7. Sakit

19.5K 1.9K 24
                                    

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْ
.
.
Happy reading ❤
.
.
Jangan lupa vote komen nya yaa 😉
.
.

🚗🚗🚗


Ara tak menyangka jika penolakannya terhadap permintaan sang putra berdampak pada kesehatan putra nya sendiri. Sudah dua hari suhu tubuh Baim meningkat. Terkadang ia juga mengigau menyebut kata 'papa' dan 'ayah' membuat Ara semakin merasa bersalah. Sudah dua hari pula Ara tidak ke kedai nya walaupun Ummi menyuruh Ara untuk berangkat ke kedai dan Ummi yang menjaga Baim di rumah tapi tetap saja Ara tidak bisa meninggalkan anaknya.

"Baim minta apa aja boleh sayang, asal Baim jangan minta itu ya, kalau itu bunda gak bisa turutin."

"kata Nena, bunda bisa. Bunda cuma gak mau ninggalin ayah kan? Ayah juga gak sayang sama Baim. Buktinya ayah malah pergi ninggalin Baim."

"Baim!" tegur Ara dengan nada sedikit tinggi membuat mata Baim berkaca-kaca. Baim pergi meninggalkan Ara di kamarnya. Ara sungguh menyesal telah menyakiti hati putranya.

Ara merutuki dirinya sendiri. Karena ulahnya yang tidak bisa mengontrol emosi kini berdampak buruk pada kesehatan sang putra. Sejak kecil Baim terbilang sangat jarang sakit. Baim yang ketika panas hanya diberi paracetamol biasa nya sudah turun panasnya tapi ini sampai dua hari panasnya masih naik turun. Ara sangat khawatir.

Waktu menunjukan pukul satu dini hari. Ara memeras kembali kain yang dipakai untuk mengompres Baim lalu meletakan kembali di dahi anaknya. Ia juga mengecek thermo meter yang ia selipkan di ketiak Baim.

"38.9 derajat. Ya Allah bukannya turun malah makin panas sih, nak."

Ara tak mau ambil resiko ia langsung menelepon mang Ujang untuk mengantarkannya ke rumah sakit. Tak butuh waktu lama mang Ujang sudah sampai di depan rumah. Ara menggendong Baim untuk menuruni tangga. Terdengar suara Baim yang memanggil ayah nya membuat Ara semakin dirundung rasa bersalah.

"lho, Ra kamu mau kemana." tanya Ummi yang baru keluar dari dapur dengan membawa gelas berisi air putih.

"Ara mau bawa Baim ke rumah sakit Ummi, panas nya gak turun-turun. Ara takut Baim kenapa-napa kalau dirumah terus." ucap Ara khawatir

"yaudah Ummi ikut ya, tunggu sebentar." belum smepat Umminya beranjak Ara sudah mencegahnya

"Ummi kan lagi gak enak badan. Ummi di rumah aja ya nanti Ara kabarin kalau sudah selesai pemeriksaannya." jelas Ara menenangkan Marwah

"kamu berangkat kerumah sakit sama siapa, Ra. Ini sudah malam Ummi takut kamu kenapa-napa dijalan."

"mang ujang sudah di depan, Mi. Ummi istirahat aja ya tunggu kabar dari Ara." Ara menyalimi Marwah, "Ara berangkat dulu ya, Mi. Doain semoga Baim baik-baik aja. Assalamualaikum."

"wa'alaikumussalam. Hati-hati, Ra. Jangan lupa kabarin Ummi."

Mobil melaju membelah jalanan yang sepi. Ara terus merapalkan doa dalam hatinya. Baim masih terlelap dipelukannya namun rasa panas di tubuh Baim sangat terasa ditubuh Ara yang memeluk putranya.

Selang dua puluh menit mobil sampai di depan ruang UGD rumah sakit. Ara meletakan Baim di brankar, baim yang tadinya terpejam kini membuka mata dan menangis histeris karena takut. Baim memeluk leher Ara kuat-kuat. Ara berkali-kali menenangkan Baim akhirnya Baim diperiksa oleh suster sambil di gendong Ara.

Papa Untuk Baim (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang