13

812 148 14
                                    

Aku dan Miyuki dilarikan ke rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan.

Orangtua kami masing-masing akhirnya tiba di rumah sakit juga dan langsung menghambur memeluk kami.

Amuro juga datang ke rumah sakit dengan nafas terengah-engah. Dia memegang HP-ku disalah satu tangannya. Dia memandangiku dan menghela nafas lega melihatku selamat. Dia kelihatan geram melihat bekas tamparan dipipiku.

Polisi ingin menginterogasi kami tetapi orangtua kami menolak, mereka ingin mengistirahatkan anak mereka yang masih trauma atas kejadian yang terjadi malam itu.

Aku agak lelah tetapi aku bilang aku bersedia berbicara dengan polisi. Amuro juga mendengarkan penjelasanku pada Megure.

"Maaf, saat orang itu muncul dengan pakaian bersimbah darah, aku ketakutan dan aku menutup mata. Aku juga menyuruh Miyuki menutup mata." jelasku.

"Ah, tak apa, mungkin sebaiknya kalian tidak melihatnya agar orang itu tak menganggap kalian saksi mata yang harus disingkirkan." ujar Megure membuat orangtuaku memucat mendengarnya.

"Sepertinya dia bukan orang jahat. Dia menyuruhku menghitung sampai 200 baru keluar dari tempat itu. Jika mau, dia bisa saja membiarkan kami disana dan meledakkan tempat itu agar kami mati, bukan?" tuturku. "Bagaimanapun, jika bukan karena dia, aku dan Miyuki mungkin sudah akan dijual ke pedofil."

Semua orang diruangan sangat geram pada penjahat yang menculikku dan Miyuki tetapi tetap saja ini sebuah kasus pembunuhan dan mereka menanyaiku apa ada detail lain yang kuingat soal lelaki bertopeng kucing. Aku bilang tidak ada.

Diam-diam aku mempertanyakan apa lelaki bertopeng kucing itu sama dengan lelaki bertopeng polos yang di villa Suzuki kemarin. Perawakan dan tingginya kurang lebih mirip sih. Ah, tapi aku tak pandai mendeskripsikan seseorang.

Amuro memandangiku, kelihatannya dia merasa bersalah.

Aku tersenyum sepolos mungkin kepada dia. "Aku ada menggigit salah satu penjahat seperti yang Kakak suruh. Tetapi, aku tidak bisa lari cepat untuk menghindari mereka."

Dia mendesah memandangku dan lagi-lagi mengelus kepalaku. "Maaf, aku terlambat menemukanmu."

"Terima kasih karena sudah mencariku." ujarku lirih. Aku berusaha menampilkan senyum yang menunjukkan rasa syukurku kepadanya.

Amuro terpana memandangku. Dia malah kelihatan sedih.

777

Setelah kejadian itu, aku agak ketakutan keluar rumah. Papa dan Mama juga kayanya takut juga untukku jadi mereka mengizinkanku beristirahat dirumah.

Yuka ada datang menjengukku. Bahkan dia pun mengungkit bahwa sepertinya aku dirundung nasib buruk terus belakangan ini. Aku hanya bisa pasrah mendengar perkatannya.

Aku dikejutkan oleh kedatangan Ran dan Conan. Conan memberikanku sebuah benda yang mirip detective badge fungsinya. Dia menjelaskan cara pakainya. Katanya itu untuk sinyal SOS jika aku terlibat bahaya lagi. Ah, bahkan Conan secara tidak langsung mengatakan bahwa aku ini memang sedang diliputi kesialan yang berbahaya.

"Terima kasih, Conan." Aku menampilkan senyum kekanak-kanakan didepan dia.

Conan hanya diam, memandangku dengan prihatin.

Subaru juga datang hari berikutnya dan dia menghadiahiku sebuah boneka kelinci kecil seukuran genggaman tanganku. Boneka itu ada gantungannya.

Subaru mengatakan jika aku memencet keras badan kelincinya, akan terdengar bunyi alarm keras dari bonekanya. Katanya untuk merepel orang jahat yang mendekatiku.

walking on a dreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang