Kami pun pergi ke sungai. Tempatnya tidak jauh dari tempat tinggalku. Suasana di sana masih bersih dan asri. Apalagi kota ini merupakan kota kecil yang tidak memiliki banyak fasilitas seperti pabrik dan semacamnya hingga membuat beberapa polusi.
Sejak kecil, sungai ini menjadi favoritku. Aku tidak memiliki teman bermain saat kecil-mengingat posisi rumahku cukup terpencil. Jadi aku hanya pergi ke mana-mana bersama adikku. Tapi, semenjak dia pergi, aku tidak ke sini lagi. Desas-desus tentang hantu menjalar ke tubuhku. Orang-orang mengatakan kalau sungai merupakan tempat para hantu berkumpul. Jadi aku tak ingin pergi sendirian.
Sungai ini cukup dangkal. Batu-batu terlihat. Sisi kanan dan kirinya merupakan tanah lapang yang ditumbuhi oleh rerumputan. Sisi seberangnya merupakan hutan.
Aku melepas sepatuku dan berjalan di sungai-sungai itu sembari menapak satu-persatu batu. David juga melakukan hal yang sama. Kami tertawa-tawa sambil mencipratkan air ke satu sama lain.
Hingga pada akhirnya, cipratan air dari David membuat bajuku hampir sepenuhnya basah. Jadi aku pun marah dan mendorong tubuhnya. Kami terjungkal ke dalam air hingga tubuh kami sepenuhnya basah. Tapi aku masih tidak puas. Rasanya aku ingin menghajar anak lelaki ini dan menjambaki rambutnya. Tapi dia hanya tertawa-tawa dan membalas seranganku.
Setelah aku lelah, aku membiarkannya berdiri. Dia pun duduk di salah satu batu besar sedangkan aku masih duduk santai di antara air yang mengalir.
"Nah David, ngomong-ngomong, apa tadi malam ada pembunuhan lagi, ya?" Aku bertanya dengan tiba-tiba. Tujuanku hanya satu; supaya mendapat informasi tentang siapa Si Pembunuh. Aku hanya ingin menyingkirkan pikiran negatifku pada Avery.
David manggut-manggut. "Itu menyeramkan. Yang kuketahui sih, korbannya sekarat. Tapi pasti dia kehilangan hidupnya."
"Apa kau merasa bahwa dia pantas mendapatkannya?" tanyaku.
"Jika dia melakukan kejahatan, harusnya jalur hukum yang telah ditetapkan undang-undang merupakan hukum yang adil."
"Bukankah hukum yang adil adalah mutlak milik Tuhan?"
"Kau benar. Tapi, kita tidak akan langsung mengirimnya ke Tuhan, 'kan? Mungkin Tuhan juga akan menghukumnya di alam kematian, tapi di dunia dia juga perlu dihukum."
"Jadi, dia mengalami itu karena hukuman? Sebab desas-desusnya, dia adalah—"
"Ah iya." David menyahut cepat. "Tapi sampai saat ini, korban pemerkosaan jarang ada yang melapor ke pihak berwajib. Yah, dia memang pernah dipenjara karena kasus. Tapi katanya sih, dia melakukannya lagi setelah bebas. Hanya saja tidak ada yang melapor. Jadi polisi tidak menangkapnya lagi."
"Saat itu, aku juga tidak melapor."
Aku melihat wajah David langsung berubah. Ekspresinya langsung kelam. Dia menatapku dengan alis yang hampir menyatu. "Maksudmu?"
"Bisakah kau berjanji tidak mengatakan ini pada siapa pun?" Aku beranjak dari posisiku, lantas naik ke batu yang sama dengan David. Kami duduk berdua di atas batu itu.
David masih ternganga. Setelah beberapa saat hening, dia mengangguk dan tersenyum.
Aku memutuskan untuk bercerita, tapi tidak secara detail. Aku cukup tahu kalau David merupakan anak dari seorang polisi. Bisa saja dia tersentuh dan kemudian membuka kasusku. Memang berlebihan, sih. Tapi siapa tahu. Orang-orang tidak bisa dipercaya. Bahkan orang baik pun juga tidak bisa dipercaya. Aku juga tidak mungkin mengatakan bahwa paman mati dibunuh Johann. Itu akan membuat semuanya rumit. Jadi, aku akan menceritakan beberapa saja.
"Itu sudah dulu. Aku tidak akan mengatakan banyak padamu." Aku memainkan ujung kukuku.
"Siapa?" tanya David dengan penasaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Roseraie [END || REPUBLISH]
Mystery / ThrillerDi sebuah sekolah menengah, Sanaya ditemukan tewas dalam kondisi mengenaskan. Sebelum polisi mengungkap siapa pelakunya, pembunuhan-pembunuhan lainnya terjadi. Tidak hanya itu, pembantaian besar-besaran pun tak dapat dihindari. Di sisi lain, ada Isa...