46. Hingga Akhir

21.8K 1.5K 40
                                    

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْ
.
.
Happy reading ❤
.
.
.

🚗🚗🚗

Rayhan bangun dengan nafas yang memburu. Mimpinya tadi terasa sangat nyata sampai-sampai ia menangis di sela tidurnya. Rayhan mengusap sisa airmata di pipi nya. Ia mengedarkan pandangan pada sisi sebelahnya dimana Ara tertidur, namun ia tak menemui istrinya di sana.

Rayhan bangkit dari duduknya ia hendak mencari istrinya. Terdengar decitan pintu kamar mandi, Rayhan menoleh kearah suara. Ia menghampiri istrinya yang baru keluar dari kamar mandi. Rayhan langsung memeluk istrinya dengan erat. Sungguh mimpi tadi sangat membekas di pikirannya.

"mas, sesak ih!" Ara memukul punggung Rayhan. Rayhan tak menggubris ia menumpahkan kegelisahannya pada Ara di depan pintu kamar mandi.

"mas!! Ehh, kok nangis?!" tanyanya sambil terus berusaha melepaskan pelukan suaminya. Ara merasakan punggung sang suami bergetar.

Rayhan dengan sangat terpaksa melepaskan pelukan mereka. Ia tak mau membuat Ara khawatir dengan keadaannya.

"hei, kamu kenapa?" Ara menangkup wajah suaminya yang terlihat sembab.

Rayhan menggeleng, "kamu kok gak bangunin aku kalau mau ke kamar mandi?"

Ara malah mendengus kesal, "aku tuh udah bangunin kamu mas. Udah aku tepuk-tepuk pipinya juga gak mau bangun. Padahal kamu tidurnya gelisah banget. Mimpi buruk ya?" Rayhan mengangguk mengiyakan pertanyaan Ara.

"yaudah, mas. Itu cuma mimpi. Mau sholat tahajud?" Rayhan mengangguk, "yaudah kamu mandi, gih. Aku siapin baju nya."

Rayhan melangkah masuk ke kamar mandi, sedangkan Ara dengan tertatih ia melangkah kearah lemari untuk menyiapkan baju untuk suaminya.

Selesai sholat Rayhan menghampiri Ara yang tengah duduk di kepala ranjang sambil mengusap-usap perut nya sambil membacakan doa maryam. Sejak hamil Ara selalu mengamalkan doa maryam untuk melancarkan persalinannya.

"laper?"

Ara menggeleng, ia membawa tangan Rayhan ke atas perutnya. Kencang. Satu kata yang membuat Rayhan menoleh menatap Ara.

"kontraksi?" Ara mengangguk. 

Ara meremas lengan suaminya kala gelombang cinta itu datang.

"sakit banget ya? Mau kerumah sakit aja?" Rayhan mulai terlihat panik.

"nanti aja, mas."

Rayhan keluar kamar dan kembali dengan membawa segelas teh manis. Ia melihat Ara tengah berjalan-jalan di dalam kamar nya.

"minum dulu, sayang." Ara duduk di kursi meja rias nya untuk meminum teh hangat buatan suaminya.

Rayhan memijat pinggang Ara guna meredakan rasa sakitnya, "maaf aku udah buat kamu kesakitan kayak gini."

"kan emang kodratnya perempuan, mas. Rasa sakitnya melahirkan akan terbayar kok sama rasa bahagianya ketika nanti mendengar tangisan si kembar." ucap Ara menenangkan suaminya yang nampak gelisah sedari tadi.

Pagi pun menjelang, Rayhan dengan tidak sabar nya mengajak Ara ke runah sakit. Ia tidak tega melihat Ara yang terus merintih kesakitan. Rayhan juga sudah menelepon Mira untuk menemani Baim di rumah.

"Papa sama Bunda berangkat dulu ya, sayang. Baim sama Nena dulu. Nanti kalau adik kembarnya sudah lahir nanti Papa kabari ya." Rayhan mengusap kepala Baim.

Papa Untuk Baim (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang