2

1.2K 182 11
                                    

Aku merasa sangat lega setelah mendengar berita bahwa pembunuh Midori sudah ditangkap. Ironisnya, pembunuh anak itu adalah tetangga dekat keluarganya. Berita tentang Midori terus menjadi pembicaraan orang-orang.

Walau pembunuh sudah tertangkap, Papa dan Mama tetap masih menyuruhku membawa pepper spray kemana pun aku pergi.

Mengikuti nasehat Reina, aku memutuskan menjalani kehidupan normal untuk sementara waktu. Tapi sungguh sulit melakukannya karena, tidak bisa tidak, warna-warna itu terus terlihat diatas kepala semua orang yang kutemui.

Aku menghela nafas. Mungkin ada baiknya jika aku belajar jadi detektif dari sekarang, jadi jika ada saatnya aku harus menguntit warna kuning, aku bisa bilang aku adalah detektif. Aku juga mungkin harus meminta Papa dan Mama agar diizinkan berlatih bela diri agar aku bisa melindungi diri sendiri dan orang lain. Tetapi, jujur saja aku takut sakit. Tentunya berlatih bela diri awalnya akan rentan dengan rasa sakit.

Lagipula, kemampuan analisa-ku tidak bagus. Aku mungkin tidak cocok menjadi detektif. Ah, aku jadi meragukan apa aku bisa melakukan hal yang baik dari kemampuanku ini.

777

Suatu hari, saat aku ke supermarket bersama Mama, aku melihat Subaru Okiya alias Shuichi Akai. Dia juga sedang berbelanja untuk memasak kari lagi sepertinya.

Aku memandangi orang itu sambil mengulum senyum. Aku tahu aku harus segera mengalihkan perhatianku dari dia sebelum dia menyadari bahwa aku mengawasinya.

Aduh, tapi mata ini tak bisa berhenti memandanginya. Aku mendengar Mama memanggilku. Dia memberikan setengah dari catatan barang yang perlu dibeli. Aku pun segera mengambil keranjang dorong kecil dan dengan gembira segera fokus untuk melengkapi barang pada catatan ke dalam troli. Tentu saja, aku menambahkan snack yang menarik perhatianku ke dalam troli tanpa menginformasikan ke Mama. Kadang aku secara otomatis bertingkah layaknya anak kecil biasa.

Saat itulah aku mendengar suara orang sedang berdebat. Aku mencari arah keributan itu dan melihat seorang pria sedang meneriaki seorang wanita. Wanita itu tidak terlihat takut dan dia menanggapi pria itu dengan tenang. Pria itu kelihatan sekali tidak senang.

Saat itulah aku menyadari warna hijau wanita itu tiba-tiba berubah warna merah. Aku membelalakan mata dengan penasaran. Aku memandang perubahan tanggal wanita itu. Seharusnya wanita itu masih ada waktu sekitar 20 tahun, tetapi tanggalnya sekarang berubah tinggal sehari lagi.

Wajahku memucat. Apa gara-gara perdebatannya dengan pria itu? Pria itu warnanya tetap hijau dan jangka waktunya juga masih lama.

Tanpa sadar, aku menuturkan nama kedua orang itu. Aku lalu meletakkan troli-ku dipinggiran dan melesat keluar supermarket, mencari tempat yang agak sepi agar aku bisa memanggil Reina.

Reina memang belakangan ini sering muncul dihadapanku saat dipanggil atau karena keinginan dia sendiri. Dan, dia tidak lagi memakai jubah hitam, dia berpakaian kasual layaknya gadis remaja.

Aku menanyakan perihal kejadian tadi padanya.

"Ya, tentu saja, warna hijau bukanlah suatu kepastian. Berdasar pada bagaimana kalian menjalani hidup, apakah hidup sehat atau tidak, apakah bersikap baik dan berhati-hati atau tidak, semua keputusan ada ditangan kalian nantinya akan mempengaruhi warna yang akan diterima."

"Aku tidak mengerti. Wanita tadi berdebat dengan pria itu dan itu mengubah warnanya?"

Reina mengangkat bahu dengan gaya acuh tak acuh. "Manusia suka menggunakan berbagai macam alasan untuk membenarkan tindakan mencabut nyawa orang lain bahkan dengan menggunakan alasan yang konyol."

Aku mengerutkan dahi. "Apa wanita itu dalam bahaya? Pria itu akan membunuhnya?"

"Mana aku tahu? Bisa saja wanita itu meninggal karena kecelakaan karena lagi banyak pikiran. Mungkin juga seperti katamu, pria itu mungkin akan melakukan sesuatu padanya karena kesal. Tapi, apa pedulimu? Sudah kubilang jangan mempedulikan warna biru dan merah. Itu berarti nasibnya sudah diubah."

walking on a dreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang