Aku terbangun. Posisi masih sama; di ruang depan rumahku. Pintu terbuka menganga. Suasana sudah gelap. Jam dinding di atas pintu menunjukkan pukul setengah sepuluh malam.
Aku bangkit dari posisiku. Darah memercik bajuku. Lalu juga menetes di ubin. Aku mencoba mengingat apa yang terjadi walau kepalaku masih terasa pusing dan berat. Yah, ini soal Tristan. Mungkin aku berhasil melukainya dan membuatnya kabur hingga meninggalkan darah-darah di lantai.
"Ehem..." Suara seorang pria yang berdeham membangunkan lamunanku.
Aku menoleh ke sofa belakang.
Avery.
"Harusnya kamu mengunci jendela," katanya. "Aku kembali ke sini untuk mengantar parsel berisi buah-buahan."
"Sekarang, di mana parselnya?" tanyaku.
Avery membisu sejenak. "Aku tidak tahu."
Aku membelalak. Tunggu, aku teringat dengan Tristan. "Di mana Tristan?"
"Sudah pergi dan mungkin tidak akan kembali lagi."
Aku membelalak. Seketika aku menyadari bahwa darah-darah di ubin ini tidak wajar. Aku hanya melukai pipi Tristan. Agaknya, mustahil jika darah-darah itu berceceran hingga ke pintu depan. Dengan gemetar, aku kembali menatap Avery.
"Di mana Tristan?" tanyaku lagi.
"Dia sudah kembali," jawab Avery dengan datar.
"Apa yang kaulakukan?"
Dia menggeleng. "Tidak ada."
"Katakan padaku apa yang kaulakukan dan apa yang terjadi?!"
"Tidak ada."
"Apa kau melakukan sesuatu pada Tristan?"
"Aku menyuruhnya pulang."
"Avery—"
"Tidurlah, ini sudah larut."
Pria itu berdiri. Dia mengangkatku dari posisiku tadi. Aku masih gemetar. Aku tidak tahu apa yang terjadi pada Tristan. Kuharap, Avery tidak melakukan hal yang buruk padanya. Jujur, aku khawatir tentang itu. Sebab seingatku, dulu ketika orang-tuaku meninggalkanku, Avery mengatakan bahwa dia akan melindungiku. Jadi, sejauh apa dia melindungiku?
Dia membaringkanku di ranjang, lantas meraih air minum di meja samping ranjang. Aku tidak terlalu fokus karena masih gemetar dan tidak tahu apa yang terjadi. Avery memaksa memasukkan air itu ke mulutku. Aku tidak melawan karena masih melayang.
Setelah dia selesai, dia menarik selimutku ke atas. Mengecup dahiku lantas mengucapkan selamat malam.
oOo
Johann
Belakangan ini aku merasa bahwa aku stres. Berulang kali aku terbangun dengan keringat dingin yang bercucuran. Seperti malam itu. Aku terbangun di kamarku ketika jam dinding menunjuk pukul satu malam. Laptopku masih menyala.
Ini sudah beberapa hari sejak aku kembali menemukan cerita yang sama persis seperti pembunuhan Sanaya. Cerita itu dimuat dalam bahasa asing. Jadi, tidak banyak orang lokal yang membacanya. Tapi aku membacanya—mengingat kemampuan bahasaku cukup baik. Cerita itu dipublikasi enam bulan lalu.
Cukup simpel menurutku. Ada seorang gadis yang membunuh gadis lainnya di toilet sekolah. Dia menusuk gadis itu dengan linggis, menyobek mulutnya, mencopoti giginya dan menggantikan bola matanya dengan sepotong mawar.
Aku jadi bertanya-tanya, apakah Si Pembunuh terinspirasi dengan cerita ini? Cerita ini ditulis oleh AngelChan_1994. Hanya ada beberapa komentar. Kebanyakan ditulis dengan bahasa asing.
Aku kembali merenung. Ada dua kemungkinan sekarang, Si Pembunuh terinspirasi dengan cerita yang ditulis oleh Angel, dan kemungkinan lainnya; Si Pembunuh adalah Angel?
