32

523 107 19
                                    

Aku meringis saat mendengar teriakan Lizzie kepadaku yang saat itu ada dirumah keluarga Kudo dalam jam les dengan Subaru.

"Bagian dari apa dari 'jangan menarik perhatian' yang tidak kau mengerti? Kenapa pula kau bisa ada di London?" serunya marah.

Aku menjauhkan smartphone-ku dari telingaku.

Subaru terlihat menahan senyum, melihatku kelabakan menghadapi kemarahan Lizzie.

"Habis aku harus bagaimana? Gadis itu hampir saja merusak rancangan kematian warna merah! Aku harus menghentikannya. Dia juga salah satu dari kita..." tukasku. "Dan sepertinya dia kurang paham soal rancangan kematian jadi aku harus menjelaskannya supaya dia tidak menarik perhatian mereka..."

Gadis yang kumaksud bernama Lucille yang tinggal bersama keluarganya di England, London. Aku bertemu dengannya di bandara saat hendak kembali ke Jepang. Aku berhasil menghentikan gadis itu yang berniat menyelamatkan warna merah yang sepertinya ditakdirkan untuk mati dalam kecelakaan pesawat.

Gadis itu sangat terkejut dan lega melihat seseorang selain dirinya yang data kematiannya tak terlihat. Aku pun berusaha menjelaskan kepadanya soal rancangan warna pada kematian. Akan tetapi aku dikejutkan oleh fakta bahwa dia sebelumnya buta dan dia menjalani transplantasi kornea mata beberapa minggu yang lalu.

"Lalu, apa saja yang kau beritahukan kepadanya?" tanya Lizzie dengan gemas.

"Aku hanya memberitahu dia bahwa dia tidak seorang diri. Ada beberapa orang lain yang sama seperti aku dan dia. Aku tak menyebutkanmu atau Caleb." jawabku buru-buru. "Lagipula, ini juga salah kau dan Caleb, kenapa kalian susah sekali dihubungi? Saat aku disana bersama dia, aku berusaha menghubungi kalian tapi kalian tak mengangkat telepon dariku!" tukasku jadi agak kesal. "Lucille itu sama tapi juga beda dengan kita!"

Aku pun menjelaskan soal transplantasi kornea mata yang dijalani Lucille. "Katanya dia terbangun, awalnya belum melihat data kematian orang-orang tapi lalu perlahan-lahan jadi melihatnya... Dia sempat mengira operasinya gagal karena dia melihat yang aneh-aneh tapi lalu dia mulai menyadari orang-orang yang mati sesuai tanggal yang dilihatnya..."

"Jadi kemungkinan pendonor kornea mata gadis itulah pemilik mata shinigami yang sebenarnya ya?" ujar Subaru tiba-tiba menimbrung percakapan kami.

Aku membelalakkan mata menyadari kemungkinan itu. "Apakah mata shinigami benar-benar bisa ditransfer ke orang lain dengan cara itu?" tanyaku kepada Lizzie.

"Ini pertama kali kudengar soal semacam ini." ujar Lizzie. "Aku akan mencari tahu soal pendonor asli mata tersebut. Ini bahaya. Jika sampai para pemburu mengetahui soal ini, aku khawatir mereka akan menyalahgunakan informasi ini." Gadis itu terdengar serius dan tegang membuatku jadi tertekan juga.

"Tunggu, bagaimana dengan Lucille? Bukankah kita harus melakukan sesuatu untuk keamanan dia? Jika para pemburu mengetahui keberadaannya..."

"Kirimkan informasi dia kepadaku. Kau...ada bertukar informasi dengannya, bukan? Nomor telepon, email atau alamat rumahnya?" tanya Lizzie dengan nada sedikit merendahkan.

"Aku kirim informasinya kepadamu...sekarang." tukasku dengan sebal.

Setelah mengakhiri percakapan dengan Lizzie, aku mendesah dengan berat hati. Aku menoleh kepada Subaru yang tengah mengamatiku dengan serius.

Subaru menepuk kepalaku. "Jika kau mau, saya juga akan membantumu untuk mengamankan gadis itu. Saya memiliki beberapa koneksi di London yang bisa membantu mengawasinya dari jauh." ujarnya. "Saya juga agak penasaran soal informasi pendonor mata gadis itu..."

"Apakah Kakak bisa lebih cepat mencari tahu soal itu?" tanyaku.

"Akan saya usahakan secepatnya." jawabnya kalem. "Ayo, sekarang fokus pada PR-mu."

walking on a dreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang