---Karena masih banyak yang nungguin dan buat author jadi terharu. Update dipercepat.
10:00 Pagi
Sudah berapa kali Via berjalan bolak balik di kamarnya, dengan perasaan gusar dia terus menepuk jidat dengan handphone di kedua tangannya. Sudah empat hari dia mencoba menghindar, tapi perusahaan sedang benar-benar terpuruk sekarang. Sebagai seorang CEO, dia benar-benar telah lari dari tanggung jawab.
Banyak sekali panggilan tak terjawab dari ibu Nova, Pa agung, Ka Ninda dan orang terdekat. Bahkan Via tidak berani membaca pesan masuk di aplikasi Whatshapnya.
"Gue harus minta maaf dengan cara apa?"
Via menghentikan langkahnya, berjongkok dan terlihat meringkuk di tempat.
"Kira-kira siapa yang harus gue telepon terlebih dahulu."
Via kembali mencoba berdiri dan mencoba membulatkan tekatnya.
"Mereka pasti akan mengerti kan?"
Setelah beberapa detik, Via kembali meringkuk ketika membayangkan respond orang-orang di perusahaan karena dia telah menghilang ketika perusahaan benar-benar membutuhkan seorang CEO.
"Via, kabur tidak akan menyelesaikan masalahkan? Lo harus berani!"
Via kembali mencoba untuk berdiri.
"Ibu Nova, Ibu Nova adalah orang yang paling tepat untuk dihubungi di saat seperti ini. Dia terlihat sangat dewasa dan pengertian."
Via kemudian membuka WAnya dan mencoba untuk menelpon Ibu Nova. Kedua tangannya terlihat bergetar ketika harus menunggu dari memanggil ke berdering. Via bahkan berubah menjadi sangat panik ketika status telepon WA nya sudah beralih ke berdering.
"Lo emang pantas dimarahi. Jadi biar gimanapun, lo harus terima apapun yang ibu Nova katakan."
Status berdering berubah menjadi "waktu" telepon masuk. Via pun segera mendekatkan handphone ketelinganya.
"Halo ..." ucap Via pelan. Dia benar-benar mempersiapkan diri untuk dimarahi sekarang.
"Akhirnya ditelpon balik. Via nggak papa kan? Ibu khawatir lo, ini bukan salah Via. Jadi jangan merasa bersalah karena ini. Via nggak papa kan?"
Air mata Via serasa mau menetes sekarang. Dia benar-benar mempersiapkan diri untuk dimarahi secara besar-besaran. Tapi, kekhawatiran seorang ibu yang dia terima.
"Via nggak papa kok, maaf ...," ucap Via lirih.
"Udah, bukannya ibu udah bilang ini bukan salah Via," ucap Ibu Nova menenangkan.
"Tapi, biar bagaimanapun. Perusahaan mendapat masalah kembali karena aku. Lebih parahnya bukan mencoba untuk menyelesaikan masalah, aku malah kabur seperti ini," air mata Via terlihat menetes beberapa kali sekarang.
"Via ... kami yang minta maaf karena tidak dapat melindungi CEO kami dari fitnah seperti ini."
Via terlihat kembali menelungkup sekarang. Mencoba mengelap air matanya dengan lengan bajunya. "Apakah aku boleh tau bagaimana kondisi perusahaan?"
"Sebelum itu, apakah kita boleh berganti ke video call, yang lain ada yang ingin dikatakan,"
"Yang lain?" tanya Via bingung.
"Pa Agung, Ninda, dan yang lain ingin melihat CEO mereka."
Handphone Via berbunyi sebagai pemberitahuan untuk persetujuan beralih ke video call. Via pun menjauhkan handphone dari telinganya dan menekan untuk menyetujui ke video call.
"Via ... kamu nggak papa kan? Kenapa malah nangis? entar cantiknya luntur loh ...," ucap Ninda yang mencoba tersenyum untuk menyamangati Via. Di layar terlihat Ninda yang tiba-tiba bergabung dan Pa agung yang terlihat memperhatikan dari dekat.
"Ka Ninda," bukannya berhenti menangis, air mata Via semakin banyak yang keluar sekarang.
"Kenapa malah makin kenceng nangisnya, keknya aku salah ngomong ya," ucap Ninda khawatir.
"Enggak kok, enggak," Via mengelap air matanya kembali dan mencoba untuk tersenyum. "Kali ini aku benar-benar mengacaukan semuanya ya?" tanya Via.
"Dalam kondisi ini, aku nggak bisa mengatakan perusahaan sedang baik-baik saja. Tapi, dalam kondisi ini pula, kami memutuskan untuk menyerang balik Raka. Kami akan mengatakan apa yang sebenarnya terjadi, Raka sudah benar-benar kelewatan sekarang."
"Bukannya itu terlalu berbahaya, Nature Beauty dapat ditutup karenanya. Terlalu banyak karyawan yang menjadi taruhan. Menurutku ... sebaiknya ... lebih baik aku yang menerima semuanya dan mengundurkan diri sembari meminta maaf ke media," setelah empat hari berpikir. Menurut Via itulah langkah terbaik yang dapat dia ambil.
"Bagaimana mungkin kami dapat melakukan hal itu. Lagipula apabila tetap di tangan Raka, Nature Beauty benar-benar akan tutup sebentar lagi. Bukankah kita lebih baik bertaruh sekarang."
"Tapi ..."
"Udah, nggak usah tapi-tapian. Lagipula ini memang keputusan kami. Pa agung juga bilang karyawan benar-benar sudah tercekik sekarang. Jalan satu-satunya untuk menyelamatkan perusahaan adalah dengan menggulingkan Raka."
Via terlihat terdiam, perkataan Ninda memang ada benarnya. Tapi, dia benar-benar tak ingin perusahaan langsung di tutup oleh paman Raka karenanya.
"Kami mempunyai beberapa bukti kok, kami akan menyampaikannya ke media dan membawanya ke persidangan. Tak perlu merasa bersalah, kami melakukannya karena kami, bukan karena ingin menyelamatkan kamu kok," ucap Ninda sembari tersenyum.
Sebenarnya perusahaan mungkin tetap akan bertahan apabila Via dijadikan kambing hitam, tapi ... mereka sudah terlanjur sayang dengan CEO mereka. CEO muda yang baik hati dan benar-benar ulet.
"Tolong katakan apa yang dapat aku bantu," ucap Via dengan wajah penuh tekat.
"Sepertinya wartawan sudah bosan menunggu di depan rumahmu, cepatlah kekantor."
"Baiklah," sahut Via sembari mengangguk.
Via pun segera mematikan teleponnya. Dan bersiap menuju kantor.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Agent (END)
Teen FictionTentang Noah Pratama, seorang siswa SMA yang super cuek dan suka tidur di kelas, memiliki pekerjaan sebagai agent rahasia dan karena sebuah kontrak harus serumah dengan Via Wulan Cahya. Teman sekelasnya sendiri, orang yang super nggak enakan dan har...