Apakah aku harus mengatakan asumsi ini pada polisi?
Tidak.
Kupikir ini agak konyol.
Lalu, apa yang harus kulakukan sekarang? Bertanya pada Angel secara langsung? Angel, apakah kau tahu soal pembunuhan yang sesuai dengan cerita yang kaubuat?
Sekali lagi, tidak. Ini konyol.
Aku harus memikirkan cara untuk mengetahui apakah cerita ini memiliki keterkaitan dengan pembunuhan Sanaya atau tidak. Aku harus mandiri. Aku sudah tahu bagaimana caranya para detektif amatir menyelesaikan kasus di novel misteri. Mereka bergerak sendiri dan nekat. Jadi, aku juga akan melakukannya.
Saatnya dunia tahu bagaimana kehebatan Johann!
Pertama-tama, aku akan kembali mengamati cerita milik Angel. Di cerita ini, Si Pembunuh membunuh karena dendam. Tidak disebutkan dendam apa, yang pasti Si Pembunuh membenci korbannya.
Oke, jika ini memiliki keterkaitan dengan kematian Sanaya, maka aku harus berasumsi jika Si Pembunuh adalah orang yang membenci Sanaya. Tapi karena Sanaya menyebalkan dan sejak awal dibenci oleh semua orang, jadi kupikir tersangka yang bisa masuk cukup banyak.
Baiklah, akan kuputar otakku lagi. Kira-kira, kejadian apa yang membuat Sanaya dibenci hingga terbunuh?
Oh itu dia!
Aku kembali melirik koran yang tertempel di dinding.
Anak Dari Wakil Rakyat Menjadi Tersangka Tabrak Lari.
Yeah, ini merupakan koran yang dicetak sekitar enam bulan yang lalu. Bukan tanpa alasan aku mengoleksinya. Tapi aku cukup tertarik dengan tindak kejahatan. Tidak hanya koran tentang Sanaya yang terpampang di dinding. Tapi juga koran tentang kejahatan yang lainnya. Bahkan koran-koran itu memenuhi basement rumah tua ini.
Kembali ke pada Sanaya—lupakan tentang koran.
Aku meraih berita itu. Di sana menyatakan bahwa Sanaya telah menabrak seorang remaja hingga meninggal. Tapi dia kabur karena ketakutan. Seluruh negeri mengutuk tindakannya. Tapi pada akhirnya dia muncul dengan pengacaranya serta alasan terbaik yang seakan "dibuat-buat".
Ini merupakan hal menyebalkan tentang Sanaya yang paling mencolok. Dia membunuh seseorang secara tidak langsung. Tapi pengakuannya—yang sudah dipastikan bohong—membuat orang jijik terhadap gadis itu. Jadi, apa benar jika motif dari Si Pembunuh adalah dendam karena kecelakaan itu?
Jika benar, mungkin Si Pembunuh merupakan orang yang dekat dengan korban kecelakaan.
Korban kecelakaan itu bernama Norman. Dia merupakan anak band yang sering memainkan alat musik di kafe-kafe. Bahkan, dia tewas setelah pulang memainkan gitarnya di salah satu kafe.
Jika memang benar kalau Sanaya dibunuh karena seseorang membenci Sanaya karena perbuatannya, maka... Si Pelaku pasti merupakan orang yang dekat dengan Norman. Atau bisa jadi, dia menganggap Norman berharga baginya.
Oke, aku menemukan titik terangnya sekarang.
Pertama-tama, aku harus menyelidiki sesuatu tentang Norman.
xxx
To be continued...
Jangan lupa vote dan komen sekaligus follow saya ʕ•ﻌ•ʔ
KAMU SEDANG MEMBACA
Roseraie [END || REPUBLISH]
Mystery / ThrillerDi sebuah sekolah menengah, Sanaya ditemukan tewas dalam kondisi mengenaskan. Sebelum polisi mengungkap siapa pelakunya, pembunuhan-pembunuhan lainnya terjadi. Tidak hanya itu, pembantaian besar-besaran pun tak dapat dihindari. Di sisi lain, ada Isa...