33. Memori yang Hilang

13.2K 1.3K 1
                                    

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْ
.
.
Happy reading ❤
.
.
.

🚗🚗🚗


Mobil yang mereka naiki kini sudah terparkir di depan sebuah rumah berlantai satu namun terlihat luas dan sangat asri dengan tanaman yang tertata rapi di bagian depan rumah ini.

"ini rumah siapa, mas?"

Tanpa menjawab, Rayhan menarik tangan Ara untuk masuk kedalam rumah.

"mas, ini rumah siapa?!"

Rayhan hanya tersenyum menanggapi rasa penasaran sang istri. Ia ingin mengerjai sang istri karena sudah menyebutnya 'tua', padahal yang diucapkan Ara itu memang benar kalau Rayhan sudah tua karena usianya berbeda lima tahun diatas Ara.

"mas, ih!! Ini rumah siapa?!"

Ujar Ara geram yang melihat tingkah laku suaminya ini. Ara hanya takut jika ini adalah rumah istri muda sang suami. Ara bergidik ngeri memikirkan hal konyol yang terlintas di pikirannya itu.

Rayhan mengetuk pintu dan langsung di sambut oleh wanita paruh baya. Rayhan menyalimi wanita itu dan diikuti oleh Ara. Ara sendiri masih bertanya-tanya, sebenarnya ini rumah siapa dan ada hubungan apa Rayhan dengan pemilik rumah ini. Wanita paruh baya itu mempersilahkan Rayhan dan Ara untuk masuk kedalam rumah itu. mereka duduk di sofa ruang tamu.

Ara memperhatikan sekitarnya tak ada foto maupun gambaran dari pemilik rumah ini membuat Ara semakin penasaran. Hingga Ara tersadar dari lamunannya saat wanita paruh baya itu menyuguhkan secangkir teh untuknya dan Rayhan.

"Widia nya mana bu?" tanya Rayhan dengan menekan nama wanita lain.

Hati Ara memanas menjalar hingga mata teduh nya kini berkaca-kaca kala sang suami menanyakan seorang wanita. Seperti dugaannya benar.

"dari tadi nunggu kamu, tapi sekarang lagi beli gula dulu ke warung depan tadi." wanita paruh baya itu duduk di sofa single sambil menatap Ara yang tengah menunduk, "sudah berapa bulan, nak?"

Ara mendongak mendengar pertanyaan dari wanita paruh baya di depannya, "lima bulan, bu." ucapnya lirih

"wah, sama dong kaya Widia anak ibu. Dia juga lagi hamil lima bulan. Tapi kok perut kamu lebih besar ya?"

"kembar bu." bukan Ara yang menjawab melainkan Rayhan. Rayhan bersyukur sepertinya ibu nya itu mendukungnya untuk mengerjai sang istri karena sedari tadi ibu nya tak memperkenalkan diri.

"kok kamu gak cerita sama ibu, Ray?"

Ara meremas gamis yang ia kenakan untuk menyalurkan rasa sesak di dadanya. Putra-putranya pun yang ada di kandungannya seakan mengerti perasaan sang ibu, sedari tadi mereka di dalam sana bergerak tak tentu arah membuat Ara sedikit ngilu. Tapi ia tak menghiraukan rasa sakit di perutnya lantaran rasa sakit di hatinya lebih mendominasi.

Hingga atensi semua orang yang ada di hadapannya itu beralih pada wanita muda yang baru saja masuk ke dalam rumah dengan perut buncitnya. Ara semakin erat mencengkram gamisnya. Rayhan bangun dari duduknya dan menghampiri wanita muda itu

"lho, A, kamu dari tadi datangnya?" ujar wanita muda itu lalu mencium tangan Rayhan.

Pecah sudah air mata yang Ara bendung sejak tadi. Ara menghapus kasar airmata nya saat Rayhan memperkenalkan wanita itu dengannya. Rayhan yang melihat istrinya sedikit pucat pun menghampiri sang istri yang masih terduduk di sofa dengan tangan yang mencengkeram gamisnya.

Papa Untuk Baim (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang