Selama di rumah sakit, aku ada menerima kunjungan dari Conan dan Ran disertai grup detektif cilik termasuk Ai. Aku meminta Conan untuk menginfokan kepada Subaru bahwa aku sementara tidak bisa les dulu. Aku terpaksa berkomunikasi dengan mereka dengan menggunakan notepad.
Amuro juga ada berkunjung menemuiku. Dia bahkan membawa bubur berwangi harum yang membuat semua orang ngiler. Sangat perhatian sekali dia mengetahui bahwa sementara ini aku jadi susah menelan makanan. Aku melihat Ai terlihat sedikit panik saat melihat Amuro. Untunglah, Amuro tidak memperhatikan dia sehingga dia bisa menyelinap keluar.
Yuka dan Nanno juga datang menjengukku dan membawa setumpuk PR yang membuatku menggerutu. Mereka menceritakan ulang kejadian saat pria itu menyerangku kepada Amuro dan Ran.
Amuro kelihatan sedang berpikir tentang kejadian yang menimpaku. Tidak ada kejanggalan dalam kejadian itu dari pihakku, bukan? Kurasa tidak. Jika orang luar melihat, kejadian itu terlihat random, merupakan suatu ketidak beruntunganku saja bisa bertemu orang yang kebetulan tidak waras.
Setidaknya, aku lega bahwa yang menyerangku bukan shinigami. Akan tetapi, perkataan pria itu membuatku bertanya-tanya apakah dia mengetahui sesuatu tentang fenomena transmigrate yang menimpaku ataukah itu hanya racauan tidak masuk akal yang kebetulan menggambarkan diriku?
Dipikir-pikir, manga/manhwa tentang transmigrate, tentang orang dari dunia 'nyata' mendapati diri mereka ditubuh karakter dalam buku/film/game, genre itu sedang popular setidaknya di duniaku. Jika tidak menjadi tokoh protagonis, pasti jadi tokoh antagonis. Kadang ada juga yang menjadi side karakter yang nantinya akan merebut tempat sebagai tokoh utama.
Tapi, dalam kasusku, aku berada dalam tubuh karakter yang tidak pernah muncul dalam manga DC. Sudah jelas aku bukan tokoh utama seperti yang Reina pernah katakan kepadaku dulu.
Aku menghela nafas. Aku harus segera berbicara dengan Reina. Aku ingin memastikan bahwa orang yang menyerangku itu hanya kejadian random saja dan tidak berarti apa-apa. Orang itu...bukan ancaman untukku, bukan?
Saat semua pengunjung sudah pulang dan aku akhirnya sedang ditinggal sendiri, aku membisikkan nama Reina karena aku tidak bisa berteriak tetapi aku berharap dia akan datang
Reina akhirnya muncul dihadapanku. Dia kelihatan serius.
Aku membuka mulut untuk berbicara sebelum sadar bahwa aku lagi sulit untuk berbicara.
"Aku sudah memeriksa orang yang menyerangmu."
Ah, aku lupa dia bisa membaca pikiranku. 'Lalu?'
"Kadang, orang yang sakit secara mental, hanya orang-orang tertentu, dapat mempersepsikan hal yang diluar realita, seperti keberadaan jiwa-mu pada raga itu, raga yang seharusnya sudah tidak bisa bergerak." tutur Reina. "Manusia biasa yang mampu 'melihat' melampau kenyataan...sangatlah jarang." Dia menatapku dengan heran. "Tidak kusangka, kau malah dapat bertemu dengan orang semacam itu. Suatu kebetulan yang mengerikan, kau bisa bertemu pria itu dan malah kau bertemu dengan yang agak kasar dalam memahami persepsi-nya."
Aku memandang Reina dengan bingung. 'Kebetulan? Benarkah? Aku tidak mengerti, kenapa dia menyerangku?' Aku berpikir keras-keras, mempertanyakan hal tersebut pada Reina.
Reina mengangkat bahu. "Mungkin dia takut, melihat raga yang seharusnya kosong berjalan-jalan."
Aku gusar mendengarnya. memangnya aku terlihat seperti zombie dimata orang itu? Aku yakin aku yang lebih takut mengingat aku hampir mati kehabisan nafas dicekik olehnya.
Aku mengelus leherku saat teringat kejadian hari itu. Aku terganggu akan hal itu sampai dihantui mimpi buruk yang mengulang kejadian saat aku dicekik tetapi bedanya tidak ada yang menolongku.
KAMU SEDANG MEMBACA
walking on a dream
FanficEva terbangun dalam tubuh gadis kecil di dunia manga DC. Bisakah dia bertahan hidup disana?