Akhirnya tiba juga hari yang ditunggu-tunggu. Aku merasakan ketegangan yang amat sangat dalam tiap lekak-lekuk tubuhku. Rasanya seperti akan meledak saja. Aku berusaha menenangkan diriku dan meminum air terus-menerus karena tenggorokanku terasa kering, tetapi hal itu membuatku jadi tak bisa menahan keinginan untuk buang air kecil untuk setiap seteguk minuman yang kuminum.
Caleb tak bisa menahan senyum melihat keteganganku, membuatku melototi dirinya yang seakan menertawakan kesengsaraanku, itu tidak sopan bukan? Kami berdua saat itu sedang di lobby gedung tempat pertemuan yang ditentukan Letifer.
Aku dengan gugup mengawasi sekelilingku dan langsung saja mataku dimanjakan dengan berbagai macam warna pada data kematian disekitarku. Aku mengerutkan dahiku saat melihat beberapa orang berwarna kuning yang lalu lalang.
Aku menoleh kepada Caleb. "Bagaimana kau dan Lizzie melakukannya?"
Caleb masih membaca sebuah artikel pada majalah random yang diambilnya. "Melakukan apa?"
"Tidak mempedulikan warna kuning. Apakah kalian tidak merasakan obligasi untuk berusaha menyelamatkan atau setidaknya memperingati mereka?"
"Dan menimbulkan resiko ditemukan oleh shinigami?" tukas Caleb sembari menaikkan satu alisnya dengan nada yang seakan mempertanyakan kewarasanku.
Aku memandangi raut wajahnya dengan heran kenapa beberapa orang bisa menaikkan satu alis seperti itu. "Tapi kau tahu bukan bahwa shinigami tak selalu menyelamatkan warna kuning? Apakah kau tidak merasa berat hati jika melihat orang-orang ini? Apalagi jika nanti warna itu ada pada orang yang dekat denganmu..." gumamku lirih.
Aku jadi merasa gundah lagi tiap kali pikiranku mengarah ke arah sana. Aku benar-benar sengsara dalam kekhawatiranku dan nantinya pasti lebih sengsara lagi saat kenyataan yang tak bisa dihindari itu terjadi.
Caleb mengamatiku agak lama membuatku jadi jengah dan menyesal mengangkat pembicaraan ini. Dia mendesah. "Tentu saja pikiran ingin menolong sempat terbersit dalam pikiranku bahkan aku pun sempat bertindak melaksanakannya tetapi aku sudah belajar dari pengalaman, yakinlah, kau tak ingin menjadi penyelamat. Tidak sepadan dengan resikonya...ataupun rasa sakit secara emosional saat kau gagal menyelamatkan mereka atau saat mereka menyalahkanmu untuk kehilangan lainnya."
Aku tertegun mendengar perkataan Caleb. Sepertinya pemuda itu mengalami hal buruk dalam tindakan penyelamatan yang dilakukannya. Aku mendesah merasa tidak enak hati karena membuat pemuda itu terlihat agak tertekan. Padahal aku hanya ingin tahu bagaimana bersikap...tidak peduli akan sekitar?
Aku sungguh berharap mata shinigami ini memiliki off switch. Aku tak ingin terus menerus melihat warna kematian yang dijematkan kepada semuanya. Lebih mudah untuk tidak peduli jika tidak tahu bahwa akhir orang disekitar sudah hampir mendekat.
"Apakah mata shinigami memiliki off switch?" tanyaku akhirnya.
Caleb tertawa renyah. "Entahlah...betapa memudahkan hidup jika benar bisa, bukan?" Dia terdiam sesaat. "Ada yang berteori jika kau terus mengoleksi esensi shinigami, maka mungkin saja ada cara untuk mematikan fungsi mata tersebut. Sayangnya aku belum menemukan bukti langsung kemampuan tersebut."
Aku berusaha menahan rasa kecewa dalam diriku. Mengoleksi esensi shinigami? Aku saja tidak bisa mencuri satu esensi tersebut demi menyambung nyawaku sendiri.
Aku tak lagi mengganggu Caleb yang langsung menyibukkan dirinya dengan membaca majalah seakan dia pun berat hati untuk membicarakan soal itu juga. Aku menoleh ke sekelilingku dan tercekat saat aku melihat seseorang dengan nama yang familiar di atas kepalanya. Aku pun segera beralasan ingin ke toilet lagi dan meninggalkan Caleb untuk menghampiri orang itu. Memang salahku yang sengaja menarik perhatiannya jadi seharusnya aku tidak kaget dengan kehadiran seorang Kaito Kuroba di lobby.
KAMU SEDANG MEMBACA
walking on a dream
ФанфикEva terbangun dalam tubuh gadis kecil di dunia manga DC. Bisakah dia bertahan hidup disana?