39. Petaka Sebuah Cokelat

11.9K 1.2K 20
                                    

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْ
.
.
Happy reading ❤
.
.
.

🚗🚗🚗


Kicau burung menghiasi langit sore ini. Matahari pun mulai turun setelah seharian meninggi untuk menyinari bumi. Semua orang sibuk untuk kembali pulang ke rumah setelah seharian lelah menjalani aktivitas. Namun berbeda dengan Ara, ia lebih memilih menghabiskan waktu sore nya dengan memasak untuk menyambut kepulangan sang suami.

Seakan tak kenal rasa capek, di usia kandungan Ara yang menginjak delapan bulan ini Ara malah lebih sibuk berkreasi di tempat favorit nya. Ah, lebih tepatnya menyibukan diri.

Sudah satu bulan lamanya sang 'mantan' calon istri suaminya itu ikut tinggal bersamanya. Sudah satu bulan lama nya juga Rayhan sibuk mencari keberadaan keluarga sang 'mantan' di tengah sibuknya bekerja sebagai dokter. Untuk urusan perbengkelan Rayhan sudah menyerahkan sepenuhnya pada Gilang dan manager bengkel nya.

Semua keputusan pasti ada konsekuensi nya.

Ya, Ara merasa keputusannya ini sudah tepat untuk suaminya agar terhindar dari fitnah di luaran sana lantaran terlalu sering berduaan dengan yang bukan mahrom. Tapi jangan lupakan sifat yang selalu identik dengan wanita.

Cemburu.

Ara cemburu setiap kali Wardah 'kambuh' Rayhan lebih mengutamakan Wardah di banding Ara. Ara sendiri sudah memperhitungkan hal ini sebelum mengambil keputusan. Maka dari itu Ara lebih sering menyibukan diri nya untuk hal yang bermanfaat guna menghilangkan rasa cemburu nya itu. Misal dengan berkebun atau memasak.

"Wa, mbak mau ke minimarket di depan ya. Kamu ada mau titip sesuatu?" tanya Ara pada Wardah yang sedang menatap lurus jendela kamarnya. Wardah hanya menggeleng menanggapi pertanyaan Ara.

Selama satu bulan tinggal bersama dengan Ara dan Rayhan, Wardah tidak banyak berinteraksi. Terlebih sikap Rayhan yang dingin dengannya. Ia pun merasa tidak asing dengan wajah Ara terlebih Baim. Setiap kali Wardah melihat Baim selalu terlintas bayangan anak kecil bermain ayunan di sebuah taman. Dan hal itu cukup membuat hati dan pikiran Wardah terusik.

Baim, bocah itu saat hari jumat seperti ini pasti dia di jemput oleh Nena dan Pepa nya untuk menginap di rumah mereka.

Ara melangkahkan kakinya berjalan menuju minimarket di depan kompleks rumahnya. Sejak memasuki bulan ke delapan ini, Ara lebih sering jalan pagi atau sore untuk memudahkan proses melahirkan nanti.

Ara memilih bahan makanan yang stok nya sudah menipis di dapur nya. Dua puluh menit sudah Ara berbelanja, kini ia melangkahkan kakinya untuk kembali ke rumahnya. Namun kejadian tak terduga terjadi saat ia berada di depan pintu minimarket.

Saat dirinya sedang mengecek kantong belanjanya. Tiba-tiba ada sebuah dompet jatuh di sampingnya. Ara mengambilnya, namun tak disangka sang pemilik dompet itu juga ikut mengambil dan berakhirlah pertemuan antara kepalanya dengan rahang kokoh milik seseorang di sampingnya.

"awwhh." ringis Ara memegangi kepala nya.

Dengan tidak sadar seseorang di sampingnya itu mengelus puncak kepala Ara guna mengurangi rasa sakitnya.

Dan kejadian itu membuat membuat sesorang di seberang jalan mengepalkan tangannya. Ya, orang itu adalah Rayhan yang baru pulang bekerja. Ia mendapatkan pesan jika sang istri sedang berbelanja kebutuhan dapur di minimarket depan kompleks. Rayhan memilih menunggu Ara di mobil yang terparkir di seberang jalan. Namun yang ia lihat sang istri tengah di elus kepalanya oleh seorang lelaki.

Papa Untuk Baim (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang