Aku terbangun dari pengaruh obat bius dan dihadapanku seorang pria berwajah tidak asing memandangiku dengan dingin.
Aku mengerjap-ngerjapkan mataku berusaha fokus pada sekelilingku.
Pria itu tidak sendiri. Ada 3 orang pria bersamanya yang sepertinya pengawal atau bawahan dia tetapi mereka semua memakai helm sehingga aku tak bisa melihat nama mereka.
Pria itu duduk di kursi menatapku seakan-akan aku ini serangga yang mengganggu dan ingin dia injak. Dia tidak memakai helm dan aku melihat jelas wajahnya. Aku gugup karena pria itu tidak berusaha menutupi wajahnya yang berarti dia tidak khawatir aku akan melaporkannya ke polisi, yang berarti dia mungkin berniat buruk kepadaku. Dia sepertinya yakin aku tak akan bisa melaporkannya. Apa dia akan membunuhku?
Aku berusaha mengingat-ingat urutan kejadian yang membuatku berakhir ditangan pria ini. Aku mengenali pria ini sebagai pria yang kulihat bersama Conan keluar dari kamar dimana Rumi Tsukasa dirawat.
Aku ingat hari ini ada darmawisata untuk kelas tingkatanku. Kami dibawa ke seuatu tempat untuk mempelajari pekerjaan yang berhubungan dengan tempat itu. Tadinya aku tak mau ikut tetapi perjalanan ini adalah bagian pelajaran wajib karena kami nantinya akan disuruh mengerjakan tugas berdasarkan apa yang kami pelajari disana.
Aku meminum obat untuk kecemasanku karena merasa keluar dari zona kenyamananku. Aku ingat Yuka dan Miyuki berusaha menyemangatiku yang kelihatan agak lesu.
Saat itu, sepertinya terjadi insiden ancaman bom dan polisi dipanggil. Saat polisi datang, asap mengepul muncul di berbagai tempat menyebabkan kepanikan. Dan ditengah kepanikan semua orang, ada yang menangkap dan membiusku.
Pria itu, Honda Tsukumiya, tanggal kematian dan warnanya normal. Aku tak mengerti kenapa dia memandangiku dengan penuh kebencian. Aku masih agak grogi akibat pengaruh obat bius.
"Rumi Tsukasa meninggal."
Aku membelalakan mata mendengar perkataan dia.
Ditangannya dia memegang sesuatu. Aku menyadari bahwa itu adalah obat resep milikku.
"Rumi memberikannya padamu...karena dia ingin menunjukkan belas kasihan... Dia berpikir bahwa kau hanya anak kecil semata dan dia ingin memberikan kau kematian tanpa rasa sakit atau takut." ujarnya.
Wajahku memucat mendengar perkataan dia. Aku jadi ingat penelepon misterius yang mengatakan bahwa dia sudah menangani Rumi Tsukasa untukku. Apa orang itu mengetahui bahwa Rumi Tsukasa berniat mencelakaiku?
"Tetapi, kita berdua tahu bahwa kau bukan anak kecil, bukan?"
Aku tercekat mendengar perkataan dia. Bagaimana dia bisa tahu?
"Kau adalah parasit yang memasuki tubuh anak tak berdosa, mengambil tubuh dan hidup anak itu dengan seenaknya." Pria itu terdengar seakan jijik kepadaku.
"Aku tidak mengerti maksudmu..." Aku tergagap-gagap berusaha bersikap seperti anak kecil yang tak tahu apa-apa dan memang banyak hal yang tidak kutahui, bukan?
Kepalaku serasa berputar-putar, jantungku berdebar keras, menyadari bahwa pria ini kemungkinan tahu bahwa aku bukan Eva yang asli. Apa dia seperti pria yang menyerangku waktu itu, mampu melihat melewati persepsi yang biasa?
"Kau tidak pantas untuk mendapatkan belas kasihan. Kau dan teman-teman tidak normal-mu itu telah membunuh Rumi dan Adrian."
Siapa pula Adrian? Aku bingung. Dan teman-teman apa? Orang ini sedang meracau soal apa sih?
"Kau dan teman parasit-mu yang menggantung Adrian sampai mati..."
Adrian? Menggantung sampai mati? Aku membelalakan mata menyadari bahwa Adrian adalah pria di taman bermain yang menenggelamkanku. Jadi, si Adrian itu juga rekan dari Rumi dan pria ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
walking on a dream
Fiksi PenggemarEva terbangun dalam tubuh gadis kecil di dunia manga DC. Bisakah dia bertahan hidup disana?