7

837 148 10
                                    

Dengan murung, aku memandangi hasil ujian matematika-ku. Hasilnya sangat jelek. Aku jadi malu untuk memperlihatkannya pada Subaru. Aku menghela nafas, menyadari ini kesalahanku sendiri karena mengalihkan perhatian Yusaku yang menyamar jadi Subaru waktu itu dengan ide ceritaku.

"Hmm, Eva sepertinya kau gagal ya dalam ujian..."

Aku terperanjat kaget dan baru ingat bahwa saat ini aku sedang di Poirot untuk makan siang. Amuro baru saja mengantarkan menu pesananku dan dia melihat hasil ujianku. Aku jadi tambah malu dan buru-buru melipat kertas ujian dan memasukkannya ke dalam tas.

"Bukankah kau les dengan mahasiswa bernama Subaru Okiya itu? Apakah dia tidak pintar mengajarimu?" tanya Amuro.

Aku dapat mendeteksi kesinisan dalam perkataannya itu. Sepertinya dia masih sensi juga terhadap Subaru alias Shuichi.

Aku menghela nafas. "Itu bukan salahnya, aku yang bodoh tidak bisa memahami pelajaran ini. Matematika itu musuh besarku." tuturku dengan lesuh.

Amuro tersenyum kasihan padaku dan mengelus kepalaku dengan lembut. "Mana? Coba perlihatkan kertas ujianmu padaku. Aku akan mengajarimu sehabis kau makan."

"Eh, tapi..." Aku memandang sekeliling dan menyadari bahwa Poirot hari itu lagi sepi makanya dia bisa menawarkan diri untuk mengajariku.

Sehabis makan, sesuai janji, Amuro mengajariku dengan menunjukkan dimana aku melakukan kesalahan. Seperti biasa, dia harus sangat bersabar dalam mengajariku.

Saat itulah, Conan dan grup detektif cilik minus Ai datang mampir ke Poirot. Amuro segera melayani mereka.

Ayumi yang melihatku langsung menyapaku dengan riang. Aku pun terpaksa tersenyum dan menyapa dia dan yang lain.

Conan mengamatiku dan pada kertas coret-coretan matematika-ku tetapi untungnya tidak mengomentari.

Mereka mengajakku mengobrol, membuatku sulit berkonsentrasi. Tetapi, aku juga sedikit senang ada pengalihan perhatian dari pelajaran yang menyebalkan itu.

Anak-anak tersebut segera memesan makanan yang mereka inginkan. Mereka menunggu pesanan mereka sambil bercakap-cakap satu sama lain, kadang melibatkanku kadang tidak.

Aku tidak begitu konsentrasi baik terhadap mereka maupun pada pelajaran yang kukerjakan. Tahu-tahu, aku terhenyak mendengar perkataan Conan.

"Shogo Amesawa? Bukankah dia orang yang berpura-pura menjadi pemilik Taii?" tanya Conan.

"Benar. Aku mendengar kabar bahwa dia telah meninggal dalam kecelakaan. Sepertinya dia ada berhutang banyak dan sedang dikejar oleh penagih hutang. Dia berusaha menghindari mereka dan terlibat dalam kecelakaan." tutur Amuro.

Aku menoleh ke arah Amuro dan Conan dengan mulut terbuka. Shogo meninggal? Jauh dalam lubuk hatiku, aku lagi-lagi merasa bersalah kepada orang itu.

Mendadak Amuro memandang ke arahku dengan tatapan tajam. Kelihatannya dia sengaja menyebutkan soal Shogo didekatku, mungkin ingin melihat reaksiku. Walau menyadari hal itu, aku tetap tidak bisa mengontrol ekspresi wajahku.

Aku cepat-cepat menundukkan kepala tidak ingin bertukar pandangan dengannya. Aku berharap dia tidak mencurigai perkataanku waktu itu. Aku berharap dia tidak akan menginterogasiku soal itu. Semoga rasa ingin tahunya terhadap diriku dikalahkan oleh kesibukan akan hal lain yang lebih penting dariku.

Aku mendesah galau. Haruskah aku memohon bantuan saja pada para detektif ini? Akan tetapi, aku teringat perkataan Reina untuk tidak melibatkan diri dalam bahaya.

Ah, aku memang tidak pantas berada di dunia manga DC ini, berada bersama para detektif berkeadilan tinggi ini.

777

walking on a dreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang