn.
Secepat mungkin Arthur menuruni anak tangga. Ia berlari menuju dapur, gudang, bahkan seluruh ruangan yang ada di rumah nya. Akan tetapi, ia tetap tak menemui Velyn.
Kesal, Arthur mengacak rambutnya frustrasi sambil merutuki dirinya sendiri. "FUCK YOU, ARTHUR!! Kau sangat ceroboh!"
Selang beberapa detik, terdengar suara lolongan serigala dari belakang rumah. Tanpa basa-basi lagi, Arthur langsung berlari menghampiri kandang serigala itu. Ia sangat berharap Velyn ada di sana. Tak bisa dibayangkan bagaimana jika wanita itu benar-benar nekat pergi.
Dan benar saja. Tiba di belakang rumah, Arthur dapat melihat sosok wanita yang masih setia menggunakan jubah mandi tengah berdiri di depan kandang serigala.
"VELYN!!" teriak Arthur membuat si empunya nama berbalik badan.
Melihat kedatangan Arthur malah membuat bibir Velyn melengkung ke bawah. Gagal sudah usahanya untuk melupakan kejadian tadi.
Dengan wajah panik yang tanpa dibuat-buat, Arthur sontak mendekat, lalu memeluk erat tubuh Velyn. "Kau kemana saja...."
Hal itu malah membuat alis Velyn berkerut. "Apa-apaan kau ini!!"
"Diam!! Kau sudah membuatku panik, bodoh!" Arthur semakin mendekap erat tubuh Velyn seolah tak mau kehilangan wanita itu.
Sungguh ini adalah reaksi alami dari tubuh Arthur. Ia sendiri bingung mengapa dirinya terlalu berlebihan seperti ini. Huh! Anggap saja ini pertanda bahwa ia tak ingin kehilangan mangsanya.
"A-Arthur... Kau membuat napas ku sesak," tutur Velyn saat pelukan itu semakin mengerat.
Tersadar, refleks Arthur melepaskan tangannya dari tubuh Velyn. "M-maaf."
Velyn mengangguk sekali. Ia kemudian kembali berbalik badan untuk membelakangi Arthur.
"Kau masih marah soal kejadian tadi?" tanya Arthur asal menebak, tapi tepat sasaran.
Velyn berdecak pelan. "Lupakan saja."
Penasaran dengan ekspresi Velyn, Arthur iseng-iseng mengintip wajah wanita itu dari samping. Walau cahaya lampu di tempat ini berwarna kuning, namun merah di pipi Velyn sangat terlihat jelas.
"Pipi mu merah," bisik Arthur sembari usil menekan pipi Velyn dengan jari telunjuknya.
Spontan Velyn menjambak rambut Arthur geram membuat pria itu berteriak kesakitan. "AAWWW!!! Sshhh... Kenapa kau suka sekali menjambak rambutku?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
VELUNA [SELESAI]
Romance"Pada dasarnya, menikah dengan musuh bukanlah jalan menuju balas dendam." [𝙎𝙚𝙦𝙪𝙚𝙡 𝘽𝙖𝙮𝙞 𝘿𝙞𝙣𝙜𝙞𝙣] [𝘿𝙖𝙥𝙖𝙩 𝙙𝙞𝙗𝙖𝙘𝙖 𝙨𝙚𝙘𝙖𝙧𝙖 𝙩𝙚𝙧𝙥𝙞𝙨𝙖𝙝]