Aku membuka mataku. Sekelilingku gelap gulita. Aku perlahan bangkit berdiri. Aku meneriakkan sebuah hello dan tercengang mendengar suara gema yang melantunkan suaraku sendiri.
Aku dimana? Aku tak bisa mengingat kenapa aku bisa disini. Tiba-tiba, aku melihat cahaya kecil dari kejauhan. Aku memutuskan untuk berjalan kesana. Sebenarnya aku takut kesana tapi darimana menetap ditempat gelap ini. Hiiih!
Setelah jalan beberapa lama, sumber cahaya itu ternyata sebuah pohon besar ditengah kegelapan dan ada seorang pemuda berseragam hitam berdiri dibawah pohon, tengah memandangi pohon. Ditangannya, dia membawa sebuah payung berwarna merah yang dilipat dan dijadikan semacam tongkat olehnya.
Aku perlahan-lahan menghampiri dia. Aku merasakan rasa takut. Jangan jadi seperti film horor, bisikku pada diri sendiri, please, jangan jadi seperti film horor.
Pemuda itu menoleh padaku dan aku memekik kaget dan ketakutan saat melihat pemuda itu tak memiliki wajah. Pemuda itu menunjuk ke arah lain seakan menyuruhku kesana.
Aku menatap pemuda itu dan ke arah yang dia tunjuk. Terpaksa aku menuruti keinginan dia. Dan aku berjalan ke arah yang dia tunjuk dengan takut-takut.
Tiba-tiba saja aku bisa melihat jalanan dari batu bata dibawah kakiku yang mengarah ke arah yang ditunjukkan pemuda tadi. Aku baru menyadari bahwa aku tidak memakai sepatu atau sandal.
Ini mimpi bukan sih? Apa aku sudah mati? Apa jiwaku ini sudah ditangkap shinigami? Aku bertanya-tanya tetapi tak ada yang bisa memberiku jawaban.
Ada sebuah terowongan dan di tembok pada kiri kanannya ada banyak cermin-cermin besar. Ah, sial, ini pasti semacam mimpi buruk. Aku harus menyiapkan mental nih.
Aku berjalan lurus tanpa berani memandangi cermin-cermin tersebut. Aku takut melihat yang aneh dan menakutkan.
Tiba-tiba saja cermin-cermin itu meledak satu per satu mengagetkan aku. Pecahan cermin-cermin berserakan disekitarku. Aku mendesis saat menginjak pecahan kaca dan darah mengalir pada telapak kakiku.
Berdarah? Jadi ini bukan mimpi? Kalau mimpi seharusnya tidak sakit, bukan?
Aku harus segera keluar dari terowongan ini dan aku memaksakan diri untuk berjalan ditengah serpihan kaca, menahan sakit.
Akhirnya aku berhasil keluar dari terowongan itu, dan didepanku ada sebuah perapian yang besar. Ada api besar menyala didalamnya.
Astaga! Apakah ini api neraka? Apakah aku dineraka? Aku mulai panik.
Ada seekor kucing diatas perapian yang sedang berbaring santai. Kucing itu menguap lebar dan membuka kedua matanya memandangiku. Warna bola mata kucing itu unik karena berbeda warna.
Kucing itu memiringkan kepalanya sambil masih memandangiku. Tiba-tiba, kucing itu berkata, "Sebaiknya kau segera bangun jika tak ingin terperangkap disini selamanya." Suara kucing itu seperti suara lelaki dewasa. Lalu, dia tersenyum lebar seperti tokoh chesire cat dalam buku Alice in Wonderland.
Aku mengerjapkan mata dan terbangun kembali.
777
Papa dan Mama mengerubungiku dengan airmata berlinang-linang, mereka mengucapkan syukur pada Tuhan karena aku masih hidup.
Aku menyadari aku ada dirumah sakit. Jadi, aku selamat? Aku akhirnya ingat bahwa terakhir aku sedang tenggelam. Aku tercekat saat teringat orang yang membiusku dan mendorongku ke dalam air. Tetapi aku tidak ingat siapa yang menolongku.
Tanganku sontak memegang bandul kalung pada leherku. Kalung itu masih ada. Syukurlah.
Melihat Papa dan Mama, aku merasa bersalah. Aku pasti sudah membuat mereka sering kena serangan jantung tiap kali mereka mendapat kabar bahwa aku dibawa ke rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
walking on a dream
FanficEva terbangun dalam tubuh gadis kecil di dunia manga DC. Bisakah dia bertahan hidup disana?