oOo
Isabella
Lampu besar ini menghalangi indra penglihatanku. Sorotnya seakan menusuk netraku. Aku pun memejamkannya sejenak.
Sejak tadi aku tidak bisa tenang. Aku bergetar dan hampir terisak. Tapi pada akhirnya, seorang wanita—yang entah siapa mulai memahamiku. Aku memintanya untuk mengambilkan obatku karena saat itu sudah waktunya untukku meminum obat. Dia pun mengutus beberapa orang untuk mengambilkan obat-obat itu.
Sudah sangat lama aku di sini. Aku tidak tahu apa yang terjadi dan bagaimana takdir Natalia.
Sejak tadi, Tuan Nico melontarkan banyak sekali pertanyaan. Tapi tidak ada satu pun yang mampu kujawab. Bukan karena aku lupa atau aku tidak ingin menjawabnya, tapi aku benar-benar tidak tahu apa pun. Soal pembunuhan itu, aku tidak tahu bagaimana bisa terjadi. Aku belum sepenuhnya membaca catatan milik Johann.
Kedua sorot mata tajam Tuan Nico menatapku tanpa berkedip sama sekali. Aku pun memutuskan untuk balik menatapnya dengan serius. Di detik berikutnya, tatapan Tuan Nico mulai goyah. Dia mengalihkan pandangannya dariku.
"Nah, sekarang sudahkah kau mengingat semuanya?" Wanita baik itu kembali bertanya sambil menepuk bahuku.
Aku menggeleng.
Dia pun berjongkok dan menatapku serta menyilakan rambutku.
"Aku tidak tahu," kataku.
"Oke, kalau begitu, kita ganti pertanyaannya." Dia tersenyum. "Apakah kau menyukai mawar?"
Aku mengangguk.
"Apa kau memiliki tempat di mana kau bisa mendapatkan banyak sekali mawar?" tanyanya lagi.
"Aku punya kerabat," jawabku.
"Lalu?"
"Dia sudah meninggal. Namanya adalah Sonia Varshen. Dia memiliki taman mawar di rumahnya. Walau begitu, kadang-kadang aku ke sana."
"Untuk mengambil mawar?"
"Aku tidak tahu. Tiba-tiba aku di sana."
Wanita tersebut terngaga. Lalu dia kembali bertanya, "Apa kau suka bermain senjata seperti pistol?"
Aku menggeleng. "Aku pernah ada di tempat latihan menembak. Tapi aku tidak tahu."
"Baiklah, kita istirahat lagi."
Wanita itu pun berdiri. Dia menuju ke arah rekan-rekannya yang mematung di ujung ruangan. Mereka mulai berbisik-bisik. Walau begitu, aku masih bisa mendengar apa yang mereka katakan.
"Anak ini tidak bisa dikasari," kata wanita itu.
"Tapi kita tidak akan mendapatkan bukti apa pun jika dia hanya menjawab 'tidak tahu'"
Mereka berhenti sejenak.
"Entahlah, tapi kupikir dia benar-benar tidak tahu."
"Maksudmu, dia dijebak atau bagaimana?"
"Anak seperti ini... apa kau berfikir bahwa dia pembunuh? Dari gemetaran tangannya saat menghadapi pertanyaan-pertanyaan kita, dari caranya menatap kita, apa kau yakin itu?"
Hening. Mereka sempurna mengatupkan bibir.
"Bisa aku pergi dari sini?" tanyaku.
"Tunggu sebentar lagi, oke?" Wanita itu kembali menjawab dengan lembut.
Aku kembali berhadapan dengan Tuan Nico. Dia menatapku dengan amarah. Aku juga ikut menatapnya—dengan kehampaan dan kesayuan netraku. Tuan Nico menyipitkan matanya dan kembali beralih. Aku paham betul bahwasanya dia tidak nyaman saat kedua bola matanya bertemu dengan bola mataku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Roseraie [END || REPUBLISH]
Mystery / ThrillerDi sebuah sekolah menengah, Sanaya ditemukan tewas dalam kondisi mengenaskan. Sebelum polisi mengungkap siapa pelakunya, pembunuhan-pembunuhan lainnya terjadi. Tidak hanya itu, pembantaian besar-besaran pun tak dapat dihindari. Di sisi lain, ada Isa...