46

628 81 20
                                        

Amuro mengantarku pulang. Dia tak lagi menyinggung soal mata shinigami, membuatku lega karena saat itu pikiranku tengah mumet akibat kemunculan mendadak kertas kecil bukti pembunuhan yang kulakukan atas Tatsuo via Death Note.

Entah siapa yang mengirimkannya? Bagaimana bisa? Kertas yang seharusnya sudah kubakar kenapa bisa muncul lagi? Apakah ini perbuatan dewa kematian pemilik Death Note itu?

Aku berusaha menikmati sisa waktu kebersamaan kami dan setengah mati berusaha untuk tidak membiarkan kecemasanku mengalahkan tekadku untuk menikmati hari ini.

Diam-diam aku melirik orang itu. Kali ini orang itu tidak tengah mengamatiku, sepertinya dia pun sedang memikirkan sesuatu. Dia menyadari tatapan mataku dan tersenyum kepadaku. Namun senyumnya agak memudar saat dia melihat sesuatu diatas kepalaku.

Dia menyentuh pelan jepitan rambut bunga matahari yang terjemat pada rambutku, membuatku jadi salah tingkah.

"Eva, saya ingin menanyakan sesuatu padamu, apakah boleh?"

Aku menatap dia dengan ragu-ragu. "Iya?"

"Apakah Eva pernah melihat atau bertemu orang-orang yang mengenalkan diri mereka tetapi berbeda dengan nama yang kau bisa lihat?"

Aku menatap orang itu dalam-dalam seakan ingin mengetahui maksud dia mempertanyakan hal itu namun tentu aku tak tahu apa yang dipikirkannya. Apakah dia ingin tahu soal Subaru Okiya atau Conan Edogawa? Menurut perkiraan timeline, seharusnya saat ini dia sudah tahu bahwa Subaru Okiya memang benar Shuichi Akai, bukan? Dan seingatku sepertinya dia juga mencurigai Conan. Aku mendesah.

"Iya ada."

"Apakah Eva mengenal Shuichi Akai?" tanyanya sembari mencermati ekspresi wajahku baik-baik. "Orang itu...bagaimana bisa berkaitan denganmu? Dia tahu rahasiamu, bukan? Dan dia ada membantumu..."

Aku mendesah pelan dan mengangguk. "Eva berhutang nyawa kepada orang itu. Jika tidak ada dia, aku pasti sudah mati." tuturku dengan lirih. Aku menatap Amuro dan tersenyum sepolos mungkin. "Eva berharap Kak Amuro dan Kak Shuu bisa berteman dengan baik soalnya kalian berdua adalah orang-orang favoritku."

Amuro sepertinya berusaha mempertahankan ekspresinya dari memperlihatkan rasa jijik. "Kak Shuu...? Kalian sedekat itu?" tanyanya dengan wajah tidak senang.

I wish. Shuichi Akai itu hanya terbebani obligasi untuk menolongku karena dia orang baik. Dan aku yang memaksakan memanggilnya Kak Shuu tanpa izinnya tetapi dia juga tak menolakku memanggilnya demikian jadi aku menebalkan muka saja.

Aku tak mengatakan hal itu didepan Amuro supaya tidak kelihatan betapa insecure-nya diriku.

"Aku diwanti-wanti untuk tidak sembarangan memberitahu atau mengonfrontasi orang yang memperkenalkan dirinya dengan nama yang tidak sesuai dengan data kematiannya karena kita tak tahu bagaimana mereka akan bereaksi."

Amuro mengangguk setuju. "Itu benar. Eva memang harus lebih waspada."

Aku menatap Amuro. "Apakah Kak Amuro mempercayai semua yang kukatakan?"

Sebelum dia bisa menjawab, smartphone-nya berdering menandakan ada panggilan masuk dan dia menerima panggilan itu dengan wajah serius. Sesudah menyudahi panggilan, dia menoleh kepadaku.

"Panggilan dari temanku. Keiko Mishima mengalami kecelakaan, dia terjatuh pingsan dan mengalami cedera kepala yang serius. Jika bukan karena peringatan darimu, tak akan ada yang tahu bahwa dia terluka dan mereka mungkin telat menemukannya. Gadis itu bisa saja mati." tuturnya kepadaku.

"Oh." Aku hampir lupa akan Keiko. "Syukurlah dia selamat."

"Menjawab pertanyaan Eva tadi, ya, saya mempercayaimu." ujar Amuro. "Kau tahu namaku. Tentu ada kemungkinan Akai itu yang memberitahumu tapi dia tak memiliki alasan untuk memberitahukan namaku kepadamu. Dan apa yang menimpa Keiko Mishima... Jadi, ya, saya mempercayaimu." ulangnya.

walking on a dreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang