Noah memutuskan untuk menunggu di lobby kantor, matanya langsung tertuju pada sebuah sosok di balik frame foto. Dia yang terus duduk dan membuka handphone, langsung berdiri dan menghampiri frame foto tersebut. Akhirnya dia menyadari kenapa wajah Paman Raka terlihat sangat familiar waktu dia melihatnya di acara perkenalan CEO baru.
Itu bukan pertama kali dia melihatnya. Dia bahkan pernah memotret Paman Raka untuk memenuhi pekerjaan dari ayah Via. Seseorang yang telah menyuap BPOM untuk perizinan obat-obatan.
"Sepertinya gue mulai paham, kenapa harus terus bersama dengan Via. Orang yang memiliki kemungkinan tertinggi membunuh ayahnya adalah pamannya sendiri. Hal ini semakin diperkuat dengan menugaskan Via di perusahaan Nature Beauty yang di ambang kehancuran. Dia ingin memperburuk citra Via dan menguasai perusahaan sepenuhnya."
"Lagi liatin apa?" tanya Via yang tiba-tiba muncul di samping Noah dan memperhatikan apa yang diliat Noah.
"Nggak liatin apa-apa kok, cuman gabut doang. Udah selesai urusannya?" tanya Noah
"Ayo ke lantai dua puluh, gue mau ke bagian pemasaran," jawab Via.
"Oke," jawab Noah yang mengikuti Via berjalan menuju lift.
"Tapi ada satu hal yang masih menjadi tanda tanya, kenapa harus gue yang menjaga Via? Gue adalah orang asing yang baru dia temuin," batin Noah bingung.
Setelah berada di dalam lift yang hanya berisi mereka berdua, Via tiba-tiba berjongkok dengan kepala menelungkup di lengan. Noah yang melihat itu langsung ikut berjongkok menghadap Via.
"Lo kenapa?" tanya Noah panik.
"Gue takut, gue takut nggak bisa benerin perusahaan," ucap Via lemah.
Noah hanya dapat melihat kesamping untuk memikirkan jawaban apa yang dapat dia berikan, "Rasa takut lo membuktiin bahwa lo bener-bener peduli sama perusahaan. Tapi jangan jadiin itu sebagai batu sandungan baru. Yang lo bisa lakuin sekarang hanya berjalan ke depan dengan penuh percaya diri. Ayo berdiri lagi, gue yakin lo bisa," Noah berdiri dan memberikan tangannya pada Via.
Via mendongakkan kepalanya dan melihat tangan itu dengan penuh bimbang.
"Kalo butuh apa-apa, lo bisa bilang ke gue. Gue agent rahasia lo kan, gue dapat diandalkan kok," ucap Noah sembari tersenyum.
Via menggapai tangan Noah dan mencoba berdiri, "Sejak kapan lo menjadi secare ini, makan apa lo tadi pagi," ledek Via.
"Entahlah, gue juga nggak paham. Gue hanya nggak suka liat lo kenapa-napa, mungkin karena gue emang ditugaskan untukn menjaga lo dari awal," batin Noah
Pintu lift terbuka membuat pembicaraan mereka terhenti. Via menarik nafas lebih dalam kali ini. Dia harus menemui Ninda, bagian pemasaran yang terlihat kurang ramah saat pertama kali bertemu.
"Lo nunggu di lobby lagi?" tanya Via.
"Iya, gue di lobby aja, terlalu aneh apabila kita berdua yang kesana."
"Baiklah, gue pergi dulu."
********
"Silakan masuk," ucap Ninda dari dalam.
Via membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan Ninda. Ruangannya terlihat banyak sekali berkas demi berkas yang menumpuk di meja. Dia mugkin terlihat jutek, tapi sepertinya dia benar-benar bekerja keras dalam hal pemasaran.
"Silahkan duduk, CEO Via," (Gue minta saran untuk manggil Via yang sebagai CEO enaknya apa ya? Ibu? Nyonya? Or something)
Via duduk di sofa yang berada di ruangan Ninda. Ruangan Ninda memiliki sofa satu set yang sering dia gunakan untuk menerima tamu dalam urusan kerjasama.
"Mau minum apa?" tanya Ninda yang berdiri dari kursinya dan duduk di sofa menyusul Via.
"Air putih aja," jawab Via.
"Baiklah," Ninda memberikan chat WA pada cleaning service untuk mengambilkan minum. "Em ... ada apa ya?" tanyanya.
"Sebaiknya aku to the point aja, kenapa perusahaan Nature Beauty terus merugi?" Via memasang muka sebisanya agar tidak mengeluarkan kesan menekan, apalagi Ninda adalah orang yang bertanggung jawab akan hal itu.
"Aku akan mengatakan sejujurnya, brand kita tidak dapat bersaing dalam pasar," sahutnya jelas.
"Alasannya?"
"Kebijakan perusahaan yang terus mempertahankan ideologi dari ibumu. Karena tak ada yang berani merubahnya, produk kita terlekat dengan image kuno. Sangat kurang inovasi, improvisasi, terlalu banyak orang kolot di perusahaan ini," Ninda menghentikan ucapannya karena sadar sepertinya dia sudah terlalu berlebihan, apalagi sedang membicarakan ibu seseorang yang berada di depannya. "Maaf," ucap Ninda.
Via hanya dapat terdiam, Ninda bukanlah tipe orang yang dia sukai. Tapi, Ninda memiliki keinginan untuk maju, Via benar-benar melihat itu darinya.
"Nggak papa, aku lebih suka dengan orang jujur. Lalu menurutmu bagaimana cara memperbaikinya?" tanya Via.
Setelah melihat wajah Via yang tidak marah sama sekali, Ninda mencoba melanjutkannya. "Hampir 4 tahun ini pasar make up benar-benar bergeser, rentang usia 17-20 tahun mempunyai persentase sekitar 70 % sebagai pembeli make up di Indonesia. Pertumbuhan industri kecantikan di Indonesia didorong oleh tiga faktor besar, antara lain tata rias (10%), perawatan rambut (37%), dan perawatan kulit (32%). Terlalu bergantung pada 10% pasar, membuat perusahaan ini menjadi seperti sekarang," tutur Ninda.
"Aku dapat menarik 2 garis sekarang, yang pertama dengan image kuno, kita sudah kehilangan 70 % pengguna make up di Indonesia. Yang kedua, produk kita terlalu terbatas pada produk tata rias, sementara skincare sedang menggeliat di pasar. Alasan kita tidak dapat menambah produk karena faktor pertama/kuno yang membuat skincare kita tidak akan laku."
"Benar, aku sudah menjelaskan semuanya pada mereka. Yang membuat ku kesal adalah kenapa mereka tidak mau melakukan perubahan. Katanya ideologi ibumu adalah membuat make up yang merakyat. Menjaga kualitas dengan membuat harga semurah mungkin. Itu alasan yang terlalu klasik, kita bukan produk berstatus nasional seperti ward*h yang mengambil target produk kecantikan muslim khususnya hijab. Kita sudah tidak bisa lagi mengambil status merakyat sekarang, perusahaan ini mau hancur."
"Apa perlu kita melakukan Re-Branding?"tanya Via.
Rebranding adalah proses mengubah citra perusahaan dari suatu organisasi. Ini adalah strategi pasar memberikan nama baru, simbol, atau perubahan desain untuk merek yang sudah mapan. Ide di balik rebranding adalah untuk menciptakan identitas yang berbeda untuk sebuah merek, dari pesaingnya, di pasar.
"Menurutmu? CEO lah yang harus memutuskannya,"
Via menunduk berat. Ninda sekali lagi mengeluarkan kalimat tanpa memikirkannya terlebih dahulu. Via memang sangat muda, tapi dia adalah CEO perusahaan.
"Setelah ibu gue meninggal, perusahaan memang seperti kehilangan kepala. Semuanya hanya meneruskan apa yang telah ibuku buat. Tapi, apabila ibu gue masih ada. Dia pasti juga akan melakukan perubahan apabila perusahaan sudah seperti ini."
"Sekarang barang murah bukan jaminan barang tersebut akan laku. Sebuah image benar-benar akan menentukan penjualan perusahaan. Tak ada salahnya mencoba, kita akan bangun perusahaan ini kembali. Sampai ketemu di rapat dua minggu lagi," Via berdiri dan memberikan tangannya kepada Ninda.
Ninda menjabat tangan Via sembari tersenyum, entah kenapa dia mulai melihat harapan sekarang. Akhirnya ada seseorang yang satu Visi dengannya.
"Ada yang perlu saya siapkan untuk rapat tersebut,"
"Bisa kirimkan aku, konsep Re-branding yang telah kamu buat. Maaf aku sedikit mengintip konsep yang telah kamu buat dari berkas-berkas yang menumpuk ini. Sepertinya kau sudah lama membuatnya,"
"Berkas ini menunggu seseorang yang satu visi dengannya. Mohon kerjasamanya, CEO Via," ucap Ninda sembari tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Agent (END)
Novela JuvenilTentang Noah Pratama, seorang siswa SMA yang super cuek dan suka tidur di kelas, memiliki pekerjaan sebagai agent rahasia dan karena sebuah kontrak harus serumah dengan Via Wulan Cahya. Teman sekelasnya sendiri, orang yang super nggak enakan dan har...