39

557 82 11
                                    

Aku memikirkan tentang yang kuketahui soal insiden penculikan diriku oleh Tatsuo.

Subaru mengatakan bahwa orang itu menyuntikkan berbagai macam obat sebagai alat penyiksaan pada diriku. Kata Subaru, kebanyakan obat yang digunakan bisa membuatku sakit secara fisik dan sisanya untuk mengusik mentalku dengan memperlihatkan halusinasi. Dia juga mengonfirmasi bahwa Tatsuo juga memberiku obat yang membuatku lengah dan lebih mudah mencari jawaban yang dia inginkan dariku.

Ini benar-benar membuatku khawatir. Aku khawatir hal-hal apa saja yang Tatsuo dapat dariku saat itu. Bagaimana jika aku memberitahu dia soal Death Note?

Aku menggeram dengan gusar akan situasi yang membuatku tegang terus.

Diantara kekhawatiranku akan Tatsuo, undangan dari Letifer dan soal Ben Hope, aku jadi melupakan niatku untuk meminta Shuichi menyelidiki Mako.

Aku benar-benar sudah pikun padahal otak raga-ku saat ini baru berusia 13 tahun seharusnya masih dalam perkembangan. Apakah mungkin karena jiwaku yang asli jauh lebih tua dari raga ini jadi menghambat perkembangan otak? Ah, sudahlah, jangan ngawur, Eva.

Aku mendesah memikirkan kenapa aku selalu mengejek diriku sendiri. Be nice to yourself, Eva, don't be mean!

Aku merebahkan diri diatas ranjang sembari menatap langit-langit kamar. Setelah beberapa saat, aku bangkit mengambil smartphone-ku dan mengirim pesan kepada Caleb menanyakan perkembangan penyelidikan mereka akan Tatsuo. Aku penasaran bagaimana cara Caleb dan Lizzie mencari tahu apakah Tatsuo benar mengetahui soal esensi shinigami atau tidak. Jangan-jangan mereka akan berkunjung langsung ke penjara untuk menemuinya? Aku tercekat memikirkannya. Tidaklah, mereka tak mungkin gegabah memperlihatkan keberadaan mereka kepada Tatsuo, bukan? Tapi...bagaimana jika Tatsuo memang sudah tahu soal mereka...dariku?

Semenjak keluar dari rumah sakit, aku belum pernah lagi ke Poirot dan bertemu langsung dengan Amuro. Orang itu juga tidak ada mengontakku. Batinku terjerat antara rasa lega karena bisa menunda tagihan bahwa aku berhutang penjelasan kepada orang itu dan rasa sedih karena dia tidak mencariku. Aku tertawa renyah saat pemikiran bahwa aku itu ingin caper memasuki kepalaku. Caper? Ah, sudah, lelah juga akan suara-suara judes dalam kepalaku ini.

Tetapi tak bisa ku pungkiri aku memang ingin bisa berinteraksi dengan Amuro lagi. Aku memang bodoh seharusnya bisa saja aku menemui dia jika aku ke Poirot tapi aku malah galau tidak jelas seperti ini. Aku agak khawatir kecurigaannya kepadaku sudah seperti apa sekarang. Dan jangan lupa soal Conan juga yang rupanya mengetahui bahwa aku berada dengan Shuichi sesaat sebelum diculik. Ah, aku merasa tenggorokanku seperti terhimpit sesuatu akibat rasa gugup yang kurasakan mengenai kedua orang itu. Shuichi benar, aku harus segera memutuskan apakah melibatkan mereka atau tidak.

Aku jadi teringat akan Lizzie, gadis itu sangat menentang jika aku mempertimbangkan hendak memberitahu perihal mata shinigami kepada orang lain lagi. Tapi, bukankah itu hak-ku jika aku nantinya memberitahu orang lain soal mata-ku? Selama aku tidak memberitahu identitas Caleb dan Lizzie kepada orang lain, seharusnya tak apa, bukan? Aku merasa kepalaku mulai berdenyut-denyut lagi. Ugh, pusing! Kenapa sangat berbelit-belit sekali diriku dalam mengambil keputusan untuk memberitahu kebenarannya kepada Amuro atau Conan? Aku memijat-mijat pelipisku dengan ekspresi masam.

Sebuah pesan masuk membuyarkan lamunanku. Aku membuka dan membaca pesan tersebut yang ternyata dari Caleb. Mataku membelalak lebar saat membaca isi pesannya. Caleb mengatakan bahwa dia mendapatkan info bahwa seseorang mencoba membunuh Tatsuo dipenjara namun nyawa orang itu masih selamat dan sekarang sedang dirawat dirumah sakit yang bekerja sama dengan pihak penjara. Aku pun buru-buru menelepon Caleb untuk mencari tahu lebih jauh namun orang itu malah tidak mengangkat telepon dariku membuatku merasa sebal.

walking on a dreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang