Jangan lupa vote dan tinggalkan sedikitnya satu komentar ʕ•ﻌ•ʔ
xxxx
Johann
Aku pembunuhnya.
Sebuah balasan dari Angel Chan 1994 terpampang jelas di layar laptopku. Aku membelalak seketika. Secara terang-terangan dia mengaku kalau dia adalah pembunuhnya. Dengan gemetar, aku kembali mengirim pesan padanya.
Apa kau juga yang melakukan pembantaian satu keluarga?
Tidak ada jawaban. Seseorang yang menyebut dirinya "Angel" ini membalas dengan cukup lama. Seminggu barangkali. Jadi, kupikir dia bukanlah tipe orang yang sering membawa benda elektronik seperti ponsel dan laptop.
Aku kembali melihat blog yang ditulis Angel. Aku tidak menemukan cerita yang cocok dengan dua pembunuhan setelah pembunuhan Sanaya Moore. Jadi, apakah Angel hanya merealisasikan satu kisahnya?
Aku kembali mencari. Angel tidak banyak menulis. Setelah aku membaca beberapa, aku menemukan sebuah cerita yang cukup sadis; di mana korbannya dimutilasi lalu direbus. Membacanya membuatku mau muntah. Tapi sebelum itu, Si Korban dibunuh menggunakan aresnik. Cukup cocok dengan pembantaian satu keluarga beberapa waktu lalu.
Aku merasa pusing. Apakah aku harus mengatakan ini pada polisi? Aku terlalu pemalu untuk menjelaskan semuanya. Lagipula, masih ada kemungkinan kalau The Rose Killer bukanlah Angel. Jika memang benar begitu, maka aku akan menanggung malu. Jadi kuputuskan untuk tidak melaporkan ini dulu pada siapa pun sebelum aku mendapatkan kejelasan yang pasti.
Aku pun kembali mengira-ngira. Sebenarnya, siapa itu The Rose Killer? Apakah dia satu sekolahan denganku?—mengingat bahwa Sanaya di bunuh di sekolahan. Agaknya kurang masuk akal jika orang luar sekolahan menyelinap masuk. Tapi tunggu... bisa jadi, 'kan?
Aku kembali mengingat Norman. Jika Angel merupakan kekasih Norman dan dia ingin membunuh Sanaya karena dendam kepadanya, maka korban-korban lainnya juga pelampiasan dendam.
Korban kedua adalah Kinara. Aku mengenalnya walau kami jarang bertemu dan tidak pernah bertegur sapa. Memangnya apa yang Kinara lakukan? Dia hanya tukang bully. Jadi, apakah dia dibunuh oleh salah satu korban bullying yang dendam dengannya? Atau karena hal lain?
Ibunya Kinara merupakan orang yang membuat ibuku dalam masalah. Dia pernah memfitnah ibuku dan mengatakan bahwa ibuku adalah pelacur. Hal itu membuat ibuku depresi dan mengakhiri hidupnya. Jujur, aku juga membenci ibu Kinara. Tapi hal seperti ini juga tidak layak menimpanya. Bagaimana Kinara dibunuh itu sangat kejam dan mengerikan, bahkan iblis sekali pun tidak akan pernah memiliki ide membuang hati ke toilet.
Setelah beberapa saat berfikir dan merenung, aku memiliki satu kesimpulan; The Rose Killer merupakan kekasih Norman (pemuda yang ditabrak Sanaya hingga tewas), dan The Rose Killer merupakan korban bullying yang dilakukan oleh Kinara.
Aku kembali mengirim pesan pada Angel.
Siapa kamu? Kenapa kamu membunuh.
Namun semua pemikiranku buntu. Lebih baik, aku tidur dan melupakan hal ini untuk sesaat.
oOo
Isabella
Aku terbangun. Tempat ini gelap dan terasa sesak. Aku mengucek mataku lantas menyadari bahwa aku ada di basement.
Dengan mata yang masih setengah terpejam, aku berdiri dan bangkit. Aku tidak berniat menyalakan lampu basement karena aku akan langsung menuju kamarku.
Setelah menaiki tangga, aku merasa aneh. Rumahku gelap gulita. Padahal aku merasa bahwa aku belum mematikan lampu. Jadi, aku segera menuju ke stopkontak dan menyalakan lampu-lampu itu. Siapa tahu ada seseorang yang bersembunyi di balik kegelapan dan tiba-tiba menusukku dari belakang.
Setelah aku menyalakannya, semuanya terang. Tapi aku merasa rumahku sedikit berantakan. Aku yang masih setengah mengantuk berjalan ke arah kamar mandi untuk mencuci muka.
Namun langkahku berhenti. Aku merasa aku menginjak sesuatu. Sesuatu ini basah seperti air, tapi terasa kental. Aku pun menundukkan pandanganku.
Merah. Darah.
Aku langsung meloncat. Jantungku terasa hampir copot. Dengan cepat aku menggigiti tanganku untuk memastikan bahwa ini bukanlah mimpi. Rasanya sakit. Dan tentunya, ini bukan mimpi.
Aku sangat panik. Aku memekik di tengah keheningan malam. Dengan segera aku meraih pisau di atas meja makan. Aku memegangi pisau itu dengan gemetar. Tapi tidak ada siapa pun. Lalu darah siapa ini?
Aku pun berlari. Rumahku tidak lagi aman.
Langkahku berhenti ketika aku sampai di ruang tengah.
Seorang pria berdiri membelakangiku. Dia mengenakan kemeja putih dan celana krem panjang. Karena menyadari kehadiranku, dia menoleh.
Avery.
Bajunya berlumuran darah. Darah itu sangat banyak. Di wajahnya, di tangannya—semuanya berlumuran darah. Tapi tidak hanya darah, jemarinya kotor karena tanah yang cukup basah. Dia menatapku dengan tajam.
Aku mundur dengan membisu.
Apa yang Avery lakukan? Siapa yang berdarah-darah? Apakah Avery membunuh? Apakah Avery The Rose Killer? Tapi kenapa di rumahku?
"Apa kau ingin bertanya sesuatu padaku, Isabell?" tanyanya. Dia pun meraih kapak dari lantai. Secara terang-terangan, dia menunjukkan kapak penuh darah itu di hadapanku.
Aku terengah-engah.
"Siapa yang kaubunuh?" tanyaku dengan lirih.
"Tidak ada. Ini hanya mimpi. Kembalilah ke kamarmu. Selamat malam."
"Tidak, tidak, tidak! Ini bukan mimpi!"
"Ini mimpi. Mimpi buruk, Isabell."
"Apa yang kaulakukan Avery? Katakan? Kenapa? Siapa yang berdarah-darah?"
"Aku tahu kau tidak akan mengerti kenapa aku melakukan ini. Jadi, aku tidak ingin menjelaskannya." Pria itu mendekat ke arahku.
Aku pun mundur perlahan. Tapi pada akhirnya aku terpeleset oleh genangan darah dan tersungkur ke tanah.
Pria itu berjongkok. Bau darah yang masih segar segera masuk ke dalam indra penciumanku.
"Jangan dekati aku, jangan. Aku mohon jangan." Aku merintih.
Dia hanya bergeming sembari menatapku dengan kedua bola matanya yang terlihat lelah.
"Avery..."
"Isabella, tidurlah. Ini sudah malam."
Aku hanya bisa mengeluarkan bulir-bulir air mataku. Aku tidak mampu memekik seperti biasanya. Aku tidak percaya ini. Apakah ini benar-benar Avery? Mengingat darah sebanyak ini, pasti ada seseorang yang tewas. Apalagi dia memegang kapak berlumuran darah.
Aku pun mundur perlahan. Ini gila.
"Ini aku, Avery, Isabella. Tenanglah, aku selalu ada di sini. Aku di sini untuk melindungimu. Oke?"
Gemetar di tubuhku semakin hebat.
Secara tiba-tiba, Avery membekapku. Aku pun menggeliat, tapi penekanan telapak tangannya semakin kuat dan membuatku tidak berdaya.
Pada akhirnya, aku menutup mataku.
xxxx
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Roseraie [END || REPUBLISH]
Mystery / ThrillerDi sebuah sekolah menengah, Sanaya ditemukan tewas dalam kondisi mengenaskan. Sebelum polisi mengungkap siapa pelakunya, pembunuhan-pembunuhan lainnya terjadi. Tidak hanya itu, pembantaian besar-besaran pun tak dapat dihindari. Di sisi lain, ada Isa...