14

902 147 23
                                    

Aku memberitahu Yuka soal pertemuanku dengan Ibu Nanno dan soal hadiah terakhir dari Nanno. Sama sepertiku, Yuka tercekat mendengarnya.

Akhirnya kami sepakat untuk menemui Ibu Nanno sepulang sekolah nanti.

Ibu Nanno rupanya kembali ke rumah yang dulu sebelum pindahan. Dia bilang dia tidak mau tinggal di lokasi dimana dia kehilangan seluruh dunianya. Rumah lama ini banyak menyimpan memori indah akan keluarganya.

Aku dan Yuka bertukar pandang dengan perasaan tidak enak melihat kondisi mental Ibu Nanno. Wanita itu telah mendekorasi ulang rumah tersebut seakan dia tidak pernah pindah. Bahkan kamar Nanno juga sudah penuh lagi dengan barang-barang milik anak itu.

Ibu Nanno menyodorkan dua buah kotak kecil berisi gelang yang katanya dipilih oleh Nanno sendiri untuk teman-teman terbaiknya.

Kami mengucapkan terima kasih padanya. Dia meminta kami segera memakai gelang tersebut jadi kami pun menurutinya.

Wanita itu tersenyum pada kami. Dia mengagetkan kami ketika dia mengatakan bahwa Nanno sangat merindukan kami seakan-akan dia ada berbicara dengan almarhum anaknya yang sudah meninggal.

Aku dan Yuka tak bisa berkata apapun pada Ibu Nanno tetapi kami sepakat bahwa tingkahnya sungguh aneh, seakan dia sedikit tidak waras.

Kami berdua merasa lega saat wanita itu sepertinya menerima telepon penting dan kami menggunakan alasan itu agar kami bisa pamit pulang. Ibu Nanno meminta kami agar kapan-kapan datang lagi. Ya...kami tak akan mau melakukannya lagi...dia terlalu creepy.

Aku tercengang saat tak sengaja mendengar perkataan Ibu Nanno bahwa dia pasti akan membawa sisa uangnya asalkan dia bisa mendengar kembali suara putrinya.

Aku jadi penasaran dia bicara dengan siapa. Masa sih dia lagi berbicara dengan cenayang?

Wanita itu kelihatan serius di telepon, hampir seperti putus asa yang sangat menyedihkan.

Yuka menarikku pergi dan aku menurutinya.

777

Sehabis berpisah dengan Yuka, aku jalan ke Poirot sambil memandangi gelang di tanganku. Hadiah terakhir dari Nanno... Hatiku merasa sangat sedih dan diliputi rasa bersalah.

Aku memandangi langit. Nanno, saat ini kau pasti sudah reuni dengan Eva yang asli, bukan?

Saat tiba di Poirot, Azusa menyapaku dengan ramah dan segera mencatat orderanku. Aku memesan sandwich khas Amuro dan segelas teh manis.

Aku langsung memandangi gelang di tanganku lagi. Aku teringat kecurigaanku atas Ibu Nanno. Benarkah dia menemui cenayang dan mendengar suara Nanno? Ih, jadi seperti film horor. Yang ku khawatirkan sih sebenarnya kemungkinan Ibu Nanno itu ditipu orang. Kudengar bahkan dia harus membayar uang demi mendengar suara Nanno.

Semakin dipikirkan aku semakin terganggu. Pasti Ibu Nanno ditipu, bukan? Betapa jahatnya orang yang menipu orang lain yang sedang berduka. Ah, tapi aku bisa apa? Mana mungkin Ibu Nanno mau mendengarkanku? Mungkin aku harus memberitahu Mama soal ini, siapa tahu Mama bisa berbicara baik-baik dengannya.

Amuro mengantar pesananku dan menanyakan apa yang mengganggu pemikiranku saat itu.

Aku memandang Amuro sesaat. Aku memutuskan menceritakan kekhawatiranku untuk Ibu Nanno kepada dia.

Amuro terlihat sedang memikirkan soal itu. "Jika menemui cenayang itu bisa memberikan kedamaian untuk Ibu Nanno, bukankah lebih baik dibiarkan saja?"

"Tapi, Ibu Nanno tidak kelihatan mendapatkan kedamaian. Malah dia jadi kelihatan tidak waras." tuturku. Aku menceritakan soal kamar Nanno yang diisi kembali dengan barang-barangnya seperti seakan belum pindah.

walking on a dreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang