Via berada di perpustakaan sekolah sekarang, perkataan temannya tentang harus menyiapkan diri sebagai pemegang saham terbesar sebenarnya memang benar. Sejak ayahnya meninggal seminggu lalu, Via tak berhenti menangis selama tiga hari di rumahnya. Perasaan yang benar-benar berat. Dia harus kehilangan dua orang yang dia cintai di umur yang masih muda. Sekarang saatnya untuk melihat kedepan. Perusahaan bisa saja beralih ketangannya sewaktu-waktu, karena itu dia harus sedikit demi sedikit menyiapkan diri.
Via memilih judul buku dengan menggeser telunjuknya. Buku berjudul, "CEO yang baik" menjadi pilihannya. Dia kemudian berjalan menuju tempat baca, duduk di kursi dan mulai mencoba fokus pada bukunya.
Ketika baru saja membuka sampul buku, penglihatannya teralihkan oleh seseorang yang tidur telungkup di depannya.
"Bisa-bisanya dia pergi ke perpustakaan hanya untuk mencari tempat tidur yang tenang," batin dia pada Noah yang tidur di depannya. Setelah menggeleng beberapa kali Via mencoba mengembalikan fokusnya.
'Tidak ada CEO yang baik. Karena sebagai seorang CEO, kamu tidak akan pernah bisa memuaskan semua pihak. Di mata sebagian orang, kamu akan tetap dicap buruk. Tidak masalah. Yang terpenting, sebagai CEO kamu adalah penentu kebijakan perusahaan. Kamu tidak boleh serakah. Kamu harus memilih, mau jadi orang baik atau jadi CEO'
Via menutup bukunya setelah membaca paragraph pertama. "Gimana orang yang nggak enakan kek gue bisa menjadi seorang CEO, perusahaan emang sebaiknya di tangan paman aja", batin Via.
Via menaruh buku itu kembali pada rak dan mengambil buku pelajaran untuk belajar sembari menunggu bel masuk berbunyi. Buku tentang komunikasi menjadi pilihan Via. Sebenarnya Via bercita-cita menjadi seorang broadcasting nantinya. Tapi karena keadaan keluarga dia harus mengambil jurusan manajemen untuk membantu perusahaan.
Lembar demi lembar, kalimat demi kalimat. Via begitu fokus pada bukunya sampai bel masuk mengalihkan fokusnya. Dia kemudian menutup buku itu dan mengembalikannya ke rak. Ketika ingin keluar dari perpustakaan. Pikirannya teralihkan pada Noah yang masih tertidur di meja.
Via beberapa kali menggelengkan kepalanya untuk meyakinkan diri bahwa tidak perlu terlalu peduli pada Noah. Tapi rasa tidak enakkan itu menghantam kepalanya dengan keras. Setelah menghela nafas dan kesal pada dirinya sendiri dia menghampiri Noah yang masih tertidur.
Via menepuk Pundak Noah pelan, "Hey, bel udah bunyi."
Noah memindahkan posisi kepalanya karena merasa tidurnya telah diganggu seseorang. Seperti biasa Via menekan pinggang Noah kencang untuk membangunkannya.
Noah kembali dari alam mimpi dan menggaruk kepalanya, dia pun mencoba mencari tau siapa yang telah membangunkannya. "Apa lo punya hobby mengganggu tidur seseorang?" tanya Noah kesal.
"Kenapa lo malah marah, bel udah bunyi. Sudah waktunya untuk ke kelas," Via mengeluarkan nada tinggi lalu pergi meninggalkan Noah. "Paling nggak gue udah bangunin dia. Mau dia pergi ke kelas atau nggak, itu terserah dia," batin Via sembari berjalan menuju kelas.
*********
"Serius nggak mau ikut?" tanya Agnes pada Via. Agnes menawarkan diri untuk mengantar Via kerumahnya dengan mobil, supir Agnes sudah menunggu di depan sekolah untuk mengantarnya pulang.
"Gue mau ke makam ayah gue dulu, karena kita beda arah jadinya gue pake Grab aja. Duluan aja nggak papa kok. Grabnya udah dijalan," sahut Via.
"Okedeh, Dev lo ikut gue kan?" tanya Agnes
"Tentu, mayan buat ngehemat ongkos," jawab Devi
Agnes dan Devi pergi menghampiri sopir dan masuk kedalam mobil. Via dari dulu memang tidak memiliki supir pribadi, ayahnya selalu akan menyempatkan diri untuk mengantar dan menjemputnya. Karena itu keluarga mereka tidak memiliki supir pribadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Agent (END)
Dla nastolatkówTentang Noah Pratama, seorang siswa SMA yang super cuek dan suka tidur di kelas, memiliki pekerjaan sebagai agent rahasia dan karena sebuah kontrak harus serumah dengan Via Wulan Cahya. Teman sekelasnya sendiri, orang yang super nggak enakan dan har...