Pria itu melangkah, berlawanan arah dari orang-orang, mengukir senyuman, menyapa serta melambai tangan. Dia menginjakkan sepatu boots-nya di antara uap air membeku yang nampak seperti kapas itu. Terasa dingin. Dia menggosok telapak tangannya sebentar, lantas kembali berjalan.
Untuk sebuah negeri yang hampir setiap saat dipenuhi salju, harusnya tidak sedingin itu. Tapi dia baru beberapa bulan di sana. Rasanya sudah tidak betah saja. Kalau bisa, dia ingin mencari negeri yang beriklim tropis. Tapi, tentunya dia akan merindukan salju. Lagipula, Cassidy menyukai salju. Jadi dia memutuskan untuk menetap dan bertahan.
Dia berjalan menelusuri jalanan. Sepi. Tidak ada anak-anak yang berlarian, tidak ada orang sibuk yang menyesaki trotoar, kendaraan pun hanya ada satu dua yang melintas. Walau begitu, toko-toko khas perkotaan masih berjajar dengan rapi.
Langkahnya sampai di sebuah rumah klasik besar dengan cat merah bata. Dia membuka gerbang. Sebuah ayunan dari kayu menjadi pusat perhatiannya yang pertama. Ayunan itu tidak bergerak. Hening. Bahkan tidak diterpa angin. Jadi, bisa dia pastikan kalau tidak ada yang mendudukinya selama beberapa saat.
Biasanya, Cassidy duduk di sana pagi-pagi sampai siang hari. Perempuan itu biasanya masih duduk manis sembari membaca buku saat dia datang. Tapi dia tidak ada sekarang. Di mana dia?
Dengan tergesa-gesa, pria itu memasuki rumah. Dia membuka pintu dengan cepat dengan napas yang tersengal-sengal.
Namun tidak ada tanda-tanda orang lain kecuali wanita tua yang sedang merajut di depan tungku perapian. Wanita itu melirik ke arah pintu, menghela napas panjang.
"Di mana—"
Belum sempat pria itu menyelesaikan kalimatnya, wanita tua menyahut cepat. "Keluar. Dia perlu udara sejuk sesekali. Jangan panik begitu. Semuanya akan baik-baik saja, kok."
"Anda tidak mengerti. Harusnya, Anda tidak membiarkan itu!" Pria tersebut berkata dengan nada tinggi.
Wanita tua itu tersenyum tipis. "Kalau begitu—daripada marah-marah—mending kau mencarinya."
Pria itu masih tersengal. Dengan cepat dia membanting pintu lantas kembali menelusuri jalanan.
Dia kembali mengitari seluruh trotoar, melirik ke arah toko-toko yang berjendela kaca transparan dan menuju danau. Tapi tidak ada siapa-siapa. Hanya wajah-wajah asing yang dia temukan. Dia pun menarik rambutnya dengan frustrasi, lantas kembali mencari.
Di sepanjang perjalanan—dengan penuh gelisahan—dia kembali berfikir tentang alat pelacak yang dia lihat di internet. Walau harganya agak mahal, tapi sepertinya itu akan membuat semuanya normal.
Langkahnya berhenti di taman.
Perempuan itu duduk dan bergeming—menatap anak-anak yang sedang bermain prosotan, jungkat-jungkit dan ayunan.
Pria itu segera menemui perempuan tersebut. Dengan tatapan cemas, dengan perasaan yang frustrasi dan dengan segala kegelisahannya, dia menatap perempuan itu—Cassidy.
Cassidy hanya menengadah dan memasang ekspresi tidak mengerti seperti biasanya.
"Kenapa kau di sini? Tanpa izin pula? Kau tidak tahu ya kalau aku ini khawatir?!" Pria itu berbicara dengan nada tinggi lagi.
Cassidy hanya menatap kedua bola matanya dan berkata, "Anakku ingin bermain dengan teman-temannya." Lantas dia menunjuk seorang anak lelaki dengan hoodie biru muda dan syal hitam yang sedang bermain jungkat-jungkit bersama anak-anak yang lainnya.
Pria itu pun melemaskan pandangannya. Dia duduk di samping Cassidy pada akhirnya.
"Tidakkah kau tahu di luar itu berbahaya? Di sini ada monster dan iblis. Ada banyak orang jahat yang berkeliaran. Orang-orang jahat itu—kalau punya kesempatan—pasti akan menarikmu, membentakmu dan membawamu pergi. Orang jahat itu, mereka mengerikan. Dan bagian terburuknya, kita tidak tahu siapa yang jahat. Bisa jadi anak-anak itu. Bisa jadi, salah satu dari mereka adalah penjahat yang bersembunyi dalam tubuh seorang anak kecil." Pria itu menjelaskan panjang lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Roseraie [END || REPUBLISH]
Mystery / ThrillerDi sebuah sekolah menengah, Sanaya ditemukan tewas dalam kondisi mengenaskan. Sebelum polisi mengungkap siapa pelakunya, pembunuhan-pembunuhan lainnya terjadi. Tidak hanya itu, pembantaian besar-besaran pun tak dapat dihindari. Di sisi lain, ada Isa...