32. Perdebatan

13.7K 1.3K 4
                                    

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْ
.
.
Happy reading ❤
.
.
.

🚗🚗🚗


"sayang, udah dong jangan nangis terus. Kasihan adek yang di dalam perut kalau bundanya nangis." ujar Rayhan membujuk Ara

"tapi aku... hiks... kangen Baim, mas."

Belum duapuluh empat jam Ara dan Baim berpisah namun istrinya ini sudah seperti orang yang menahan rindu bertahun-tahun lamanya.

"iya, nanti kalau pesawatnya sudah landing kita telepon Baim lagi." Rayhan mengusap airmata sang istri, "udah jangan nangis lagi, nanti sesak karena hidungnya mampet."

"aku lapar!"

"mau makan apa, hmm?" ucap Rayhan sambil membelai rambut sang istri.

"mau mie instan rasa soto." jawabnya membuat Rayhan berdecak kesal, "tiga bungkus." ucapnya tanpa menghiraukan tatapan tajam sang suami.

"satu aja ya. Kamu jangan banyak makan mie, sayang. Gak baik buat kesehatan kamu dan anak-anak kita." bujuk Rayhan

Sebenarnya ini adalah ngidam Ara yang pertama karena sebelumnya Ara tak pernah meminta makanan yang aneh-aneh.

"yaudah kalau gak boleh, aku gak jadi makan!!" Ara membenarkan posisi bantalnya dan merebahkan diri menghadap sang suami.

Meski sedang kesal, Ara tak pernah sekalipun memunggungi Rayhan saat tidur. Kecuali karena pegal itupun Rayhan akan memeluknya dari belakang.

Rayhan menghembuskan nafas kasar, "iya iya, aku buatkan, tapi besok-besok gak ada lagi makan mie instan, ya!"

Ara langsung membuka matanya menatap Rayhan yang hendak menuruni tempat tidur.

"ikut!"

Setelah drama mie instan semalam. Kini Ara dan Rayhan sudah bersiap berangkat ke Bandung untuk menemui investor yang akan bekerja sama dengan bengkel motor milik Rayhan. Tugas Rayhan yang ada di rumah sakit pun ia alihkan pada temannya. Ia juga sudah izin pada sang ayah untuk cuti selama satu minggu.

Mereka berangkat pukul tujuh pagi. Sedikit terlambat memang, karena sejak pagi tadi Rayhan mengeluh sakit perut. Semalam Rayhan lah yang menghabiskan dua porsi mie instan yang ia buat untuk sang istri dengan cabai rawit lima belas buah atas permintaan istrinya. Mau tak mau ia menghabiskan mie itu karena itu permintaan bayi mereka, kata Ara.

"maaf ya, karena aku kamu jadi sakit perut." ucap Ara yang melihat suaminya tampak pucat karena bolak-balik ke toilet.

"gapapa, sayang. Udah minum obat juga." Rayhan memundurkan kursi Ara agar Ara merasa nyaman dan memasang seatbelt untuk Ara.

"kalau gak kuat jangan di paksa nyetir ya, mas. Istirahat dulu aja."

"iya sayang."

Selama perjalanan Ara sangat menikmati pemandangan gedung-gedung pencakar langit yang berganti dengan pepohonan hijau menyegarkan mata. Hingga kantuk menyerang, tanpa sadar Ara memejamkan dan terlelap dalam tidurnya. Rayhan memandang kearah sang istri yang terlelap segera menepikan mobilnya sebentar di bahu jalan untuk merubah posisi sang istri agar lebih nyaman.

Sekitar dua jam perjalanan kini mobil yang Rayhan kendarai sudah berada di depan sebuah bengkel motor yang ia bangun sejak masa kuliah dulu.

Ia memang sudah memiliki hobi di bidang otomotif itu sejak masa sekolah menengah atas. Namun ia baru bisa melebarkan sayapnya di dunia per-otomotifan ini sejak kuliah. Sang ayah memberikan modal untuk Rayhan menyalurkan hobi nya itu. Tapi Rayhan memutar otak, bagaimana caranya dari hobi ia dapat menghasilkan uang. Di sela kesibukannya dalam kuliah kedokteran, Rayhan menyempatkan belajar otomotif dengan sang paman yang tak lain adalah Papa dari Bella sepupunya.

Papa Untuk Baim (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang