Via menarik nafas panjang sembari menunggu di depan gerbang sekolah. Seperti rencananya, dia akan mengambil kuesioner saat pulang sekolah dan akan merekap data nanti malam untuk membuat rencana awal Re-branding yang akan perusahaan lakukan. Setelah mendapat dukungan dari teman-temannya, Via menatap langit dengan sangat yakin sekarang.
"Via, lo pasti bisa!" batin Via menguatkan hatinya.
Para murid mulai satu-persatu berjalan melewati gerbang, Via beberapa kali mencoba mengingat wajah siapa saja yang dia kasih selembaran tadi pagi. Murid di SMA nya ada sekitar seribu orang, jadi hanya satu dari sepersepuluh orang yang akan mengisi kuesionernya.
Sudah sekitar 10 menit Via berdiri disitu, tetapi tidak ada satu orang pun yang mengembalikan kuesionernya. Via hanya bisa meremas ujung roknya sekarang. Dia melihat jam tangannya beberapa kali dan meyakinkan dirinya sekuat mungkin bahwa tidak akan ada hal aneh yang akan terjadi.
Via melihat wajah seorang yang dia kenali, dia mengambil kuesioner itu pertama kali tadi pagi, karena itu Via dapat mengenalinya dengan baik. Via segera menghampiri perempuan itu, dan mencoba meminta lembar kuesionernya.
"Maaf, lo yang tadi pagi ngambil kuesioner dari gue kan?" tanya Via.
Perempuan itu menoleh dengan panik, entah kenapa dari awal dia seperti sedang menghindari Via. "Maaf," setelah mengucapkan itu, perempuan itupun mempercepat langkahnya dan meninggalkan Via.
"Kenapa? Kenapa malah minta maaf?"
Pikiran Via menjadi semakin kalut. Sepertinya, rencananya bahkan gagal di hari pertama dia sedang menjalankannya. Waktu rapat sisa 12 hari lagi. Agnes memang bilang akan membantu Via dalam mengumpulkan data. Tapi, itu akan memakan waktu. Via seharusnya sudah dapat menyusun rencana dari malam ini.
"Kalian ada cium bau telur mentah nggak?" ucap Sarla sarkas sembari menutup hidungnya.
Sarla dan dua orang temannya berdiri dengan angkuh di depan Via. Via yang melihat Sarla di depannya, mulai mengerti apa yang sebenarnya telah terjadi.
"Jangan sok-sokan mau jadi CEO, lo itu masih bocah ingusan. Lo perlu ini kan?" Sarla memperlihatkan tumpukan kuesioner di tangan kanannya.
Ayah Sarla adalah kerabat dari Ayahnya Via, Ayah Sarla juga seorang CEO besar di Indonesia. Karena itulah, Sarla dapat menghadiri acara pelantikan CEO baru PT Nature Beauty.
"Kembaliin, gue nggak ngerti kenapa lo suka banget ganggu gue. Udah gue bilangkan, gue itu cuman temenan sama Bagas," Via mencoba mengambil tumpukan kuesioner itu. Akan tetapi, Sarla menarik tangannya dan menggagalkan upaya dari Via.
Via benar-benar lupa apabila terlalu dekat dengan Bagas di sekolah hanyalah masalah yang dia dapatkan seperti sekarang. Pikirannya hanya tertuju dalam perbaikan perusahaan, karena itu dia benar-benar melupakan masalah itu.
"Ini peringatan terakhir, gue nggak akan segan untuk selanjutnya. Ini kuesioner lo," Sarla menerbangkan tumpukan kuesioner itu tepat di depan wajah Via.
Tumpukan kuesioner yang berisi seratus lembar itu terbang kemana-mana. Via hanya dapat berjongkok dan mengambil kertas demi kertas kuesioner itu. Setelah dia mencoba untuk memerhatikan salah satu isi kuesioner, hatinya terasa hancur bukan main. Kuesioner yang dia siapkan sepanjang malam, di coret-coret oleh Sarla dan teman-temannya. Lembar demi lembar Via pungut dari lantai, dan tak ada satupun kuesioner yang terisi dengan benar. Semua hanya berisi coretan dan gambar-gambar yang bertujuan untuk mengejek Via.
Sarla hanya bisa tersenyum picik melihat wajah Via memerah seakan mau menangis. "Teman-teman, ayo pulang. Udah cukup untuk hari ini," Sarla dan kedua orang temannya berjalan meninggalkan Via yang masih terus memungut lembar demi lembar kuesionernya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Agent (END)
Ficção AdolescenteTentang Noah Pratama, seorang siswa SMA yang super cuek dan suka tidur di kelas, memiliki pekerjaan sebagai agent rahasia dan karena sebuah kontrak harus serumah dengan Via Wulan Cahya. Teman sekelasnya sendiri, orang yang super nggak enakan dan har...