[2]

331 61 3
                                    

"I want to be a detective"-Johann-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"I want to be a detective"
-Johann-

oOo

Johann

Namaku Johann. Hanya Johann. Aku anak lelaki dengan tubuh kecil. Barangkali aku terlihat lebih muda dari usiaku yang sebenarnya. Hobiku membaca cerita-cerita mengerikan di internet, seperti; horror, thriller, psikopat dan hal-hal semacam penyelidikan detektif. Hal itu lama-kelamaan membuatku terobsesi. Sesekali aku membayangkan bahwa aku berhadapan dengan pembunuh berantai, aku menjadi detektif sekaligus pahlawannya. Yah, siapa juga yang mau menjadi serial killer jika dia masih waras?

Aku bersekolah di SMA 4 Bujur Lintang. SMA itu sedang heboh belakangan ini. Seorang gadis ditemukan tewas bersimbah darah di bilik toilet putri.

Takut? Tentu tidak!

Aku anak lelaki. Pembunuhnya hanya mengincar gadis—kupikir begitu. Walau kuakui bahwa pembunuhan itu sangat menyeramkan dan mengerikan, tapi sama sekali tidak membuatku bergidik ngeri.

Aku tidak tahu bagaimana wujud dari mayat Sanaya. Tapi desas-desusnya, mulutnya di sobek hingga ke telinga dan perutnya ditusuk linggis hingga ke punggung.

Sanaya memang agak menyebalkan. Tapi dia tidak layak tewas dengan cara yang tidak adil. Satu hal lagi yang membuatku tidak memaafkan Si Pembunuh; dia menyebar ketakutan.

Ketakutan merupakan salah satu kelemahan manusia. Ketika dia menghabisi Sanaya, maka dia menyebar ketakutan di seluruh penjuru sekolah—bahkan ke penjuru negeri sekali pun. Padahal, mereka tidak perlu repot-repot menghadapi ketakutan seperti itu. Mereka berhak hidup dengan damai!

Maka dari itu, aku akan bertekat untuk menemukan Si Pelaku. Aku yakin kalau polisi tidak akan pernah bisa menangkapnya karena mereka bergerak lambat dan... bodoh, barangkali.

Aku harus bertindak supaya ketakutan ini tidak merunyamkan segalanya.

Hari ini, aku nekat menerobos TKP. Netraku mengamati segala hal dengan rinci. Akan kuasumsikan bagaimana Sanaya dibunuh.

Pertama, menurut beberapa orang, Sanaya dihukum untuk membersihkan toilet sepulang sekolah karena membolos di jam matematika. Saat mayat Sanaya di temukan, ada sebuah kain pel di bilik itu. Jadi sudah bisa dipastikan kalau dia tewas saat membersihkan toilet.

Kedua, katanya dia terlungkup. Oke, ini mudah. Mustahil apabila linggis tersebut ditusukkan lewat punggung terlebih dahulu, lalu baru menembus perut. Punggung dilapisi beberapa tulang yang cukup keras dibanding dengan perut. Jadi jika begitu, Sanaya ditusuk ketika dia sedang berhadapan dengan Si Pembunuh, bukan saat dia sedang membelakangi Si Pembunuh.

Setelah itu, Si Pembunuh memulai aksi psikopatnya.

Setelah semuanya selesai, Si Pembunuh mengatur posisi Sanaya supaya melungkup dan satu tangannya menyentuh water closet.

Namun jika kejadiannya seperti itu, bukankah harusnya Sanaya berteriak? Apakah tidak ada yang mendengar teriakannya?

Aneh.

Aku yakin bahwa ada orang yang mendengarnya.

Lalu katanya, kelopak-kelopak bunga mawar di tabur di bilik ini. Sebuah parfum seakan ditumpahkan ke sekitar mayat hingga saat ditemukan tidak ada bau anyir darah dan busuk mayat. Aroma parfum itu sangat menyengat.

Tunggu sebentar... Oh, Tuhan... tunggu... ini... aku pernah melihat kejadian seperti ini sebelumnya. Aku baru mengingat dan menyadarinya!

Aku kembali memutar badanku. Namun aku disergap oleh para polisi yang tiba-tiba datang dari luar kamar mandi.

"Hey, Nak! Apa yang kaulakukan?!" pekiknya.

Aku tidak peduli. Persetan jika mereka mencurigaiku. Aku langsung berlari terbirit-birit menerobos mereka.

Aku segera menuju ke tempat parkir dan meraih sepedaku. Aku mengendarai sepeda itu sekitar tiga puluh menit sebelum sampai ke rumahku.

Setelah sampai, dengan segera aku menaiki tangga kamarku. Kubanting pintu, lantas kubanting ransel cokelatku ke atas kasur. Dengan cepat aku menyalakan komputerku.

Aku pernah mengunjungi sebuah blog tentang yang menceritakan tentang seorang pembunuh berantai yang menggunakan kelopak bunga mawar untuk ciri khasnya. Di dalam cerita, Si Pembunuh meruapakan gadis yang terobsesi dengan bau-bau parfum hingga dia meletakkan pafrum di TKP pembunuhan untuk memenuhi hasrat narsistiknya.

Aku kembali mengunjungi blog itu. Cerita itu masih terpampang jelas di sana.

Aku menelan salivaku.

Cerita itu dipublikasikan sekitar setengah tahun lalu. Dan segala hal yang ada ditulis dalam cerita ini... sama persis dengan apa yang dialami oleh Sanaya.

xxx


Roseraie [END || REPUBLISH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang