[38]

64 15 3
                                    

Isabella

Hari ini orang-tua Kinara mengundang aku dan semua teman sekelas untuk makan malam di rumahnya. Awalnya, orang-tua Sanaya juga hendak ikut. Tapi dengar-dengar ayahnya sedang diperiksa penyelidik karena kasus korupsi.

Kami duduk di sebuah kursi yang mengelilingi bangku besar. Makanan-makanan khas orang elit tertata rapi di atas meja. Tapi aku seakan tidak selera. Aku hanya mengambil nasi dan beberapa sayuran saja, serta jus. Hanya itu.

"Dengan ini, semoga Kinara dan Sanaya senang. Semoga mereka tenang di sana dan pelakunya segera tertangkap," ucap Ibu Kinara.

Aku mengenal wanita itu. Dahulu pernah berselisih dengan ibuku. Tapi itu sudah sangat lama. Barangkali dia sudah melupakanku. Jadi kini dia bersikap manis di hadapanku.

"Sebelum kita makan, mari kita berdo'a supaya pelakunya segera tertangkap," sambung wanita itu.

Aku terkikik dalam hati. Bukan do'a makan, tapi malah do'a untuk menangkap pelaku.

"Semoga, orang tua Kinara juga segera terbebas dari tuntutannya lagi," tuturnya setelah itu.

Natalia yang berada pada beberapa kursi di sampingku terkekeh keras. "Sungguh?!"

"Shttt!" Aku berdesis ke arahnya.

Natalia menghela napas panjang. "Padahal dia terbukti korup, lho. Kenapa harus bebas dari tuntutan? Kenapa cara berfikir Anda seperti itu?"

Kami semua bergeming dan menganga mendengar kalimat dari Natalia tadi.

"Pantas saja," lanjut Natalia sambil berbisik-bisik.

"Pantas saja?" Darwis menyahut sambil memastikan.

"Orang yang menormalisasi kejahatan, maka kejahatan yang menimpa dirinya juga dinormalisasi oleh Tuhan. Begitu 'kan konsep keadilan?"

"Natalia!" Aku tersentak.

"Kalian semua menyebalkan!" Gadis itu menggebrak meja. Dia beranjak dari kursinya tanpa berkata-kata apa pun lagi. Dia pergi begitu saja meninggalkan ruang makan yang besar itu.

Aku tahu bahwa kondisi Natalia sedang kacau. Dia sedang mengandung dan itu membuat mood-nya buruk. Apalagi cobaan datang bertubi-tubi padanya. Aku tidak bisa membayangkan jika aku menjadi dia.

Setelah itu, ruang makan tersebut hening. Wajah cemberut bercampur amarah tergores di wajah orang-tua Kinara. Tapi aku tidak terlalu memperhatikannya. Aku pun menyendok makananku dan berharap segera pergi dari tempat ini.

xxxxxx

Sepulang dari sana, aku melihat David berdiri tepat di samping gerbang rumah besar Kinara. Dia memainkan ponsel. Tapi aku cukup tahu bahwa dia membuka note digital dan mencatat apa yang Natalia katakan tadi. Natalia bilang kalau dia juga diwawancarai dan dimintai data-data lain oleh polisi. Jadi, kemungkinan besar Natalia juga dicurigai seperti aku. Maka dari itu, David mencatat semuanya.

Aku berjalan ke arahnya. Pemuda itu langsung menenkan tombol back di ponselnya.

"Eh, Isabell," sapanya.

Aku menekuk dahi. "Lanjutkan catatannya. Aku tidak mempedulikan itu, kok."

Pemuda itu tersenyum getir dan menatapku.

"Kenapa kau menatapku seolah aku ini menjijikkan?" Aku tersenyum sinis.

Dia membelalak. "Tidak! Aku hanya—"

"Lupakan," sahutku. "Aku juga sedang badmood seperti Natalia."

"Gadis itu memutuskan untuk keluar dari sekolah beberapa hari lalu. Karena hamil, ya?" tanya David.

Roseraie [END || REPUBLISH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang