11

826 149 13
                                    

Aku merasa agak terganggu dengan kabar menghilangnya para pembully walau bisikan hatiku mempertanyakan kenapa aku harus peduli pada orang kasar dan jahat seperti mereka.

Awalnya kukira ketiga orang itu mungkin bakal mati karena kecelakaan. Menilik tingkah mereka yang seperti preman, ditambah rokok dan bau bir yang ku cium saat itu, mungkin saja mereka bakal mati karena mengendarai mobil atau motor ugal-ugalan. Padahal aku juga tak tahu apakah mereka bahkan bisa naik motor atau mobil. Kayanya aku mendasarkan ini pada stereotype anak sok jadi preman?

Faktanya, jika mereka dinyatakan menghilang, kemungkinan mereka dibunuh? Ah, aku kebanyakan baca komik atau nonton film misteri deh.

Tetapi, jika mereka benar mati dibunuh, siapa yang melakukannya? Jika polisi menyelidiki hal ini, mungkin saja mereka akan mencurigai korban perundungan dari ketiga orang itu.

Mau tak mau aku jadi memikirkan Mako, pemuda berkacamata yang kelihatan lemah itu. Rasanya tidak mungkin dia pelakunya mengingat betapa lemah fisiknya. Saat ku ajak lari saja, kami berdua sama-sama hampir kehabisan nafas.

Ah, tapi bagaimana jika dia hanya pura-pura lemah saja biar tidak dicurigai? Aku memegangi kepalaku yang berdenyut-denyut, otakku tak bisa dipakai untuk yang serius-serius.

Lalu, aku jadi teringat Conan yang telah melihat saat aku 'menyelamatkan' Mako. Dia pasti melihat berita juga, akankah dia melibatkan diri dalam kasus itu? Aku mencengkram rambutku dengan gemas. Ah, salahku juga selalu bertindak mencurigakan.

Astaga, aku telah membuat tiga orang investigator yang cermat mencurigaiku secara tidak langsung terlibat dengan beberapa kematian yang terjadi jauh dariku. Bagaimana ini?

Tenang, Eva, tenang. Walau mereka mencurigaiku, aku kan hanya anak kecil dimata mereka, anak kecil sepertiku bisa apa? Aku bukan Conan atau Ai.

Lagipula, tidak satu pun dari mereka mengungkapkan kecurigaan mereka padaku. Jadi, berpikir positif saja bahwa mereka tidak berpikir buruk terhadapku, ya kan?

Aku tertawa sarkastis. Yang pasti Subaru sudah pasti mencurigaiku soalnya aku terang-terangan mengatakan kepada dia soal bom. Jangan-jangan demi memuaskan kecurigaan dia padaku, dia menyadap rumahku?

Aku menjatuhkan kepala ke meja didepanku. Aku sungguh lelah sedikit-sedikit khawatir.

"Eva, kau kenapa?" tanya Yuka yang duduk bersebelahan denganku di kelas. Dia keheranan melihat tingkahku.

"Aku tak apa-apa..." jawabku lesu.

Yuka mungkin merasa kasihan melihatku lesu. Dia mengajakku pergi ke toko buku seusai sekolah hari ini.

Sebenarnya aku jadi agak enggan keluar-keluar lagi tetapi aku tak boleh terus ketakutan akan shinigami. Seperti kata Reina, ini adalah kehidupan keduaku, masa aku hanya akan menghabiskan sisa hidupku bersembunyi saja? Apalagi sepertinya hidup dengan mata shinigami ini sepanjang hidupku tak akan bisa dihindari.

Ah, aku hanya bisa berdoa Reina segera kembali dengan kabar baik soal penguncian kemampuan-ku ini. Aku takut memikirkan bagaimana harus membiasakan diri dengan tanggal kematian dan warna indikator semua orang.

Akhirnya aku menyetujui untuk pergi dengannya. Aku mau beli buku novel atau komik yang banyak biar tidak stres memikirkan situasiku. Lebih baik aku baca cerita saja lah!

Dalam perjalanan, aku iseng menanyakan perkembangan Yuka dengan Kenji. Saat itu, aku baru teringat bukankah Yuka ada menyukai murid lain? Yuka kelihatan murung mendengarnya. Rupanya sebelumnya dia memang pernah menyatakan rasa sukanya tetapi ditolak. Aku heran karena aku tidak mengetahuinya. Yuka bilang dia memang sengaja tidak memberitahukanku atau Nanno.

walking on a dreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang