Ketika David bertanya untuk apa aku ingin ke sana, aku hanya menjelaskan bahwa aku ingin menenangkan pikiranku sejenak. Sungai adalah tempat favoritku. Lagipula David juga sedang lenggang.
Namun itu bukanlah alasannya. Alasannya adalah bunga lily itu. Orang yang memberikan bunga itu padaku secara gamblang menyuruhku untuk pergi ke sungai. Sepertinya aku tahu siapa orang itu. Dia menyuruh anak-anak. Bisa dipastikan bahwa dia menyukai anak-anak.
David merentangkan tubuhnya di atas batu besar yang ada di pinggir sungai. Sedangkan aku berjalan-jalan di atas air yang mengalir dengan dangkal itu.
Di saat aku berjalan ke arah batu-batu kecil, sebuah kalung logam tersedat di antara batu-batu itu. Aku mengambilnya dan menelaah kalung itu lebih lanjut. Sepertinya, aku pernah melihat kalung seperti ini sebelumnya.
Dengan penasaran, aku berjalan ke arah hulu. Aku menemukan sesuatu yang aneh. Bukan hanya kalung, aku menemukan sebuah kancing baju. Setelah aku berjalan agak jauh, ada satu batu besar lagi. Aku menaiki batu itu. Aku menghirup udara dalam-dalam.
Busuk.
Aku hampir muntah rasanya. Bau busuk itu sangat menyengat ke dalam indra penciumanku. Jadi, aku memutuskan untuk menunduk. Aku melihat ke bawah.
Sontak aku langsung membelalak. Sebuah tubuh yang dibalut dengan busana putih berada di bawah batu yang sedang kupijak. Tubuh itu tertahan oleh batu hingga tidak bisa ke mana-mana. Karena sungainya dangkal dan tidak terlalu deras, aku bisa melihat tubuh itu dengan jelas. Ada noda-noda kusam di busananya. Seperti bekas darah dan lumpur yang hampir pudar karena diterpa air.
Aku pun menjerit.
xxxxx
Polisi langsung datang setelah David melapor. Tubuh itu sudah membusuk. Kemungkinan tewas karena beberapa tusukan benda tajam di perutnya. Kepalanya juga berdarah-darah seperti dipukuli dengan benda tumpul.
Tubuh itu adalah Tristan.
Itulah yang membuat aku dan David merasa terkejut.
"Korban adalah Tristan Kiehl yang dinyatakan hilang beberapa hari yang lalu. Dia diperkirakan tewas di hutan yang terletak sekitar lima puluh meter dari sungai. Hal ini bisa dipastikan dengan adanya lumpur yang menempel di tubuhnya. Lumpur itu hanya ditemukan di hutan saja."
"Lalu kenapa di buang ke sungai ya?"
"Yah, ini aneh. Si Pembunuh tidak mungkin membuang mayatnya di bagian sungai yang dangkal seperti ini. Dan kalau pun dia membuangnya ke hulu, tidak mungkin sampai ke tempat ini karena alirannya tidak cukup kuat."
"Benar. Sepertinya, Si Pembunuh ini bodoh. Atau mungkin... ada orang lain yang melakukannya?"
"Atau... Si Pembunuh meletakkannya di sini supaya dapat ditemukan dengan mudah? Seperti sikap narsisme dan ingin terus dilihat—seperti The Rose Killer?"
Walau masih merasa gemetaran, aku mencoba menguping pembicaraan para polisi itu. Tapi tiba-tiba David menuntunku.
"Ayo pulang saja," bisiknya.
Aku menggeleng.
"Kau gemetar, kau ketakutan. Aku takut kalau melihat hal-hal seperti ini akan bahaya bagimu."
"Aku ingin memastikan apakah ini Avery atau bukan."
"Polisi akan memastikannya."
Aku menatap kedua bola mata David dengan memelas. "Aku mohon. Biarkan aku melihat."
Pemuda itu seakan tahu bahwa aku tipe orang yang mudah terguncang oleh sesuatu. Tapi pada akhirnya dia tidak mampu menolak permintaanku. Jadi, dia membiarkanku tetap di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Roseraie [END || REPUBLISH]
Mystery / ThrillerDi sebuah sekolah menengah, Sanaya ditemukan tewas dalam kondisi mengenaskan. Sebelum polisi mengungkap siapa pelakunya, pembunuhan-pembunuhan lainnya terjadi. Tidak hanya itu, pembantaian besar-besaran pun tak dapat dihindari. Di sisi lain, ada Isa...