[13]

158 30 15
                                    

David membuka matanya perlahan. Kepalanya terasa pening. Dia menatap langit-langit berarsitektur victorian classic yang cukup asing. Dia langsung membelalak ketika menyadari bahwa dia sedang tidak ada di kamarnya.

Pemuda itu bangkit dari posisi berbaringnya. Ditemuinya tubuh Isabella yang masih mengenakan seragam sekolah dengan beberapa kancing bagian atas yang terbuka. Mereka berdua dalam selimut yang sama dan sama-sama terlelap di kursi ruang tamu yang cukup sempit untuk menampung dua tubuh.

Posisi David berada di pinggir. Kalau dia tidak segera bangun, mungkin tubuhnya akan menggelinding—mengingat sofa itu cukup sempit untuk ditiduri berdua. Sedangkan Isabella masih berada di posisi nyamannya karena dia tertahan oleh tubuh David dan sandaran sofa.

David menghela napas panjang. Dia melirik arlojinya. Sudah pukul setengah delapan pagi. Televisi masih menyala, kopi dan camilan masih tergeletak di meja secara sembarangan.

Pemuda itu turun. Dia menarik selimut Isabella ke atas. Tapi di saat yang bersamaan, gadis itu membuka matanya.

"Selamat pagi, David." Isabella mengucek matanya.

David hanya tersenyum. "Bisa aku gunakan kamar mandimu?"

Isabella mengangguk. "Apa kau lapar? Mau makan?"

"Boleh juga," jawab David.

"Oh ya, David," kata Isabella terhenti sejenak, "pakai bajumu!"

Pemuda itu terkekeh, lantas meraih seragamnya yang tersampir di atas sandaran sofa.

Isabella juga ikut bangkit dari posisinya. Dia menuju ke arah dapur, sedangkan David menuju ke arah kamar mandi.

"Isabella." David memanggil.

Isabella hanya menoleh.

"Bisakah kita merahasiakan hubungan ini?" tanya David.

Isabella menekuk dahi. "Hubungan? Kupikir ini tidak akan menjadi hubungan."

David tersenyum kecut. Dia menggigit bibir bawahnya. "Baiklah," katanya sebelum sempurna masuk ke kamar mandi.

xxx

David keluar dari rumah Isabella sekitar pukul sepuluh. Dia mengendarai motornya dengan cepat. Tidak butuh waktu lama untuk keluar dari daerah sepi nan dingin itu. Dia telah sampai di pusat kota. Jalanan cukup ramai. Beberapa mobil polisi melintas cepat menyalip David.

Di salah satu mobil itu, kepala ayahnya—Kepala Kepolisian Arthur—menoleh ke arah David. David pun menelan salivanya. Dia bukan tipe anak yang diperbolehkan keluar sampai tidak pulang. Jadi bisa dipastikan bahwa setelah ini dia akan dihajar ayahnya.

Namun persetan dengan itu semua, David lebih penasaran dengan rombongan mobil polisi itu. Jadi, David berputar balik dan mengikuti mobil itu dari belakang.

Tibalah mereka di sebuah rumah besar. Letaknya di pusat kota. Tempatnya cukup tertutup dengan pagar besi yang mengelilingi. Seorang perempuan setengah baya meraung di depan rumah. Dia ditenangkan oleh beberapa polisi dan tim medis.

Dengan cepat, David turun dari motor. Dia mengikuti ayahnya yang tergesa-gesa masuk ke dalam rumah.

Mereka sampai di sebuah kamar, garis polisi dilingkarkan di depan kamar itu. Mereka menerobos.

David langsung membelalak dan lemas seketika ketika melihat mayat dengan kondisi yang sangat mengenaskan tergeletak dengan banyak sekali ceceran darah yang menggenang. Bagian organnya keluar. Mulutnya disumpal dengan mawar. Dan yang lebih parahnya lagi, salah satu tangannya hampir terputus, begitu juga dengan jari-jarinya.

Roseraie [END || REPUBLISH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang