Angel
Keparat!
Avery ditangkap. Orang-orang mengira bahwa dia adalah The Rose Killer. Kalau sudah begini, tingkat kepopuleran The Rose Killer semakin menurun. Orang-orang akan menganggap The Rose Killer lemah. Jadi, aku tidak akan membiarkan ini! Pokoknya, aku harus membunuh seseorang malam ini supaya orang tidak mengira kalau Avery adalah The Rose Killer.
Memikirkan hal ini membuat otakku berputar. Aku menenggak wine dalam gelasku yang penuh. Walau kepalaku masih migrain, aku tetap menenggaknya. Lagi dan lagi. Hingga botol-botol vintage itu kosong.
Aku tidak tahu harus membunuh siapa. Aku sudah menentukan target-targetku. Tapi aku tidak bisa membunuh mereka sekarang. Ini terlalu berbahaya. Perencanaanku belum matang. Lagipula, boleh jadi mereka sedang dalam posisi paling aman saat ini.
Jadi, apa aku harus membunuh orang secara acak, ya?
Tidak!
Tujuanku membunuh adalah; membalas dendam. Jadi aku tidak boleh membunuh orang yang tidak perlu dibunuh.
Aku pun memutar otak.
Itu dia. Orang yang membuat Avery seperti ini... dia harus mendapatkan penghakiman. Dia harus menerima segala lukanya.
Aku pun berdiri. Rasa sakit kepala ini tidak kupedulikan lagi. Dengan cepat, aku meraih senapanku.
xxxxx
Gadis itu berjalan cepat di trotoar. Dia meniup kedua telapak tangannya karena kedinginan. Dia melangkah cepat walau tas merah-mudanya itu tampak berat. Jaket ungunya bergoyang ke sana-kemari. Sesekali pula dia menyilakan rambut bergelombangnya yang menutupi wajah.
Di sini sepi. Sepertinya, beberapa orang benar-benar menganggap bahwa The Rose Killer sudah tertangkap. Jadi mereka merasa agak lega.
Keberuntungan berpihak padaku. Sejak tadi, gadis ini sendirian.
Aku menyeringai sesaat.
Setelah itu aku berlari. Aku mulai meminta tolong padanya.
Gadis itu menoleh. Aku berpura-pura terbatuk-batuk dan nafasku tersengal-sengal. Aku berlindung di balik tubuh mungilnya.
"Eh, ada apa, Kak?" tanyanya.
"Aku dikejar. Kakiku terkilir. Bisa bantu aku?" Aku menatapnya dengan memelas.
"Siapa yang ngejar?"
"Aku tidak tahu. Dia seorang pria."
Ajaib. Seorang pria mabuk tiba-tiba berjalan dari kejauhan. Aku yakin pria itu mabuk karena sempoyongan. Hal itu membuat gadis kecil ini mempercayaiku. Dia meraih tubuhku. Kami berjalan dengan setengah berlari.
"Bisakah kita ke kamar mandi umum di dekat lapangan?" tanyaku.
Gadis itu mengangguk.
Dia membawaku ke tempat itu. Aku memilihnya karena di sana sepi—apalagi saat malam hari. Tidak ada CCTV yang mengitari tempat itu. Bahkan, lampu-lampu di sekitar sana redup. Aku yakin tidak akan ada orang yang sudi ke tempat itu malam-malam (kecuali jika terdesak). Tapi sebisa mungkin, aku tidak akan membiarkan orang lain masuk ke sana.
Gadis itu juga masuk ke dalam kamar mandi. Dia mencuci tangannya di wastafel. Sedangkan aku berpura-pura masuk ke salah satu bilik toilet setelah meletakkan tasku pada salah satu gantungan yang ada di luar bilik.
Setelah beberapa saat, aku memanggilnya. "Tolong, bisakah kau ke sini sebentar? Aku mimisan. Bisakah kau mengambilkanku tisu di tasku."
"Oke!" serunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Roseraie [END || REPUBLISH]
Mystery / ThrillerDi sebuah sekolah menengah, Sanaya ditemukan tewas dalam kondisi mengenaskan. Sebelum polisi mengungkap siapa pelakunya, pembunuhan-pembunuhan lainnya terjadi. Tidak hanya itu, pembantaian besar-besaran pun tak dapat dihindari. Di sisi lain, ada Isa...