Angel
Aku menghela napas panjang.
Setelah perkelahian panjang dengan Bu Chery, aku mencuri sebuah mobil bak yang terparkir sembarangan di jalanan. Aku mengemudi dengan kecepatan penuh dan menabrak ini itu—mengingat aku sendiri tidak bisa mengemudi. Tapi pada kenyataannya aku sampai dengan selamat.
Villa itu telah membentang di hadapanku. Kekentalan suasana yang elit nan bekelas sudah mampu merasuk ke benakku. Alunan musik klasik menggerakkan indra pendengaranku. "Eine Kleine" milik Mozart. Aku begitu menyukainya. Betapa indahnya jika musik seperti ini digunakan menjadi backsound pembunuhan. Alunannya akan bersatu-patu dengan jeritan-jeritan yang memekik telinga.
Aku membuka gerbang belakang. Tempat parkir sudah dijejali oleh beberapa mobil mewah seharga ratusan juta hingga milyaran. Sekali lagi kuingat-ingat; Natalia merupakan keturunan ningrat sekaligus salah satu tuan tanah terbesar di kota ini. Dengan begitu, uang mereka sama sekali tidak berhenti mengalir sampai kapan pun—kecuali aku benar-benar mencabutnya dari akar.
Aku melihat beberapa orang berlalu lalang. Mereka juga melihatku dengan keheranan. Dua buah senapan (yang satu kugantung di punggung), serta peluru-peluru yang kugantung di tempat yang sama pula. Orang-orang berdasi itu mundur perlahan. Tapi secara tiba-tiba aku menghujankan peluru ke arah mereka. Tubuh-tubuh itu pun langsung bergelimpangan. Aku melangkahi tubuh-tubuh itu, lantas memasuki ruangan.
Aku melihat banyak pelayan berseragam yang melongo campur ketakutan. Mereka mundur perlahan.
"Larilah dari sini jika ingin selamat. Jangan peduli orang lain, pedulikan dirimu sendiri," kataku.
Mereka pun berhamburan melewatiku.
Yah, aku membiarkan para pelayan-pelayan atau pun supir tetap hidup. Walau bahagia pun, mereka tidak memiliki kesalahan apa pun yang membuatku merasa geram. Menghabisi mereka bukanlah keadilan. Menghabisi mereka hanya akan mengubah orang lain menjadi monster pula. Hal seperti itu telah kutemui dalam diri Bu Chery.
Sebab begini; jika dipikir-pikir, aku tidak akan menjadi serial killer apabila Norman tidak mati. Satu kematian itu membuat lebih banyak kematian. Jika aku membunuh orang-orang yang tidak pantas untuk dibunuh, maka boleh jadi, orang-orang yang mencintai mereka akan menjadi sama sepertiku; haus akan hasrat dendam dan penghakiman. Dengan begitu, satu iblis kembali muncul. Begitu seterusnya. Lingkaran kebencian tidak akan terputus.
Aku mulai berjalan melewati ruangan-ruangan yang telah didekor dengan indah. Keluarga Natalia tidak peduli bahwasanya baru kemarin mereka memakamkan putri sulung mereka. Kini, mereka membuat pesta ulang-tahun super meriah untuk putri bungsu mereka. Aku tidak pernah melihat mereka memanusiakan Natalia. Oleh karena itu, aku akan membalaskan segala kepedihan sahabatku terkasih itu.
Aku akan membuat luka untuk menuntaskan luka-luka lainnya. Dengan begitu, keadilan dapat dimuat dengan begitu imbang.
Aku menghujani mereka dengan peluru-peluru. Suara lontaran peluru itu bersatu-padu dengan pekikan, tangisan serta permohonan dan diiringi pula dengan alunan musik klasik.
Beberapa petugas keamanan yang memang dipekerjakan di sana telah membuatku merasa jengkel karena mereka membalas seranganku. Jadi, dengan hati-hati aku menembaki pergelangan tangan mereka hingga mereka melemparkan pistol mereka secara otomatis.
"Lari dan pergi. Jangan pedulikan orang lain. Pedulikan dirimu sendiri."
Kalimat sederhana itu mampu merasuk ke benak mereka. Mereka berfikir bahwa mereka masih ingin hidup. Mereka memiliki anak dan keluarga yang mereka kasihi. Mati untuk melindungi orang asing bukanlah pilihan yang tepat. Jadi, dengan berat hati mereka memutuskan untuk berlari—meninggalkan pekerjaan dan seluruh tanggung jawab mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Roseraie [END || REPUBLISH]
Mystery / ThrillerDi sebuah sekolah menengah, Sanaya ditemukan tewas dalam kondisi mengenaskan. Sebelum polisi mengungkap siapa pelakunya, pembunuhan-pembunuhan lainnya terjadi. Tidak hanya itu, pembantaian besar-besaran pun tak dapat dihindari. Di sisi lain, ada Isa...