Walau pada awalnya Natalia mengutuk kehadiran bayi itu, tapi kini dia mulai menerimanya. Seorang anak merupakan anugerah. Jika dia memutuskan untuk menghabisinya, bukankah dia sama saja dengan The Rose Killer?
Jadi aku mengatakan padanya bahwa dia harus membiarkan bayi itu tetap hidup—apa pun yang terjadi. Dan jika bayinya sudah lahir, maka Natalia bisa menyerahkannya pada wanita lain atau menyerahkannya ke panti asuhan. Setidaknya itu lebih baik daripada merenggut kehidupannya.
Usia kandungannya sudah hampir empat bulan. Jadi kurang lebih lima bulan lagi bayinya akan lahir. Natalia memutuskan akan segera keluar dari sekolah.
Aku tidak memaksa itu. Aku hanya menasihatinya supaya suatu saat nanti dia tidak menyesal karena telah membunuh darah dagingnya sendiri.
Memikirkan itu membuatku melupakan masalah Tristan dan Avery. Aku berjalan-jalan di perpustakaan sembari mengusir kegelisahanku.
Aku menarik salah satu buku. Di balik celah antar buku, wajah David terpampang dengan secercah senyum yang mengambang di wajahnya. Tapi dalam beberapa detik, senyuman itu berubah menjadi tatapan nanar.
"Wajahmu kenapa lagi?" tanyanya.
"Terkena pecahan kaca," jawabku.
"Bagaimana bisa?"
"Aku lupa."
Pemuda itu menekuk dahi. "Yang benar saja? Kau melupakan banyak hal, ya?"
Aku mengangguk tipis. "Ini sepertinya sudah serius. Apa aku minta bantuan dokter lagi, ya?"
"Benar. Masalahmu ini tidak wajar, Isabella."
Aku manggut-manggut.
"Eh, iya." Pemuda itu terlihat mulai serius. "Tadi kudengar orang tua Tristan mencari anak itu di sini. Katanya belum pulang sejak kemarin."
Aku ternganga sejenak. "Ah, bagaimana bisa, ya? Padahal..."
Kalimatku menggantung di udara. Awalnya aku ingin menceritakan bagaimana Tristan masuk ke rumahku dan memecahkan botol parfum ke kepalaku. Tapi aku merasa bahwa aku tidak perlu mengatakannya. Bagaimana jika terjadi sesuatu pada Tristan di rumahku? Aku bisa kena kasus! Apalagi, bagaimana jika pelakunya adalah Avery? Apa aku bisa menerima hal itu?
"Kenapa?" tanya David dengan serius.
"Padahal kemarin masih mau membunuhku. Kenapa sekarang menghilang, ya?" Aku mengelus tengkukku.
"Nah, itu masalahnya. Aku cukup khawatir dengan kasus orang hilang—mengingat The Rose Killer masih berkeliaran dengan bebas."
"Oh ya, ngomong-ngomong apakah korban yang bernama Ashton itu masih selamat? Jika masih, apa sudah dimintai keterangan?"
"Masih sekarat."
Aku manggut-manggut lagi.
Di sisi lain, aku melihat Natalia duduk manis di salah satu kursi yang disediakan untuk membaca buku di perpustakaan. Gadis itu membawa sebuah buku tebal dan membacaanya dengan serius. Jarang-jarang dia mau membaca seperti itu. Jadi, aku berniat untuk menghampirinya.
"Dadah David," kataku sambil melambaikan tangan pada David.
David juga melambaikan tangan. Kemudian dia kembali memilah-milah buku.
Aku duduk di samping Natalia. Aku melirik bukunya. Itu merupakan buku biologi yang membahas tentang perkembangan embrio.
"Kau benar, harusnya kita tidak boleh menjadi pembunuh," katanya sambil diiringi senyuman paling manis yang pernah kulihat darinya. "Terima-kasih karena telah mengatakan hal itu padaku, Isabella. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan tanpamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Roseraie [END || REPUBLISH]
Mystery / ThrillerDi sebuah sekolah menengah, Sanaya ditemukan tewas dalam kondisi mengenaskan. Sebelum polisi mengungkap siapa pelakunya, pembunuhan-pembunuhan lainnya terjadi. Tidak hanya itu, pembantaian besar-besaran pun tak dapat dihindari. Di sisi lain, ada Isa...