Aku memandangi pantulan bayanganku di kaca. Aku berdandan cukup rapih, tidak berlebihan. Aku menarik nafas panjang dan berdoa semoga hari ini berjalan lancar, dalam arti tidak ada efek samping seperti kehilangan kesadaran lagi. Setelah beberapa saat, aku juga melanjutkan berdoa supaya tidak ada kasus yang terjadi karena aku teringat Ran akan pentas jadi Conan pasti juga datang.
Untunglah Papa dan Mama masih tidak tahu soal bahwa aku sering mendadak kehilangan kesadaran, jika tahu, aku pasti tak diizinkan keluar sendiri. Hanya waktu malam saja mereka paranoid takut aku berhasil lolos lagi dari pengawasan mereka dan berjalan dalam tidur entah kemana. Tetapi syukurlah aku tidak lagi mengalami hal itu. Papa sempat ingin memasang kamera dikamarku tetapi aku menolak mentah-mentah. Mama masih bisa bercanda, ingin memasangkan kepadaku kalung atau gelang yang ada chip alat perekam jejak.
Subaru menjemputku naik mobilnya. Dia bercakap-cakap sejenak dengan Mama sebelum berpamitan. Dia membuka pintu mobil untukku layaknya gentleman saja.
Aku menampilkan senyum secemerlang mungkin kepada orang itu, seakan mau tebar pesona saja...padahal mana ada pesonanya anak kecil seperti diriku.
Sesampainya disana, kami berjalan bersama. Tempatnya agak ramai. Aku memandangi stan-stan yang berjualan di kiri-kanan dengan penuh antusias. Aku mendengar suara Miyuki memanggilku. Anak itu memang mengatakan akan menghadiri festivalnya. Dia datang dengan gadis SMA anak tetangganya. Miyuki melambai-lambaikan tangannya kuat-kuat seakan ingin menarik perhatianku sekali.
Aku tersenyum kepada anak itu sebelum menoleh ke arah Subaru dan menarik tangannya untuk berjalan ke arah Miyuki.
Subaru membiarkan dirinya ditarik olehku dengan senyum tipis. Dia benar-benar meladeniku. Tatapannya agak lembut, seakan memandang adik kecil sendiri. Aku mendesah pasrah, memang harus menerima kenyataan apa adanya, bukan?
Aku bercakap-cakap dengan Miyuki dengan riang sebelum kami berdua berkeliling bersama. Subaru mengikuti kami berdua seakan sebagai pengiring saja. Duh, rencananya sih aku ingin bisa lebih mendekatkan diri dengan orang itu tetapi...dia memang agak susah didekati. Lagipula aku mau berbicara apa kepadanya? Jangan sampai jadi mengobrol soal matematika, ugh! Aku bisa saja membicarakan soal situasiku saat ini tetapi aku tak ingin dia mengetahuinya. Jika dia tahu pun, dia bisa apa? Tak ada yang bisa dia lakukan karena musuhku saat ini adalah ragaku sendiri.
Aku sebenarnya sudah berbicara dengan Caleb soal Subaru yang ingin menemui dia dan pemuda itu mengatakan dia harus mempertimbangkannya dulu. Karena belum ada jawaban jelas dari pemuda itu, aku tak mengatakan apapun kepada Subaru.
Miyuki tiba-tiba menyenggolku yang sedang bengong mengamati Subaru yang berbaik hati mengantri untuk membeli makanan untuk kami. "Kenapa kau seperti terpesona pada dia?"
Aku agak kaget, memangnya aku seketara itu? Melihat tampang Miyuki yang jelas hendak menggodaku, aku pun sengaja mendesah dengan gaya dramatis. "Kau tidak mengenal dia, Kak Subaru itu sebenarnya sungguh keren."
Miyuki kelihatan bingung, mungkin dipikirnya guru les matematika apa kerennya?
Aku mendesah lagi dengan dramatis. "Dia benar-benar salah satu orang favoritku." Dibenakku terbayang gambaran wajah dan pose cool seorang Shuichi Akai. "Yah, aku tak bisa menyalahkanmu karena tak menggemarinya juga, kau tak memiliki cheat code sepertiku..."
"cheat code?" tanya Miyuki tambah bingung. "Maksudnya apa?"
Aku tersenyum jahil kepada anak itu. "Nanti kalau kau sudah besar, akan kuberitahu..."
Sesuai dugaanku, anak itu tidak menerimanya. "Apa sih? Kau sendiri juga masih kecil!" tukasnya dengan agak sebal.
Aku tertawa menghindari anak itu yang hendak mencubitku. Senang juga melihat anak itu bergembira dan bertingkah bebas layaknya anak kecil. Kejadian buruk saat kami berdua diculik pedofil masih menghantuiku kadang-kadang. Aku lega Miyuki kelihatannya mulai bisa tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
walking on a dream
FanfictionEva terbangun dalam tubuh gadis kecil di dunia manga DC. Bisakah dia bertahan hidup disana?