Warning: menyebutkan soal pedofil dan pembunuhan.
Aku sedang berada di Poirot siang itu saat aku melihat Amuro dan Azusa sedang berbicara dengan seorang wanita yang tidak kukenal. Sepertinya wanita itu juga pelanggan tetap Poirot. Aku mendengarkan pembicaraan mereka dan menyadari bahwa wanita itu adalah asisten Eri Kisaki, ibu-nya Ran.
Wanita itu berkata bahwa belakangan ini dia merasa sedang diawasi. Dia khawatir kalau dia memiliki seorang stalker. Tetapi, dia tak bisa menemukan sosok pengintai itu. Dia sudah berkonsultasi pada polisi tetapi mereka tak bisa melakukan apa-apa sampai pengintai itu menunjukkan diri dan mengusiknya.
Wanita itu memohon pada Amuro agar mengajarkan dia beberapa gerakan untuk membela dirinya jika dia diserang.
Mendengar itu, aku tanpa malu-malu langsung ikut menimbrung. "Aku juga mau!" seruku, mengagetkan ketiganya.
Amuro memandangku dengan penasaran. "Kenapa Eva ingin tahu juga?"
"Belakangan ini aku selalu bertemu orang-orang aneh. Ingat tidak pria berhelm yang waktu itu? Belum lagi kejadian yang dulu dengan orang yang mencekikku dan di taman...ah, maksudku saat aku liburan kemarin, pelaku random yang dikejar Kak Ran dan Kak Sera menyanderaku." tuturku.
Azusa dan wanita itu kaget mendengar ceritaku dan menanyakan apa aku baik-baik saja.
Aku menunjukkan bekas luka ditanganku dan berkata bahwa aku beruntung hanya kena luka gores saat pelakunya menjatuhkanku. Dengan semangat, aku menceritakan soal Ran dan Sera yang dengan kerennya berhasil meringkus pelaku.
Amuro memandangiku dengan prihatin. "Sepertinya Eva...memiliki nasib buruk ya, selalu terluka..."
"Aku tak apa-apa koq. Jika dibanding Conan yang kemanapun dia pergi ketemu kasus, aku masih bisa dibilang beruntung." tukasku.
Azusa memperlihatkan beberapa gerakan bela diri yang dia browsing dari internet tetapi Amuro bilang gerakan itu hanya bisa dilakukan oleh orang yang profesional dan lebih baik kami lari jika bertemu orang jahat. Dia menyarankan kami untuk berteriak ada kebakaran. Jika tertangkap, dia menyarankan kami untuk menyerang pelaku dengan menggigit, menendang, menginjak si pelaku. Saran Amuro tetap untuk berlari daripada melawan.
Aku merasa tidak puas dengan saran Amuro habisnya tubuhku kecil dan aku tak bisa berlari cepat.
Amuro menatap wajahku yang kelihatan terganggu. "Eva, apa kau melihat orang mencurigakan lagi dekatmu?"
"Eh?" Aku bingung apa aku harus memberitahu dia soal lelaki bertopeng yang kulihat waktu itu. Tapi, bagaimana jika itu cuma orang iseng saja menakutiku? Ya, asalkan aku tidak melihat orang itu lagi, aku rasa aku tak akan apa-apa.
Aku menggelengkan kepala. "Tidak ada. Aku cuma khawatir saja habis seperti Kakak tadi bilang...belakangan ini nasibku tidak begitu bagus..."
"Bagaimana jika Eva meminta orangtua Eva untuk membawamu ke kuil dan meminta jimat perlindungan?" saran Azusa.
"Iya, mungkin kau perlu melakukannya..."
"Hah? Kak Amuro percaya dengan jimat?" tanyaku kaget.
Amuro tersenyum dan mengelus kepalaku. "Yaa, tak ada salahnya mempercayai jimat, bukan? Hitung-hitung, untuk kedamaian pikiran juga."
Aku mengeryitkan hidung mendengar perkataan dia. Tanpa sadar, aku memegangi kalung pemberian Reina yang sebenarnya terhitung jimat juga. Apa aku perlu mempertimbangkan menambah jimat seperti kata Amuro? Ah, besok juga aku mau coba tanyakan pada Subaru juga soal membela diri.
777
Aku memandangi Subaru yang sedang menggunakan earpiece-nya seperti biasa mencuri dengar percakapan dirumah sebelah. Aku mengalihkan perhatianku pada PR Math hari itu dan mendesah.

KAMU SEDANG MEMBACA
walking on a dream
FanfictionEva terbangun dalam tubuh gadis kecil di dunia manga DC. Bisakah dia bertahan hidup disana?