[24]

119 25 8
                                    

Angel

Lagu Ceux Qui Rêvent berputar di radio. Aku juga ikut berputar-putar tanpa peduli keindahan gerak. Di bawah rembulan, aku seakan kesetanan. Gaun tidurku tertiup angin. Aku tak mengenakan legging hingga pahaku sesekali terlihat. Tapi persetan! Tidak ada orang di sini. Hanya alam yang menyaksikan kegilaanku.

Aku merasa nyaman sekarang. Beban-bebanku berangsur berkurang. Aku merasa bahwa hidupku lebih berwarna dan berarti. Setiap kali aku membalaskan setiap rasa sakit yang kumuliki, maka aku merasakan keadilan yang menerpaku. Keadilan yang tidak pernah diberikan oleh siapa pun. Aku membuat keadilanku sendiri.

Telah kuputuskan bahwa aku akan terus menegakkan keadilan untukku sendiri. Aku akan terus mengukum siapa saja yang melukaiku dan membuatku terlunta-lunta seperti saat ini.

Ketika aku sudah mendapat keadilan yang seadil-adilnya, maka aku akan menyudahi semuanya. Aku akan menyerahkan diriku ke polisi dan mungkin akan pergi ke tiang gantung. Ah, bukan. Hukuman gantung sudah tidak berlaku lagi. Jadi, mungkin aku akan dihujani peluru. Tapi itu bukan masalah besar. Aku telah hidup dan membawa perubahan. Namaku akan dikenal. Generasi-generasi setelahnya akan tahu bahwa aku pernah hidup terlebih dulu dari mereka.

Tidak kusangka bahwa awan gelap secara tiba-tiba menutup rembulan. Satu-persatu butiran air hujan menerpa tubuhku hingga kurasakan bahwa dinginnya dapat menusuk tulang.

Aku mengeringai sesaat. Agaknya alam telah menyuruhku untuk terlelap. Aku pun menurutinya dengan masuk ke dalam rumah. Kakiku memijak ubin hingga basah. Lantas aku melepas pakaian basahku di ruang tengah. Jam dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh malam lebih. Gadis itu pasti sudah tidur. Jadi aku bisa melakukan apa pun tanpa ketahuan.

Telephone rumah berdering. Aku pun meraihnya dengan tubuh yang masih cukup menggigil. Suara berat seorang pria yang agaknya perokok terdengar di balik sana.

"Apakah—"

"Ya. Dia di sini. Dia baik-baik saja. Aku akan menjaganya dengan baik." Aku langsung menyahut tanpa berbasa-basi.

"Nak, bisakah kau mendengarkan ini? Aku mengatakan ini karena aku percaya padamu." Pria itu terdengar sedang menghela napas panjang.

"Ya?"

"Anak itu hamil. Jadi..."

Aku terdiam sejenak. Gadis itu hamil?! Yang benar saja!

"Sejujurnya, itu bukan urusanku. Tapi aku akan menjaganya. Aku janji kepada Anda. Ini sudah larut. Saatnya tidur. Sampai jumpa!" Dengan segera aku mematikan telephone karena aku mendengar langkah kaki gadis itu yang nampak sedang turun dari ranjang.

Benar saja. Saat aku menoleh, dia sudah ada di depan kamar tamu.

"Aku dengar kau berbicara pada seseorang. Ayahku, ya?" tanyanya.

"Benar." Aku menjawab singkat.

"Apa yang dia katakan?" tanyanya lagi.

"Kau hamil."

Ekspresi wajahnya berubah sayu. Sungguh, aku tidak pernah melihat gadis itu sesedih ini. Rasanya aku tidak tega melihat kedua bola matanya yang tampak lelah dan memerah itu.

"Siapa yang melakukannya padamu? Apa kau memiliki kekasih?" tanyaku.

Dia menggeleng. "Yang pasti, dia tidak mau bertanggung jawab atas hal ini."

"Bagaimana bisa terjadi?"

"Aku pulang kerja, lalu..."

"Aku tahu. Tapi, siapa dia?"

"Seorang pria. Dia sering mengenakan jaket jeans biru muda dan sering mengisap ganja. Kau bisa menemukannya di kelab malam atau Kafetaria Cattleya."

Roseraie [END || REPUBLISH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang