37

549 91 20
                                    

Aku berdiri diatas gedung rumah sakit, berada di pinggiran balkon. Angin malam bertiup keras membuat helai-helaian rambutku tertiup beterbangan. Aku menatap hampa ke arah bawah. Jika jatuh dari sini, aku pasti akan mati, batinku.

"Apa kau benar-benar ingin mati?"

Aku menoleh ke belakang dan melihat Yohan. "Apa pedulimu?" tukasku. "Kau meninggalkanku dalam cengkraman orang sinting itu!" tudingku dengan marah.

Yohan mengerutkan keningnya atas tuduhanku. "Kau ini bicara apa?"

"Jangan pura-pura! Aku melihatmu!" seruku semakin marah.

Yohan memutar bola matanya seakan mencemooh reaksiku.

Rasa benci menjalariku saat melihat tingkahnya yang selalu menganggapku rendah.

Tiba-tiba dia melangkah mendekatiku. "Jika kau memang ingin mati, mati saja..." ujarnya santai lalu dia mendorongku jatuh.

Aku masih tak menyadari saat aku jatuh. Serasa waktu bergerak lambat saat aku terperangah menatap wajah dingin Yohan di atas sana saat aku jatuh bebas ke bawah menuju kematianku.

====

Aku memekik keras saat aku jatuh ke ranjang. Aku bangkit duduk di ranjang sembari mengalami serangan panik hebat saat aku berusaha mencerna realita di sekelilingku. Untuk beberapa saat aku merasa sulit bernafas. Akhirnya setelah beberapa lama, nafasku kembali normal setelah menyadari aku hanya bermimpi buruk.

Aku memandangi sekelilingku dan menyadari aku masih di rumah sakit dan saat itu memang sudah malam. Aku menoleh ke sampingku dan melihat di ranjang sebelah ada Papa yang tidur lumayan pulas dan sedikit mendengkur. Mama tidak ada. Papa sepertinya izin cuti kerja demi menjagaku dan membiarkan Mama yang pulang untuk beristirahat. Untungnya pekikan-ku tadi tak membuat Papa bangun.

Aku menarik nafas panjang lalu kembali berbaring sembari memandangi langit-langit kamar. Aku menyadari diujung ranjangku ada sebuah sosok hitam. Aku mulai merasakan kengerian yang amat sangat saat aku perlahan-lahan menoleh ke arah bawah. Aku melihat sosok anak kecil berambut hitam berbentuk mop ikal dan mengenalinya sebagai anak kecil yang waktu itu.

Anak itu tersenyum kepadaku.

"Apakah aku sudah mati?" tanyaku kepadanya.

"Mungkin saja. Atau kau masih berada didalam kandang..." jawabnya santai.

Aku tercekat mendengar perkataan anak itu dan tiba-tiba aku menyadari bahwa aku kembali dalam kurungan kandang yang waktu itu. Kakiku masih terikat oleh belenggu rantai besi. Aku dengan gemetaran menoleh menatap anak itu namun anak itu sudah tak ada. Aku pun hanya bisa menjerit saat teror yang kurasakan kembali menggerogotiku.

====

Aku menjerit keras-keras dan ada beberapa orang menyentuhku dan berbicara denganku namun aku tak bisa berpikir jernih atau mencerna realita disekelilingku sehingga aku memberontak keras kepada siapapun yang menyentuhku. Aku merasakan sakit pada lenganku saat ada seseorang yang menyuntikku sembari mengatakan kata-kata yang seharusnya menenangkan namun aku sungguh tak mengerti apa yang dikatakannya.

Perlahan aku mulai tenang dan aku menyadari aku aman di rumah sakit. Aku sudah selamat dan yang tadi itu semua hanya mimpi buruk beruntun. Sepertinya mereka memberiku obat penenang.

Untuk beberapa hari selanjutnya kesehatanku menurun dan aku terkena demam tinggi dan selama itu, aku terus-menerus dilanda teror mimpi buruk beruntun yang hampir membuatku merasa kehilangan kewarasanku karena tiap kali aku mengira sudah bangun dari mimpiku, ternyata aku masih belum bangun juga, bahwa diriku terperangkap dalam mimpi yang berlapis-lapis.

walking on a dreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang